Merasa Lebih Nyaman Bekerja Ditemani Cucak Rowo dan Jalak Bali

Kepala UPT PPPK Dindik Jatim Drs Sumardijono MSi dengan sebagian koleksi burung di kantornya.

Kepala UPT PPPK Dindik Jatim Drs Sumardijono MSi dengan sebagian koleksi burung di kantornya.

Kota Surabaya, Bhirawa
Setiap orang punya cara berbeda untuk menciptakan suasana di tempat kerja  lebih nyaman dan menyenangkan. Bisa dengan memajang foto keluarga, atau menghias ruangan dengan ornamen yang disukai. Begitu juga dengan Drs Sumardijono MSi, pejabat eselon III Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim yang memiliki hobi merawat burung. Uniknya dia memilih membawa koleksinya ke kantor sebagai pelipur lelah selama bekerja.
Jarum jam menunjukkan pukul 12.00. Meski memasuki musim penghujan,  hujan kemarin siang di Surabaya masih terasa begitu terik. Pada jam itu, seluruh pegawai di UPT Pelatihan dan Pengembangan Pendidikan (PPPK) Dindik Jatim menghentikan sejenak pekerjaannya untuk beristirahat. Pada jam itu pula, Sumardijono kepala di institusi tersebut meluangkan waktunya untuk mengunjungi taman yang terletak persis di belakang ruang kerjanya. Di taman itu, tak ada hal lain yang ingin dilakukan Mar, sapaan akrab Sumardijono kecuali menengok koleksi burung kesayangannya.
Sambil berjalan, satu siulan Mar langsung dijawab dengan nyanyian merdu dan kencang sepasang burung Cucak Rowo. Ya, di taman itulah belasan koleksi burung milik Mar berada. “Melihat kantor ini memungkinkan untuk ditempati burung, sehingga burung-burung ini saya bawa dari rumah supaya suasana kantor lebih asri,” kata Mar.
Ada berbagai jenis burung di taman itu, mulai Cucak Rowo, Labet, Kacer, Perkutut, Parkit, Black Root hingga jenis burung langka Jalak Bali. Di antara koleksinya, ada dua jenis yang paling disenangi, yakni Cucak Rowo dan Jalak Bali. Keduanya menurut Mar memiliki kelebihan yang berbeda, Cucak Rowo suaranya kencang sedangkan Jalak Bali rupanya lebih indah. “Semua jenis burung suka. Tapi Jalak Bali ini burung langka, harus punya sertifikat dari Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) untuk bisa memilikinya. Jadi ada kebanggaan tersendiri bisa memilikinya,” tuturnya.
Bagi Mar, keberadaan berbagai jenis burung di kantornya ini benar-benar berarti. Banyaknya pekerjaan hingga mengharuskannya sering pulang malam, merupakan hari-hari yang melelahkan di usianya yang kini sudah di atas 50. Namun bersama kicauan burung-burung ini, suasana di kantor bisa tetap segar. “Berangkat pagi, pulang malam. Kalau ditaruh rumah, kapan bisa mendengar kicau burung. Tapi di rumah juga ada koleksi burung lainnya,” kata dia.
Tidak hanya Mar, guru dan siswa SMK yang mengikuti magang maupun pelatihan di tempat itu juga senang dengan keberadaan burung-burung di UPT yang terletak di kompleks Universitas Negeri Surabaya itu. “Peserta yang mengikuti pelatihan di sini sekaligus menginap di asrama. Sore hari saat senggang, mereka yang suka dengan burung biasanya juga langsung ngumpul di taman,” kata dia.
Karena banyak yang suka, Mar pun tidak khawatir koleksinya itu akan hilang. Sebab, selain kantornya dilengkapi CCTV, pegawai lain dan para peserta pelatihan dari luar kota banyak yang suka. Sehingga semuanya pun saling menjaga agar burung-burung ini tetap aman.
Meski demikian, bukan berarti Mar tidak pernah mengalami sedihnya kehilangan burung kesayangan. Peristiwa itu terjadi sekitar  2005 lalu. Saat itu merupakan pertama kalinya dia memulai hobi mengoleksi burung dengan membeli burung Cucak Rowo liar. Saat pertama beli, Cucak Rowo itu masih belum bisa berkicau. Dia pun harus merawatnya sekitar tiga tahun, sampai kicaunya berbunyi engkel kemudian menjadi dobel. “Waktu kicaunya sudah dobel, eh… malah dicuri. Geton (Nyesel) ku rasane setengah mati,” kenangnya.
Pengalaman itu tidak memupuskan kecintaannya untuk terus mengoleksi burung. Hingga saat ini dia sudah memiliki berbagai jenis burung di rumah maupun di kantor. “Sebenarnya masih ingin punya satu burung lagi, yaitu Merak. Tapi rasanya tidak akan mungkin karena  hewan itu dilindungi,” tutur dia.
Ada berbagai jenis burung koleksi Mar, namun dia mengaku belum ada hasrat untuk beralih dari kolektor menjadi peternak. Hanya saja, dia sempat berusaha ingin mengembangbiakkan burung Jalak Bali. Meski sudah punya tiga pasang, dua di kantor dan satu pasang di rumah, tapi sampai saat ini ketiganya tak kunjung bertelur.
Padahal, dia sempat berkonsultasi dengan pakarnya burung di Kebun Binatang Surabaya. Semua saran pun sudah di lakukan. Tapi hasilnya tak kunjung didapatkan. “Mungkin belum jodoh kali ya, jadi mereka nggak mau kawin sampai sekarang,” kata dia bercanda.* [tam]

Tags: