Menyoal Vaksinasi Individu Berbayar

foto ilustrasi

Upaya dan strategi pemerintah dalam memotong penyebaran, penularan dan peningkatan angka kasus Covid-19 hingga saat ini terus digencarkan. Salah satunya, melalui keputusan pemerintah dengan diberikannya akses vaksin berbayar bagi masyarakat. Program ini dimaksudkan untuk mempercepat capaian vaksinasi nasional dan sifatnya tidak wajib. Masyarakat bisa tetap memilih, jika ingin mendapatkan vaksin lebih cepat dibuka kesempatan vaksinasi individu berbayar.

Namun, sayang keputusan akses vaksin berbayar inipun kini tengah menjadi sorotan publik, pro dan kontra pun tidak bisa terelakkan. Di satu sisi, keputusan pemerintah melalui dihadirkannya akses vaksin perbayar yang tertera dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No 19/2021 tentang perubahan kedua atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10/2021 tentang pelaksanaan vaksinasi dalam rangka penanggulangan pandemi Covid-19, membuka peluang percepatan program vaksinasi nasional, sekaligus kabar baik bagi masyarakat yang mampu menyediakan anggaran kesehatan. Sebaliknya, vaksinasi berbayar individu ini justru berpotensi menyulitkan kalangan yang pendapatan pas-pasan di masa pandemi Covid-19, terlebih harga yang ditetapkan relatif mahal.

Adapun, harga pembelian vaksin yang ditetapkan pemerintah adalah Rp321.660 per dosis dengan tarif maksimal pelayanan vaksinasi sebesar Rp117.910 per dosis. Artinya, apabila ditotal untuk dua kali vaksin, harganya mencapai Rp879.140 per orang. Uang sejumlah itu tentu sangat berarti bagi masyarakat menengah dan golongan kecil. Pasalnya, setiap bulannya harus menyisihkan anggaran esktra untuk membeli vitamin dan suplemen makanan untuk menjaga kesehatan keluarga, (sindonews.com, 12/7/2021)

Selain itu, vaksin berbayar juga berpotensi menimbulkan distrust pada masyarakat, bahwa yang berbayar dianggap kualitasnya lebih baik, sedangkan yang gratis dinilainya lebih buruk kualitasnya. Padahal, belajar di banyak negara agar masyarakatnya mau divaksinasi Covid-19, diberikan hadiah oleh pemerintahnya dengan tujuan agar makin banyak warga negaranya yang mau divaksin. Jadi bukan malah disuruh membayar. Oleh sebab itu, ada baiknya agar vaksin gotong royong berbayar untuk kategori individu dibatalkan. Jadi, kembalikan pada kebijakan semula, yang membayar adalah pihak perusahaan, bukan individual.

Dyah Titi Muhardini
Dosen FPP Universitas Muhmammadiyah Malang

Rate this article!
Tags: