Menyoal Integritas dan Kejujuran Akademik

Oleh:
Ani Sri Rahayu
Pengajar Civic Hukum (PPKn)
Univ. Muhammadiyah Malang

Beberapa waktu terakhir, dunia pendidikan tinggi di Republik ini telah menunjukkan bahwa kita tengah dihinggapi persoalan memalukan. Pasalnya, belum lama negeri ini dihebohkan terkuaknya praktik plagiarisme tesis program doktoral di lingkungan universitas negeri di Jakarta, yang bahkan dipromotori rektornya sendiri. Skandal ini saja sudah sangat bikin malu dan mencoreng muka perguruan tinggi yang mestinya menjadi tempat terhormat menciptakan anak bangsa cerdas dan berkarakter.
Selang jeda waktu kemudian skandal berikutnya muncul dari pengakuan mengejutkan Dwi Hartanto, seorang mahasiswa asal Indonesia yang beberapa waktu lalu mengaku sebagai ilmuwan di bidang aerospace engineering dan menjadi assistant professor di TU Delft Belanda. Setelah puja-puja yang ia terima, terkuaklah kebohongan besar di baliknya. Dwi ternyata hanya mahasiswa doktoral biasa di TU Delft, tanpa semua klaim prestasi yang pernah ia pamerkan sebelumnya. Melalui dua realitas tersebut, tentu saja mengundang banyak pihak dibuat geram dan kecewa.
Melemahnya integritas akademik
Potret plagiarisme tesis program doktoral di lingkungan universitas negeri di Jakarta dan kesaksian bohong Dwi Hartanto, seorang mahasiswa asal Indonesia yang beberapa waktu lalu mengaku sebagai ilmuwan di bidang aerospace engineering dan menjadi assistant professor di TU Delft Belanda tidak bisa dipungkiri merupakan fakta dari potret lunturnya integritas akademik.
Fakta tersebut, sontak wajar adanya jika kejadian tersebut amat disayangkan banyak pihak. Pasalnya, di usia yang masih muda ia telah menyingkirkan jauh-jauh kejujuran yang mestinya ia pegang kukuh. Kalau ia betul seorang ilmuwan seperti klaimnya selama ini, Dwi pasti paham bahwa kebohongan ialah barang haram. Postulat di kalangan akademisi jelas-jelas mengatakan ilmuwan boleh salah, tapi tak boleh berbohong.
Mungkin masih banyak contoh lain dari kebobrokan serupa. Kebobrokan yang disebabkan memudarnya kejujuran karena kalangan akademisi sibuk berselingkuh dengan kepentingan-kepentingan pribadi atau motif-motif lainnya seperti politik atau ekonomi. Semua fakta sikap dan perilaku penyimpangan akan amanah marwah nilai-nilai luhur pendidikan merupakan perbuatan yang menodai amanah nilai pendidikan.
Sejatinya dunia pendidikan adalah tempat untuk belajar dan pembelajaran, yang sekaligus  Sebagai wahana untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, serta membentuk karakter manusia mulia, berbudi, dan berintegritas. Wajar adanya jika dunia pendidikan yang ada, diharapkan dapat memberikan suri tauladan dan menyemai kejujuran dalam semua lini kehidupan.
Melalui rekonsiliasi konsep pemahaman itulah besar harapan dunia akademi semestinya terlindung sekaligus memberikan perlindungan dari bahaya laten ketidakjujuran, kebohongan, dan segala tipu muslihat apa saja yang bisa mematikan karakter marwah nilai-nilai luhur yang terdapat dalam pendidikan. Bila lingkungan akademik tega menyampingkan integritas, bahkan meminggirkan martabat, demi keuntungan pribadi.   Jadi, kalaupun ada penodaan dunia pendidikan atas nama hasil karya ilmiah apapun bentuknya, sekiranya harus diberikan sanksi yang tegas.
Kenyataan itu sebenarnya tidak bisa diterima dengan akal sehat. Sebab, perbuatannya tersebut jelas-jelas sangat menodai marwah dunia pendidikan. Tontonan yang mematikan nilai-nilai kemuliaan pendidikan jika dibiarkan akan berdampak fatal pada sendi-sendi kehidupan bangsa ini. Karena itu, amatlah memalukan ketika ada bagian dari dunia pendidikan itu yang malah tanpa sungkan memproduksi ketidakjujuran dan kebohongan.
Mengembalikan kejujuran akademik
Raibnya kejujuran dan lunturnya integritas akademik masih menjadi persoalan terpelik di lingkungan pendidikan kita. Tembok kejujuran akademik yang telah dibangun dan dijaga dengan susah payah kini dalam ancaman kerobohan. Kita tentu masih ingat bagaimana produk ilmu pengetahuan seperti survei, riset, atau quick count bisa diselewengkan dengan semena-mena untuk kepentingan politik pada Pemilu 2014 lalu. Inilah yang namanya prostitusi intelektual.
Publik juga kerap menyaksikan orang dengan mudahnya memanipulasi intelektualitasnya untuk mengejar posisi dan jabatan tertentu di pemerintahan. Praktik kejahatan dalam dunia ilmiah jika direfleksikan terhadap fakta yang berkembang akhir-akhir ini, kejahatan yang serius dalam dunia akademik tidak mendapatkan penanganan yang memadai. Hal itu sekurang-kurang karena empat hal.
Pertama, kaum akademisi cenderung membela institusinya sebagai penyelenggara pendidikan yang memiliki integritas terhadap aktivitas ilmiahnya, bahkan yang justru terjadi tanpa ada upaya introspeksi, kaum akademisi yang ada di institusi yang terlibat, tapi malah dianggap sebagai kesalahan sebatas procedural. Sehingga, dengan berbagai cara untuk menjamin integritas dan citra, mereka berbalik menuntut verifikasi terhadap aparat.
Kedua, dunia akademik masa kini ditandai dengan prosedur administratif atas nama penjaminan mutu perguruan tinggi. Hasilnya, nilai baik untuk perguruan tinggi ternyata tidak berbanding lurus dengan kualitas lulusan. Fakta inilah harus menjadi renungan kita bersama sebagai akademisi.
Ketiga, sanksi atas kejahatan akademik tidak memberikan efek jera. Suka atau tidak, penanganan atas kasus itu cukuplah melalui sanksi administratif. Merujuk dalam banyak kasus, seorang profesor yang terbukti menjiplak karya orang lain hanya “pindah kerja” ke satuan pendidikan lainnya. Sementara gelar tertinggi dalam dunia akademik itu masih tetap disematkan di depan namanya. Lebih parah lagi, budaya kita yang menilai kemampuan semata dari gelar akademik telah ikut memotivasi orang agar menghalalkan segala cara demi mendapat ijazah pendidikan tinggi.
Keempat, perguruan tinggi yang merupakan pusat inovasi serta tempat menggali sekaligus bertukar ilmu menjelma tidak lebih dari sekadar penjual ijazah. Tidak mengherankan pula jika perguruan tinggi Indonesia tergolong sangat minim menghasilkan jurnal ilmiah. Integritas yang rendah bak noda yang susah hilang. Poin keempat ini harus menjadi koreksi kita bersama yang cinta pendidikan di tanah air ini.
Kita mesti ingatkan betapa masyarakat punya mekanisme sendiri untuk menghukum mereka yang tidak jujur di dunia akademik. Siapa pun yang ketahuan berbuat curang pasti habis karier intelektual atau akademisnya. Karena itu, sungguh, menjadi tugas berat bagi semua pihak untuk mengembalikan nilai-nilai kejujuran ke dunia akademik dan intelektual di Tanah Air.
Cita-cita mencapai dunia akademik dan intelektual yang memiliki kualitas dunia hanya akan menjadi mimpi jika bangsa ini masih saja disibukkan dengan tindak-tanduk akademisi dan intelektual yang masih jauh dari berintegritas. Oleh sebab itu, mari kita bersatu untuk koreksi diri untuk perbaikan dunia pendidikan tinggi di Republik ini.

                                                                                                         ———— *** ————

Tags: