Meraih Cumlaude Haji dan Kurban

(Idul Ad-ha Membangun Keluarga Sakinah)

Oleh :
Yunus Supanto
Wartawan senior, penggiat dakwah sosial politik

Musim haji tahun 632 masehi (tahun ke-10 Hijriyah), Kanjeng Nabi Muhammad SAW, baru saja menunaikan tugas sebagai amirul haj, yang sekali-kalinya sepanjang hidup. Beliau ditanya: siapa diantara jamaah yang paling mabrur hajinya? Beliau SAW menjawab seraya menyebut satu nama dan alamat tinggal seseorang. Sepulang haji (di Madinah) para sahabat mencari lelaki yang disebut (kelak dijuluki sebagai Abdullah Mabrur).
Ternyata, Abdullah Mabrur itu, belum pernah berhaji!
Hadits sahih berbentuk cerita hikmah sahabat Nabi SAW (Abdullah Mabrur) itu, sudah sering dibacakan di berbagai pesantren. Tidak menjadi kontroversi setelah Kanjeng Nabi SAW menjelaskan makna mabrur secara hakiki. Menjadi berita gembira bagi yang belum pernah berhaji. Jadi, benarkah bisa mabrur tanpa haji? Dan sebaliknya, yang haji pun bisa tak memperoleh predikat  mabrur, kecuali hanya dikenal sudah haji.
Seluruh bekal (dan waktu) haji Abdullah Mabrur, saat itu dihabiskan untuk menolong tetangganya yang sedang sakit. Sehingga ia batal turut rombongan haji Rasulullah SAW. Namun toh ia memperoleh predikat cumlaude dalam ber-haji. Terdapat “rahasia” predikat haji mabrur (yang bakal dijamin dengan garansi hidup sejahtera dunia sampai akhirat). Inilah keadilan Ilahi, yang bisa memberi predikat haji mabrur untuk muslim yang tidak melaksanakan ibadah haji secara faktual.
Pengurbanan Abdullah Mabrur, sesuai dengan takaran maksimal kemampuan. Hal serupa pernah dilakukan oleh nabi Ibrahim a.s., berkali-kali, dengan menggelontor seluruh kekayaannya untuk berkurban pada Idul Ad-ha. Pada puncak kekayaannya, keluarga nabi Ibrahim a.s. menyembelih 1000 onta dan lembu plus 3000 domba (saat ini senilai Rp 26 milyar)! Kedermawanan ini menjadi pelajaran kesetiakawanan sosial global.
Melaksanakan kurban dan ibadah haji, hakikatnya me-napak tilas ritual ibadah yang dilakukan oleh nabi Ibrahim a.s,. Serta pengurbanan keluarganya (nabi Ismail, as.a., anaknya, dan Siti Hajar, istrinya). Ritual (serangkaian rukun berhaji): thawaf, sa’i, lempar jumroh, dan berpuncak pada wukuf di padang Arofah. Seluruhnya dilakukan oleh keluarga nabi Ibrahim a.s., pada sekitar tahun 2.400 tahun sebelum masehi. Tujuannya, mengukuhkan prasetya (sumpah) meng-hamba kepada Ilahi. Sekaligus kesetiaan antar-anggota rumahtangga.
Nabi Ibrahim a.s., meninggalkan istri dan anak bayinya (yang baru berusia beberapa hari) di padang tandus, Makkah. Lokasinya di sisi petilasan tempat ibadah manusia pertama, nabi Adam a.s., dan nabi-nabi terdahulu. Ribuan malaikat (berdasar catatan kitab-kitab suci) juga berdzikir di tempat yang sama. Lokasi (petilasan) itu penuh berkah. Siti Hajar (istrinya) yakin, bahwa lokasi ini penuh berkah. Suaminya (nabi Ibrahim a.s.) tidak bermaksud menelantarkan istri beserta bayinya.
Keberkahan Zam-zam
Tetapi berkah, tidak pernah datang secara gratis serta-merta, melainkan wajib diupayakan gigih. Upaya keras dilakukan Siti Hajar, berlari-lari antara bukit Shofa ke bukit Marwah, untuk mencari air. Berkah mulai terlihat. Ternyata, ditemukan genangan air di balik bokong bayinya (nabi Ismail a.s.). Setelah digali, genangan menjadi sumber air yang sangat berlimpah. Kelak, sumber air bawah tanah ini dikenal sebagai zam-zam, sumber air yang tak pernah susut.
Siti Hajar, menjadi penguasa zam-zam, semacam SPBU (stasiun pengisian bahan bakar) satu-satunya di padang pasir. Setiap kafilah (rombongan dagang) selalu istirahat mengisi perbekalan utama perjalanan di padang pasir, air. Setiap kafilah menyerahkan “mahar” untuk memperoleh air zam-zam. Tak lama, Siti Hajar menjadi perempuan terkaya di padang pasir, mampu membangun rumah tempat tinggal, dan membangun area zam-zam.
Kisah upaya keras Siti Hajar mencari air (berlari-lari) tujuh trip dari bukit Shofa ke bukit Marwah, di-abadi-kan sebagai ritual haji. Dalam rukun (prosesi) haji, disebut sa’i. Kini ritual sa’i, berada dalam gedung tertutup, dilengkapi udara pendingin (full AC) pula. Area zam-zam juga “di-aman-kan” dalam bangunan gedung. Bahkan sumur zam-zam sudah tidak nampak dari luar. Peng-aman-an ini agar sumur zam-zam tidak dikotori polusi, karena semakin banyaknya jamaah haji (dan umroh) dari seluruh dunia.
Rukun haji yang lain, lempar jumroh, juga me-napak tilas keyakinan keluarga nabi Ibrahim a.s. Lemparan pertama (ula) dilakukan untuk menghajar keraguan (rayuan setan) oleh nabi Ibrahim a.s. Lemparan kedua (wustho) dilakukan oleh Siti Hajar, yang coba  dipengaruhi setan, agar menolak niat nabi Ibrahim a.s., untuk melaksanakan mimpinya. Lempar jumroh ketiga (aqobah) dilakukan nabi Ismail a.s. (masa remaja) agar menolak sebagai kurban (sesuai mimpi nabi Ibrahim a.s.).
Tidak mudah merealisasi “mimpi wahyu” nabi Ibrahim a.s. Walau model kurban manusia biasa dilakukan pada masa pra-Islam. Berbagai bangsa di dunia memiliki kebiasaan mengorbankan manusia sebagai sesembahan kepada dewa. Terutama bangsa-bangsa di Eropa, benua Amerika, Afrika sampai Asia tenggara. Tetapi pengorbanan manusia, tidak dibenarkan, karena bertentangan dengan prinsip kemanusiaan.
“Mimpi wahyu” nabi Ibrahim, hanya sekadar uji ke-pasrah-an kepada Ilahi. Pada masa mudanya, nabi Ibrahim a.s., juga pernah dimasukkan dalam kobaran api besar, oleh penguasa (raja) Namrudz. Tetapi Allah SWT, menyelamatkan nabi Ibrahim a.s., tidak terbakar (bahkan jubahnya juga utuh). Berbagai ujian itu menempatkan nabi Ibrahim a.s., sebagai manusia paling pasrah kepada Tuhan. Kelak, kedua dua anaknya (nabi Ismail a.s., dan nabi Ishaq a.s.), cucunya (nabi Ya’qub a.s.), dan cucu buyutnya (nabi Yusuf a.s.) menjadi Rasul Allah.
Fenomena Ziarah Ka’bah
Bahkan keluarga nabi Ibrahim a.s., menjadi “penghulu” agama-agama di dunia. Termasuk keturunan nabi Ya’qub a.s., menjadi agama Yahudi. Juga penghulu nasrani (nabi Isa a.s., keturunan nabi Yahya a.s.), serta Islam (nabi Muhammad SAW, keturunan nabi Ismail a.s.). Itu doa nabi Ibrahim a.s., untuk seluruh keturunannya. Begitu pula doa khusus untuk kota Makkah, di-doa-kan agar diberkati banyak buah. Padahal tidak ada satu pohon yang tumbuh di Makkah. Tetapi kenyataannya kelak, aneka buah-buahan diperdagangkan di Makkah.
Makkah, menjadi kota yang diberkati. Kemakmurannya melebihi kota-kota lain di dunia. Menjadi kota yang paling banyak dikunjungi. Begitu pula sumur zam-zam, menjadi yang paling banyak diteguk dan diambil airnya. Milyaran galon air zam-zam telah di-distribusikan ke seluruh dunia. Tetapi volume dan debitnya nampak tidak berkurang.
Tetapi berkah paling besar, adalah pembangunan (peninggian) petilasan Ka’bah oleh nabi Ibrahim a.s., bersama putranya, nabi Ismail a.s. Untuk baitullah, Ka’bah, nabi Ibrahim a.s., berdoa agar sebagian manusia cenderung men-ziarahi. Pada seratus terakhir terakhir, manusia dari berbagai bangsa mendatangi baitullah. Saat ini, setiap tahun tak kurang dari 10 juta orang dari berbagai penjuru dunia men-ziarahi Ka’bah, di Makkah. Setiap jamaah haji dan umroh, cenderung menempelkan tubuh ke dinding baitullah.
Muslim yang jauh dari Makkah, termasuk Indonesia, bersemangat menunaikan haji maupun umroh. Sejak zaman nabi Muhammad SAW, melaksanakan haji selalu tidak mudah, harus membawa bekal cukup. Bagai sunnah rasul. Karena Kanjeng Nabi SAW pun pernah mengalami penundaan ibadah haji selama setahun. Maka mabrur-nya ibadah haji, pastilah bukan hanya pada pelaksanaan seremonil ritual (rukun haji) secara lengkap.
Ibadah haji (dan kurban), lazimnya mampu “me-revolusi” mental setiap muslim. Tercermin dalam perilaku, seperti keluarga nabi Ibrahim a.s. Yakni, dermawan terhadap tetangga. Serta mengukuhkan kesetiaan (saling percaya) dalam keluarga, membentuk rumahtangga keluarga sakinah (tenteram).

                                                                                                          ———   000   ———

Rate this article!
Tags: