Menyoal Revitalisasi Pelabuhan Ikan

Oleh :
Oki Lukito
Ketum Forum Masyarakat Kelautan, Maritim, Perikanan. Ketua HNSI Kota Probolinggo

Janji Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indarparawansa membangun docking atau galangan kapal nelayan di pelabuhan Puger Jember patut diapresiasi. Selama ini kapal nelayan yang mayoritas bahan bakunya kayu itu kesulitan melakukan perbaikan di bagian bawah atau lunas kapal.

Perbaikan dilakukan di tepi pantai yang hasilnya tidak maksimal, kapal rentan bocor dan tenggelam ketika beroperasi. Selain tempat perbaikan kapal, nelayan sangat membutuhkan difungsikannya Tempat Pelelangan Ikan (TPI) jantungnya nelayan serta ketersediaan solar.

TPI sebagai sarana untuk perbaikan tingkat kesejahtreaan nelayan jika dicermati selama ini mayoritas tidak berfungsi, hanya sebagai tempat penimbangan ikan. Selain itu kebutuhan urgen nelayan yang perlu diprioritaskan lainnya adalah ketersediaan solar nelayan di SPDN yang sering tersendat dan menghambat produktivitas nelayan. Satu satunya TPI yang rutin melakukan lelang hanya di Pelabuhan Perikanan Pondokdadap, Kabupaten Malang. Di Pelabuhan Tamperan Pacitan dan Pancer Banyuwangi TPI tidak berfungsi kendati kedua pelabuhan tersebut sangat potensi karena penghasil ikan tuna.

Berkekuatan anggaran sekitar Rp 200 miliar, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Jawa Timur mencanangkan empat program prioritas pada tahun 2022. Selain revitalisasi pelabuhan, pemulihan sumber daya ikan, pemberian hibah alat tangkap, penguatan produksi budidaya laut serta peningkatan daya saing produk hasil olahan UMKM. Menarik untuk dikritisi adalah revitalisasi pelabuhan ikan. Bagaimanapun revitalisasi pelabuhan akan selalu mengundang perhatian karena tidak akan lepas dari proyek pembangunan infrastruktur.

Revitalisasi pelabuhan perikanan identik dengan pembangunan pelabuhan yang setiap tahun selalu dianggarkan DKP Jawa Timur. Bahkan ada yang multi years walaupun pelabuhan tersebut idle capacity. Contoh pelabuhan Paiton, Kabupaten Probolinggo yang jumlah kapalnya tidak lebih dari 50 unit dan lokasinuya berdekatan dengan Pelabuhan Mayangan Kota Probolinggo. Kedua pelabuhan ini berada di Selat Madura yang sudah overfishing.

Sementara Pelabuhan Muncar Banyuwangi mati suri sejak menghilangnya ikan lemuru lebih dari sepuluh tahun lamanya. Hasil tangkapan nelayan relatif kecil dan diperjual belikan di pinggir dermaga karena TPI tidak berfungsi dan berubah fungsi menjadi gudang darurat. Pelabuhan Bawean Gresik mempunyai dermaga sekitar 500 meter dan memiliki kantor dan ruang pertemuan megah akan tetapi tidak punya TPI. Sementara di Jember selain Puger konon akan dibangun lagi pelabuhan ikan baru di sekitar lokasi wisata bahari Watu Ulo. Demikian pula di Tulungagung walaupun sudah ada Pelabuhan Popoh yang pembangunannya tidak tuntas, tahun depan direncakan dibangun lagi pelabuhan Sine di Kecamatan Kalidawir.

Sejatinya nelayan tidak membutuhkan kwantitas pelabuhan dengan bangunan kantor bagus dilengkapi fasilitas seperti tempat penginapan (guess house) yang representatip. Nelayan membutuhkan pelabuhan ikan yang betul bermanfaat bagi kesejahteraan keluarganya. Mereka belum menikmati peningkatan kesejahteraan salah satunya karena tidak berfungsinya TPI.

Jika diperhatikan di pelabuhan perikanan yang ada di Jawa Timur, baik Pelabuhan Perikanan (PP) Nusantara, PP Pantai, PP Kecil boleh dikata tidak signifikan terhadap pendapatan dan tingkat kesejahteraan nelayan kecil. Masih banyak masalah, mereka umumnya buruh nelayan, nelayan tradisionsl yang tidak punya modal kerja dan peralatan perahu terbatas serta pada umumnya sudah terikat ijon juragan besar.

Batal lelang dibangun lagi

Pembangun fisik hanya menguntungkan kontraktor, konsultan, oknum pejabat, dampak manfaat mereka tidak peduli. Contoh PP Mayangan yang hampir setiap tahun dimanja dengan anggaran konstruksi. Dibangun sejak tahun 2000 diresmikan 2007 oleh Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono. Mayangan menggerus dana APBD lebih kurang Rp 500 miliar, fantastis. Tahun 2019 mendapat kucuran dana lagi Rp 20 M, tahun 2018 Rp 20 M, tahun 2017 sebesar Rp 6,6 M dan tahun 2015 sebesar Rp 2,5 M. Tahun 2020 dianggarkan Rp 18 M tapi dibatalkan gubernur saat proses lelang karena diprotes.

Awalnya pelabuhan perikanan ini dibangun antaralain untuk memberikan fasilitas kepada nelayan yang selama itu beraktivitas di Pelabuhan Tanjung Tembaga, Probolinggo pelabuhan umum yang dikelola Pelindo III. Akan tetapi sampai dengan saat ini belum semua nelayan bersedia mengalihkan aktifitas bongkar hasil tangkapannya di PP Mayangan. Beragam alasan diungkapkan, diantaranya, hasil tangkapan selama melaut lebih cepat menghasilkan uang, cukup dijajakan di pinggir dermaga. Mereka enggan menjual di TPI yang dikeluhkan hanya berfungsi sebagai tempat penimbangan ikan tetapi harus bayar retribusi, tarip labuh dan retribusi kebersihan sementara ikan belum tentu laku terjual.

Data penelitian yang dirilis Perguruan Tinggi ternama di kota Bogor, jumlah kapal yang beraktivitas di PP Mayangan sebagaimana dikutip dari Dinas Kelautan dan Perikanan Jatim (2017) jumlahnya 358 unit, berbagai ukuran mulai 10 GT hingga diatas 100 GT, 155 unit diantaranya kapal Cantrang. Hasil tangkapan nelayan yang mayoritas berdomisili di Pulau Gili Ketapang itu didaratkan di Mayangan sebesar 15.357, 20 ton. Rata rata di bawah 20.000 ton per tahun, didominasi oleh hasil produksi kapal rawai dasar, cantrang dan purse seine dengan berbagai jenis ikan diantaranya kakap merah (lutjanus spp). Jumlah tersebut relatip sangat kecil jika dibandingkan dengan bangunan fisik di BLUD PP Mayangan yang konon kesulitan memenuhi target PAD.

Selain kapal nelayan lokal, lebih kurang terdapat 150 kapal ikan asal Tanjung Balai, Karimun rutin membongkar ikan hasil tangkapannya di dermaga khusus, terpisah dengan pelabuhan nelayan lokal. Ribuan ton ikan asal tangkapan dari wilayah timur Indonesia didaratkan di Mayangan setiap tahun, serta diolah dan dikemas di sejumlah UPI di sekitar Probolinggo dan Pasuruan. Kapal kapal ikan berukuran minim 200 GT tersebut nyaris tidak ada yang diawaki oleh nelayan Mayangan. Pelabuhan hanya sebagai pintu numpang lewat. Begitu diturunkan dari kapal, ikan dalam kemasan frozen tersebut langsung diangkut puluhan truk keluar pelabuhan. Selain biaya tambat labuh dan retribusi kebersihan tidak ada lagi kontribusi lainnya dari kapal asal Tanjung Balai itu untuk Pemprov Jatim.

——— *** ———

Rate this article!
Tags: