Menyoal RUU Jaminan Produk Halal

Oryz Setiawan

Oryz Setiawan

Oleh :
Oryz Setiawan
Alumnus Fakultas Kesehatan Masyarakat (Public Health) Unair Surabaya
Polemik seputar Rancangan Undang-Undang Jaminan Produk Halal (RUU JPH) kini memasuki babak baru dimana terjadi tarik ulur terkait otoritas pemberian sertifikat halal bagi berbagai produk yang dikonsumsi oleh Umat Islam seperti makanan dan minuman, obat-obatan termasuk jenis vaksin (imun), kosmetik, produk kimia biologi dan produk rekayasa genetika. Di tengah derasnya peredaran barang dan jasa saat ini, masyarakat sebagai pengguna tentu wajib diberikan garansi atau jaminan dalam memanfaatkan, menggunakan maupun mengkonsumsi produk-produk tersebut. Salah satu bentuk jaminan perlindungan secara hukum, akidah (kehalalan), kesehatan dan keselamatanadalah memperoleh pelabelan dan sertifikat halal sehingga terhindar agar terhindar dari bahan atau zat yangmengandung unsur keharamanyang pada gilirannya dapat mengakibatkankemudharatan manusia pada umumnya. Salah satu latar belakang yang mendorong untuk diwajibkannya semua produk memiliki sertifikasi halal adalah mayoritas penduduk Indonesia adalah umat Islam sehingga wajar bila memperoleh keamanan, kenyamanan sesuai keyakinan akidahnya.
Dalam RUU JPH ini pencantuman label halal menjadi sebuah keharusan dan kewajiban (mandatory) bagi setiap produk sehingga setiap perusahaan baik skala besar hingga mikro atau UKM harus diuji dahulu untuk memperoleh label dan sertifikat halal. Sebelumnya,pencantuman label hanyalah bersifat sukarela (voluntary) terutama bagi pelaku usaha menengah hingga skala besar sehingga diperlukan sosialisasi terhadap semua industri. Namun ada beberapa produk yang berpotensi mengalami kesulitan dalam memenuhi persyaratan kehalalan seperti produk farmasi (obat-obatan dan vaksin).Sejumlah produk obat-obatan dan vaksin merupakan kebutuhan yang sangat esensi dan mendesak dimana erat kaitannya dengan nyawa seseorang atau penderita dengan penyakit kronis dimana perlu segera mengkonsumsi obat atau diberikan vaksin. Fenomena vaksin meningitis bagi jamaah haji dan beberapa produk obat serta vaksin balita yang mengalami proses pencampuran enzim dan katalisator mengandung unsur babi walaupun hasil akhir tidak mengandung unsur babi. Kondisi ini tengah menjadi perdebatan panjang sehingga penggunalah yang menjadi korban. Sementara sampai saat ini sebagian besar produk industri farmasi masih diproduksi dari luar negeri yang notabene tidak mensyaratkan labelisasi dan sertifikat halal. Kondisi tersebut berbeda dengan produk industri dalam negeri yang berada dengan penduduk mayoritas beragama Islam sehingga konteks pemberian label halal menjadi sangat relevan dan wajib dilindungi pemerintah sebagai warga negara.
Manifestasi Keyakinan
Filosofi dari pemberian sertifikasi halal adalah setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dan jaminan untuk memeluk dan menjalankan ibadah agama sebagaimana yang diamanatkan dalam UUD Tahun 1945, bagian yang tak terpisahkan dari perlindungan dan jaminan melaksanakan ibadah, produk yang selama ini beredar di masyarakat belum semua terjamin kehalalannya, belum menjamin kepastian hukum. Terlebih ketika memasuki hari-hari besar (keagamaan) dimana arus berbagai produk terutama makanan dan minuman sangat tinggi, beragam dan sangat variatif sehingga probabilitas beredarnya produk yang tidak sesuai standar, diragukan kehalalannya dan menjurus pada kerugian berupa resiko bahaya kesehatan dan keselamatan manusia pada umumnya. Merujuk pada Al-Qur’an Surat Al-Baqarah : 168 yakni “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; Karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.”. Ayat ini merupakan seruan kepada manusia untuk mengkonsumsi makanan yang halalan toyyiban. Halal dalam pandangan agama sebagaimana di-nash-kan dalam Al Qur’an adalah sesuatu yang diijinkan atau boleh digunakan, dimanfaatkan atau dikonsumsi umat Islam sesuai dengan syariat Islam.
Sedangkan makanan yang toyyiban atau yang baik adalah makanan yang mengandung unsur-unsur yang diperlukan oleh tubuh atau memiliki sejumlah nutrisi yang memadai. Selain itu, kehalalan suatu produk penting bagi pelaku usaha karena memiliki nilai tambah terhadap produk yang akan dijual. Hal ini mengingat bahwa pasar konsumen produk halal terus meningkat setiap tahunnya, baik di pasar domestik maupun pasar internasional. Kehalalan suatu produk juga dapat mendorong tingkat penjualan produk secara signifikan sebab sesuai dengan kebutuhan dan harapan konsumen. Itu berarti akan menaikkan nilai ekonomis produk dan mendorong pertumbuhan ekonomi ke arah yang lebih baik. Sebelum memperoleh jaminan kehalalan sebuah produk maka diperlukan proses produk halal yang merupakan rangkaian kegiatan untuk menjamin kehalalan produk yang meliputi pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian produk. Jaminan Produk Halal (JPH) memiliki3 (tiga) komponen antara lain : sertifikat halal, nomor registrasi halal dan label halal. Sertifikat Halal adalah pengakuan kehalalan suatu produk yang dikeluarkan oleh Badan Nasional Penjamin Produk Halal (BNP2H) berdasarkan fatwa halal yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Nomor Registrasi Halal adalah nomor terdaftar yang dikeluarkan oleh BNP2H atas produk yang telah memperoleh Sertifikat Halal sebagai syarat untuk mencantumkan label halal. Sedangkan Label Halal merupakan tanda pada kemasan produk, bagian tertentu dari produk atau tempat tertentu yang menunjukkan kehalalan suatu produk. Upaya penyelenggaraan JPH bertujuan antara lain : memberikan kenyamanan, keamanan, dan keselamatan kepada masyarakat dalam mengkonsumsi atau menggunakan Produk Halal, menciptakan sistem JPH untuk menjamin tersedianya produk halal. Menumbuhkan kesadaran mengenai pentingnya JPH, meningkatkan kemampuan pelaku usaha baik berskala besar, menengah, kecil maupun mikro (UKM) untuk menjamin kehalalan produk. Selain itu untukmeningkatkan keterbukaan dan akses mendapatkan informasi terhadap produk halaldan membantu mengembangkan pelaku usaha agar dapat memperkuat nilai tawar pasar domestik juga mampu bersaing dalam pasar global. Sekarang ini masyarakat tidak hanya melihat merek dan produk, tapi mereka membutuhkan kepastian kehalalan suatu produk yang sangat menentukan laku tidaknya produk.

Rate this article!
Tags: