Menyoal Kebijakan Impor Beras

Oleh :
Muhammad Kamarullah
Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Malang, aktif menulis di berbagai media online.

Kebutuhan masyarakat akan komoditas beras merupakan satu urgensi yang harus diperhatikan. Pemerintah harus mengontrol kebutuhan pasar, keseimbangan harga dan memastikan agar produksi beras lokal tetap produktif dan berkualitas.

Sebagaimana amanat UU Nomor 18 Tahun 2012 menyatakan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.

Apalagi ditengah masa pandemi Covid-19 ini dimana negara Indonesia mengalami krisis diberbagai sektor, salah satunya di sektor kesehatan.

Berkelindan dengan itu, pemerintah juga layaknya menyediakan kebutuhan pokok masyarakat, diantaranya kebutuhan beras yang saat ini telah dilakukan dalam bentuk bantuan sosial (Bansos).

Namun kiranya ditengah wabah Covid-19 cadangan beras Indonesia berada pada kondisi yang tidak stabil. Sehingga beberapa waktu lalu, pemerintah RI melalui Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartato menyampaikan rencana impor beras sebanyak 1 juta ton. Pasalnya pemerintah perlu melakukan pengadaan pasokan beras bantuan sosial (Bansos) selama masa pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Selain itu kebijakan ini diambil karena adanya banjir di beberapa daerah yang mengancam ketersediaan pasokan beras.

Rencana ini pun telah disepakati dalam rapat koordinasi terbatas dan telah mengantogi jadwal impor tersebut. Impor beras sebesar 1 juta ton ini akan terbagi menjadi 500 ribu ton untuk Cadangan Beras Pemerintah (CBP), dan 500 ribu ton sesuai dengan kebutuhan Bulog atau dalam istilah pemerintah menyebutnya dengan iron stock. Hal ini di justifikasi oleh Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan “Iron stock itu barang yang memang ditaruh untuk Bulog sebagai cadangan, dia mesti memastikan barang itu selalu ada. Jadi tidak bisa dipengaruhi oleh panen atau apapun karena memang dipakai sebagai iron stock”.

Tetapi jika dicermati, kebijakan impor beras sebanyak 1 juta ton ini agaknya tidak strategis dan belum dibutuhkan. Dalih pemerintah nampaknya problematis dengan data produksi beras tahun 2021 serta berbagai kebijakan yang dilakukan selama ini.

Problem Impor

Memang pada dasarnya, menjaga agar stabilitas stok, produksi dan impor harusnya berkaitan. Jika stok dan produksi dalam kondisi darurat atau adanya permintaan pasar yang berlebihan, maka alarm impor akan berbunyi. Ditahun 2021 ini sebelumnya pemerintah telah melakukan impor beras asal Vietnam di Pasar induk beras Cipinang. Dan ironisnya lagi, impor dilakukan ditengah stok beras nasional yang dilaporkan dalam kondisi aman dan tanpa gejolak harga.

Lantas bagaimana dengan langkah impor beras sebanyak 1 juta ton baru-baru ini?

Kita tahu bersama bahwa dilakukannya impor beras ini untuk menjaga ketersediaan stok beras melalui penyerapan gabah oleh Bulog. Sebagaimana target setara beras 900.000 ton pada saat panen raya Maret hingga Mei 2021 dan 500.000 ton pada Juni hingga September 2021. Namun, pemerintah tidak perlu buru-buru dan harus mempertimbangkan secara komprehensif lagi. Dengan melihat trand harga gabah kering panen (GKP) di sentra produksi.

Menengok data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa pada Januari-April tahun ini potensi luas panen Januari-April di tahun ini akan sekitar 4,86 juta ha, meningkat 26,53 persen dari luas panen Januari-April 2020. Sementara, produksi beras akan mencapai 14,54 juta ton, meningkat 26,84 persen dibandingkan produksi beras di Januari-April 2020. Dari data ini menunjukkan bahwa stok dan produksi beras Indonesia berada pada kondisi yang stabil.

Jika saja produksi beras dan luas tanam padi di tahun ini sama dengan tahun lalu, pasokan beras Indonesia akan tetap memenuhi kebutuhan. Apalagi produksi naik signifikan dan stok beras memenuhi. Tentu impor tidak dibutuhkan. Dengan demikian, pertanyaannya apa urgensi pemerintah melakukan Impor beras sebesar 1 juta ton tersebut, jika ketersediaan beras mengalami surplus?.

Lain sisi, pemerintahan Jokowi juga gencar-gencarnya melakukan program food estate dalam rangka ketahanan pangan nasional sejak tahun lalu. Konsep pembangunan pangan yang mencakup pertanian, perkebunan serta peternakan di suatu kawasan. Tidak tanggung-tanggung, total anggaran yang dikucurkan sebesar 104,2 trilliun. Pemerintah bahkan menjadikan komoditas padi dalam food estate sebagai prioritas.

Maka keputusan pemerintah harusnya memiliki dasar yang kuat. Jangan sampai kebijakan impor yang tidak tepat akhirnya menekan harga ditingkat petani dan sekaligus kesejahteraan petani.

Ketika melihat produksi beras dunia saat ini mencerminkan situasi yang memprihatinkan. Tidak menutup kemungkinan, ada indikasi tekanan dari pasar beras dunia yang harganya cenderung meningkat. Rilis dari Food and Agriculture Organization (2021) mengumumkan indeks harga beras dunia pada Februari 2021 berada di posisi 116. Indeks ini naik 1,5 persen dibandingkan bulan sebelumnya dan lebih tinggi 11,4 persen dibandingkan Februari 2020.

Sementara publikasi yang diproyeksikan Economic Research Service Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) bahwa produksi beras dunia pada periode 2020/2021 mencapai 504 juta ton, sedangkan konsumsi global 504,2 juta ton. Stok akhir pada 2020/2021 diprediksi berkisar 178,1 juta ton atau lebih rendah sekitar 200.000 ton dibandingkan periode setahun sebelumnya. Penurunan stok akhir tersebut diperkirakan menjadi yang pertama selama 14 tahun terakhir.

Pada akhirnya kita dapat menyimpulkan bahwa kondisi produksi dan konsumsi beras dunia memberikan tanda bahaya yang harus diwaspadai oleh pemerintah. Sementara kabar baiknya adalah produksi beras Indonesia mangalami kenaikan. Lain sisi, langkah untuk memilih impor atau tidak ini sebaiknya ditetapkan setalah bulan Juli karena produksi beras di bulan tersebut sudah lebih pasti.

Dengan demikian, produksi beras dalam negeri ini harusnya dimaksimalkan demi pemenuhan kebutuhan dan cadangan. Ketimbang pemerintah mengambil langkah impor.

———- *** ————

Rate this article!
Tags: