Menyorot Soal Masuk Sekolah Jam 5 Pagi di NTT

Belakangan ini, upaya pemerintah provinsi Nusa Tenggara Timur (Pemprov NTT) yang tengah mengagendakan atau mewacanakan dan meminta agar jam masuk sekolah peserta didik setingkat SMA di NTT dimajukan menjadi pukul 05.00 WITA terus menuai perhatian dan sorotan publik. Mestinya kebijakan tersebut harus melalui kajian akademis terlebih dulu. Jika tidak wacana tersebut jelas melanggar asas transparansi dan partisipasi publik. Selain itu, kebijakan tersebut malah akan ditertawakan negara lain.

Oleh sebab itu, saatnya Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) gerak cepat memberikan respond dan masukan agar soal masuk sekolah jam 5 pagi di NTT tidak ditertawakan oleh komunitas pendidikan internasional. Terlebih, jika tertelusuri kebijakan dimajukannya jam sekolah di NTT tidak memiliki korelasi dengan capaian kualitas pendidikan di NTT. Padahal masalah pendidikan di NTT ini sangat banyak, di antaranya adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) NTT peringkat ke 32 di Indonesia berdasarkan data BPS pada 2021.

Terlebih merujuk laporan Kemendikbudristek banyak kelas-kelas di sekolah dalam kondisi rusak 47.832 kelas. Kemudian 66% SD belum dan berakreditasi C, 61% SMP belum dan berakreditasi C, serta 56% SMK belum dan berakreditasi C. Kemudian ribuan guru honorer di NTT diberi upah jauh dibawah UMK/UMP berkisar antara Rp200 ribu hingga Rp750 ribu per bulan. NTT juga menjadi provinsi dengan prevalensi stunting tertinggi sebesar 37,8% berdasarkan data Kemenkes per 2021, (Kompas, 28/2/2023).

Itu artinya, di Pemprov NTT mestinya fokus saja pada masalah yang esensial. Terlebih lagi, situasi kondisi pukul 05.00 WITA di NTT justru masih sepi aktivitas masyarakat dan suasana masih gelap. Sehingga berpotensi menciptakan tindak kriminalitas atau rentan faktor keamanan pada peserta didik dan pengajar. Dengan demikian, dengan menimbang kondisi riil di NTT maka P2G meski mendesak agar Pemprov NTT membatalkan kebijakan tersebut. Sekaligus, meminta agar Menteri Dalam Negeri untuk mengevaluasi dan menegur Pemprov NTT serta meminta Mendikbudristek berkoordinasi dan berkomunikasi dengan Pemprov NTT untuk mengkaji ulang kebijakan pendidikan tersebut.

Muhammad Yusuf
Dosen PPKn Universitas Muhammadiyah Malang.

Tags: