Oleh :
Novi Puji Lestari
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Malang
Selama pandemi Covid-19 melanda dunia, tanpa terkecuali Indonesia berbagai sektor pun banyak terapuhkan termasuk dunia usaha. Salah satunya, dunia usaha yang terdampak oleh pukulan Covid-19 adalah Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Terlebih, berdasarkan catatan waktu pembatasan kegiatan masyarakat mampu menurunkan daya konsumsi secara signifikan sehingga perilaku konsumen turut berubah. Konsumen akhirnya cenderung bertransaksi secara digital. Bahkan, sebagai konsekwensi akibat yang ditimbulkan oleh pembatasan sosial, UMKM mengalami penurunan omzet hingga 70 persen. Agar dapat mendenyutkan kembali nadi UMKM, pelaku usaha patut beradaptasi dengan memanfaatkan teknologi digital seperti yang jamak dilakukan oleh konsumen saat ini.
Berbagai upaya pun terus dilakukan untuk terus mengeksistensikan UMKM ini. Salah satunya adalah menengok kiprah perempuan di sektor UMKM. Nah, melalui tulisan inilah penulis berusaha menyorot dan mengkaji eksistensi perempuan di sektor UMKM, terlebih dalam membantu perekonomian bangsa ini bisa bangkit dan berkembang kembali pasca Covid-19.
Dominasi Perempuan di Sektor UMKM
Di era digital dan pembangunan bangsa saat ini, kiprah perempuan dalam pembangunan bangsa kiranya tidak bisa dipandang sebelah mata. Sebagai contoh, peran perempuan dalam menjaga stabilitas perekonomian nasional melalui UMKM. Berdasarkan laporan Perkembangan UMKM dan Besar Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM), jumlah pelaku usaha di Indonesia sepanjang 2014 hingga 2018 mencapai 64 juta. Sebanyak 99,99 persen di antaranya merupakan pelaku UMKM. Dari jumlah tersebut, 50 persennya merupakan pelaku usaha perempuan.
Kemudian dilanjutkan, menurut laporan Bank Indonesia (BI) pada 2018 yang diberitakan, UMKM yang dijalankan perempuan berkontribusi sebesar 9,1 persen terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) nasional. Hal tersebut menandakan bahwa peran perempuan dalam perekonomian tergolong signifikan. Keterlibatan perempuan di sektor bisnis pun kian meningkat. Berdasarkan survei Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) pada 2020 yang dimuat Kompas.id, Jumat (22/1/2021), jumlah perempuan pelaku UMKM mencapai 50,7 persen. Sementara, kontribusi pelaku usaha laki-laki hanya 49,3 persen. Adapun jumlah responden dalam survei tersebut sebanyak 1.100 pelaku UMKM yang tersebar di Jawa dan luar Jawa, (Kompas, 25/10/2021).
Itu artinya, dalam survei itu, perempuan merajai sektor usaha mikro, sedangkan laki-laki mendominasi usaha kecil hingga besar. Selain itu, data tersebut menunjukkan bahwa usaha mikro perempuan lebih sigap dalam melakukan variasi dan berpindah sektor, lokasi atau produk, dibandingkan dengan pelaku usaha laki-laki. Melihat kontribusi perempuan pelaku UMKM terhadap perekonomian negara, dukungan kepada mereka seyogianya perlu diperkuat. Sehinga, sudah saatnya berbagai program pemberdayaan dan memberikan akses permodalan bagi perempuan pelaku UMKM kini saatnya dikedepankan. Selain itu, saatnya bantuan kepada UMKM lokal bisa semakin diperbanyak. Pasalnya, mengingat sektor UMKM ini memiliki kontribusi yang cukup besar dalam pemulihan ekonomi Indonesia di masa pandemi.
Pemberdayaan ekonomi perempuan
Para pelaku UMKM seperti diawal tulisan ini dijelaskan oleh penulis bahwa UMKM merupakan tulang punggung perekonomian bangsa. Ada 64 juta UMKM di Indonesia yang berkontribusi hingga 60% pada Pendapatan Domestik Bruto (PDB) nasional. Oleh karena itu, perlu kita apresiasi dan selamatkan UMKM agar berhasil bangkit dan melalui masa-masa sulit pandemi Covid-19 ini.
Berkenaan dengan hal tersebut, sejatinya Presiden Joko Widodo sudah meresmikan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI) pada tanggal 14 Mei 2020 yang salah satunya adalah guna mendorong national branding produk lokal unggulan, sehingga harapannya kedepan para pelaku UMKM mampu menciptakan industri dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Nah, berikut ini beberapa solusi yang bisa ditawarkan penulis dalam rangka melakukan pemberdayaan ekonomi perempuan.
Pertama, memberikan edukasi dan pemahaman kepada para pelaku UMKM khususnya perempuan mengenai kemampuan untuk adaptif dan kreatif di era pandemic. Melalui tindakan konkret tersebut, setidaknya bukti konkret yang memang saat ini dibutuhkan perempuan dalam mengembangkan UMKM di negeri ini.
Kedua, mengintensifikasi pemanfaatan teknologi digital bagi perempuan menjadi urgent untuk terhadirkan, pasalnya sangatlah penting dan perlu terus dikembangkan. Hal ini dilakukan agar pekerjaan yang dilakukan lebih fleksibel, dapat mempromosikan kesetaraan gender, mendukung perempuan makin berdaya, lebih berpartisipasi dalam segala bidang, dan perubahan perilaku masyarakat berbasis digital.
Ketiga, membuat program pembiayaan untuk memberikan pinjaman dan bantuan bagi perempuan kurang mampu. Pembuatan program pembiayaan inipun sangat dibutuhkan sinergisitas banyak pihak atau dukungan banyak pihak. Terlebih, perempuan pekerja gig economy yang perannya semakin signifikan dalam perekonomian digital.
Keempat, perlu meningkatkan inklusivitas gender dalam perumusan dan implementasi kebijakan pasca pandemic, pasalnya jika tidak ditingkatkan dikhawatirkan dapat semakin mengasingkan peran perempuan dalam pemulihan ekonomi pasca pandemi. Sehingga, dalam pembuat kebijakan perlu memastikan suara perempuan dapat terwakili dengan baik dalam perumusan program kebijakan atau kerangka hukum yang baru di masa mendatang.
Melalui keempat solusi yang ditawarkan penulis dalam rangka melakukan pemberdayaan ekonomi perempuan tersebut diatas. Besar kemungkinan jika terimplementasikan dengan baik dan maksimal maka eksistensi perempuan Indonesia dalam merajai sektor UMKM di negeri ini mampu tetap bertahan, sehingga sudah semestinya jika pemberdayaan ekonomi perempuan memang perlu mendapat perhatian banyak pihak. Terlebih, tantangan ekonomi digital dan inklusi keuangan saat ini sangat dibutuhkan kolaborasi antara multi-stakeholder termasuk pemerintah, akademisi, dunia usaha atau sektor swasta, komunitas, dan media massa.
———- *** ———–