Merangsang Minat Belajar Anak dari Barang Serba Bekas

Dekan Keparawatan National Cheng Kung University (NCKU) Prof Yen Miaofen melihat APE untuk penyandang retardasi mental karya mahasiswa profesi keperawatan UM Surabaya, Kamis (12/11).

Dekan Keparawatan National Cheng Kung University (NCKU) Prof Yen Miaofen melihat APE untuk penyandang retardasi mental karya mahasiswa profesi keperawatan UM Surabaya, Kamis (12/11).

APE Sederhana untuk Penyandang Retardasi Mental
Kota Surabaya, Bhirawa
Setiap anak memiliki hak yang sama untuk belajar dan menempuh pendidikan. Tak terkecuali para penyandang retardasi mental. Mereka memiliki kekurangan pada tingkat kecerdasan dan kemampuan beradaptasi. Lalu, bagaimana merangsang minat belajar mereka?
Alat Permainan Edukatif (APE) telah menjadi kebutuhan tak terpisahkan dalam proses belajar mengajar anak. Tak terkecuali mereka para penyandang retardasi mental. Namun tentu saja ada perbedaan, kebutuhan APE bagi anak normal dan anak berkebutuhan khusus harus disesuaikan.
Perbedaan kebutuhan itulah yang menarik perhatian dua mahasiswa profesi keperawatan Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya untuk menciptakan APE sederhana khusus penyandang retardasi mental. Disebut sederhana lantaran bahan baku untuk membuat APE itu tidak harus beli, alias bisa menggunakan barang bekas. Kedua mahasiswa tersebut ialah Nita Pratiwi dan Ira Purnama Sari. Karya-karya itu mereka pamerkan di tengah suasana peringatan Hari Kesehatan Nasional (HKN) yang jatuh, Kamis (12/11).
Nita mencontohkan tiga APE untuk penyandang retardasi mental seperti congklak, puzzle gambar dan boneka story telling. Berbeda dengan congklak yang umumnya dijual di pasaran. Dia membuat congklak itu dari tempat telur bekas. Jumlah lubang untuk bermain pun dibatasi hanya sepuluh lobang. “Orang biasanya mengenal dengan sebutan dakon. Jumlah lubang umumnya ada 12, tapi kita buat hanya sepuluh saja,” kata Nita.
Penggunaan lubang hanya sepuluh lantaran alat ini digunakan untuk merangsang anak belajar berhitung. “Penyandang retardasi mental di bawah usia 10 tahun, belum mampu menghitung lebih dari angka 10. Karenanya, ini (congklak) kita buat sesuai kebutuhan mereka,” tambah dia.
Ira Purnama Sari menambahkan, selain congklak dia juga memamerkan puzzle bergambar. Puzzle ini juga sangat mudah dibuat. Hanya dari kertas HVS yang sudah digambar dan ditempel pada kardus. Setelah ditempel, kertas itu lalu dipotong menjadi empat sampai lima bagian. Potongan itu sengaja dibuat dengan ukuran besar karena untuk memudahkan mereka menata kembali. “Gambar puzzle pun tidak boleh rumit. Saya hanya membuat gambar buah-buahan untuk puzzle. Lagi-lagi ini untuk menyesuaikan dengan kemampuan berpikir mereka,” tutur Ira.
Wakil DekanĀ  Fakultas Ilmu Kesehatan (FIK) UM Surabaya Mundzakir menambahkan, karya-karya mahasiswa tersebut cukup sederhana dalam pembuatannya dan implementasinya di kelas. Namun dari sisi manfaat, APE tersebut efektif untuk merangsang minat belajar anak. Hal ini juga sudah dilakukan penelitian selama satu bulan dengan menggunakan sampel penyandang retardasi mental di SDLB Alpha Kumara Wardana 2 Surabaya.
“Kita memantau perkembangan 30 anak didik yang belajar menggunakan APE ini. Sebanyak 26 di antaranya mampu mengikuti pembelajaran secara efektif. Siswa pun lebih cepat mencerna materi pembelajaran,” tutur Mundzakir.
Karya-karya mahasiswa itu pun sempat menarik perhatian Dekan Keperawatan National Cheng Kung University (NCKU) Yen Miaofen. Usai memberi kuliah tamu di kampus yang beralamat di Jalan Sutorejo 59 Surabaya itu, Miaofen menyempatkan diri untuk menilik karya-karya tersebut. Pihaknya mengaku, ada banyak beasiswa bagi para mahasiswa yang memiliki produk-produk ilmiah semacam ini. “Kita akan kerjasama dengan UM Surabaya untuk student dan lecture exchange. Tapi perlu ada seleksi untuk mahasiswa. Khususnya mereka yang punya karya ilmiah,” pungkas dia. [Adit Hananta Utama]

Tags: