Menyorot Mahalnya Harga Pangan

Oleh :
Dyah Titi Muhardini
Dosen FPP Universitas Muhammadiyah Malang

Persoalan melambungnya harga kebutuhan pokok hingga kini terus menyita perhatian publik. Berbicara kenaikan harga pangan di negeri ini, jika tercermatik seolah menjadi persoalan klasik yang selalu berulang bahkan seolah pemerintah tidak berdaya untuk mengatasinya. Realitas tersebut, selalu terbuktikan bahwa setiap awal tahun, harga sejumlah bahan pangan mengalami kenaikan. Salah satu yang sering menjadi alasan adalah soal stok pangan yang tipis di awal tahun karena mengandalkan sisa produksi tahun sebelumnya. Persoalanya, adalah terletak diregulasinya atau pengawasan pemerintah. Nah, dari situlah penulis berusaha mencari solusi alternatif untuk mengurai persoalan ketidakstabilan harga pangan sebagai bentuk kewaspadaan dalam menghadapi turbulensi harga pangan.

Mewaspadai turbulensi harga pangan

Stabilisasi komoditas pangan dalam suatu negara itu sejatinya sangat berarti dalam rangka untuk bertahan hidup suatu bangsanya. Oleh sebab itulah, desakan kepada pemerintah untuk mengendalikan harga bahan pokok terus berlanjut hingga kini. Pasalnya, beberapa harga kebutuhan pokok mengalami kenaikan seperti minyak goreng, telur ayam, cabai merah, cabai rawit, dan bawang merah. Turbulensi harga pangan terus berulang karena pemerintah tak mau menyentuh akar persoalan.

Situasi saat ini yang paling mendapat sorotan adalah harga minyak goreng. Bahkan, Organisasi Pangan dan Pertanian, indeks harga pangan Food and Agriculture Organization (FAO) dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah merilis indeks harga pangan tahun 2021 sebesar 124,9 (harga nominal) dan 124,2 poin (harga riil). Tertinggi secara nominal setelah tahun 2011 dan tertinggi secara angka riil dalam 25 tahun. Produk yang memiliki pengaruh terbesar dalam peningkatan harga pangan adalah minyak nabati, serealia, dan olahan susu.

Sedangkan, merujuk data dari Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, minyak goreng kemasan bermerek 1 masih bertengger di harga Rp20.950/kg dan minyak goreng kemasan bermerek 2 masih dijual Rp20.400/kg. Artinya, harga tersebut masih jauh dari harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng kemasan sederhana sebesar Rp11.000 liter yang ditetapkan pemerintah. Sementara, data dari penyedia data pasar finansial dan infrastruktur global, mencatat harga jagung naik sekitar 28 persen sejak awal 2021. Gandum melonjak 24 persen dan kopi meroket lebih dari 80 persen.

Melihat kenyataan itu, tentu besar harapan pemerintah bisa memperhatikan upaya menjamin ketersedianya pasokan stok komoditas agar terjadi stabilitas harga kebutuhan pokok. Salah satunya, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) perlu terus memantau secara intensif terkait pasokan masing-masing komoditas pangan untuk memastikan ketersediaan barang kebutuhan pokok. Sekaligus bisa belajar dan mengkoreksi dari hasil Peringkat Indeks Ketahanan Pangan Indonesia yang telah menurun, dari 65 pada 2020 menjadi 69 pada 2021.

Terlebih, pondasi ketahanan pangan adalah petani, modal, dan kelembagaan, untuk mencapai ketahanan pangan berkelanjutan, yang salah satu indikator adalah melalui stabilitas harga pangan secara nasional setidaknya harus terwujudkan agar tidak terus terjadi persoalan klasik kenaikan harga pangan yang selalu berulang terjadi di negeri ini.

Solusi menstabilkan harga pangan

Pembentukan Badan Pangan Nasional sejatinya merupakan manifestasi soal hidup matinya suatu bangsa. Bahkan, secara garis besar, kebijakan pangan Presiden Joko Widodo telah termaktub dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024. Titik tumpu yang menjadi target adalah peningkatan ketersediaan pangan yang bersumber dari produksi dalam negeri. Secara regulative tertera jelas dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2021 tentang Badan Pangan Nasional.

Detailnya, Perpres tersebut hadir guna menunaikan mandat pembentukan kelembagaan pangan yang diatur dalam Pasal 129 UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, sekaligus memberi sinyal bahwa kedaulatan pangan masih menjadi program prioritas pemerintah. Itu artinya, Posisi Badan Pangan Nasional tidak main-main karena berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Persoalahnya, hadirnya badan pangan nasional inipun seolah belum termasimalkan dalam upaya menstabilkan harga pangan di negeri ini. Selain mengandalkan badan pangan nasional dalam mengawal stabilitas harga pangan secara nasional, setidaknya berikut ini beberapa hal yang perlu terperhatikan dalam menstabilkan harga pangan, selain mengandalkan peran Badan Pangan Nasional.

Pertama, pemerintah harus memastikan distribusi komoditas kebutuhan pokok berjalan lancar, sehingga jangan sampai ada penimbunan. Salah satunya, perlu dilakukannya koordinasi yang baik antar Kementerian dan Lembaga terkait. Kementerian Perdagangan mesti melakukan pemeriksaan gudang-gudang yang menyimpan komoditas kebutuhan pokok untuk memastikan tidak terjadi penimbunan.

Kedua, memastikan operasi pasar pada sasaran yang tepat dan tidak ada penyimpangan sedikitpun menjadi kunci suksesnya tindakan pemerintah dalam langkah stabilisasi komoditas pangan di masyarakat. Untuk itu, idealnya operasi pasar perlu dilakukan secara tepat sasaran dan tidak ada penyimpangan sama sekali.

Ketiga, pemerintah perlu menyiapkan sejumlah kebijakan. Mulai terkait meningkatkan produksi, produktivitas, dan efisiensi usaha tani dan tata niaga komoditas pangan di hulu. Untuk pangan tropis berbasis sumber daya lokal, tidak ada alasan untuk tidak swasembada. Kebijakan tersebut, harus ditopang perluasan lahan pangan, perbaikan infrastruktur (irigasi, jalan, jembatan), pembenahan sistem informasi harga, pasar, dan teknologi.

Keempat, pemerintah perlu segera menentukan jenis dan jumlah pangan yang jadi objek stabilisasi. Pasalnya, jika terperhatikan dan cermati sejauh ini pemerintah belum menentukan komoditas pangan apa yang diatur dan jadi objek stabilisasi, baik pasokan maupun harga.

Berangkat dari keempat upaya pemaksimalan peran badan pangan nasional dan solusi stabilisasi harga pangan nasional di atas, sangat jelas adanya bahwa soal pangan akan berpotensi tarus mengundang kehawatiran banyak kalangan. Terlebih, lahan pertanian yang juga semakin sempit tergerus oleh alih fungsi lahan, di lain pihak jumlah penduduk bertambah semakin banyak. Oleh sebab itu, menjaga ketahanan pangan itu merupakan suatu keharusan, menyangkut ketersediaan, keterjangkauan dan pemanfaatan pangan itu sendiri. Kolaborasi dari banyak pihak perlu dilakukan secara sinergis dan adil.

——— *** ———-

Rate this article!
Tags: