Meratapi Kepunahan Bahasa Daerah

Oleh :
Siti Khodijah
Dosen Bahasa Inggris Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq (UIN KHAS) Jember

Bahasa merupakan identitas suatu bangsa karena menunjukkan identitas personal seseorang. Semakin loyal masyarakat menggunakan bahasanya, maka bangsanya semakin memiliki integritas yang tinggi, karena suatu bahasa melekat dengan suatu budaya.

Salah satu fungsi bahasa adalah untuk mengidentifikasi suatu kelompok, yang berarti dengan menggunakan bahasanya, seseorang bisa menguak identitasnya.

Setiap individu atau kelompok memiliki aksen atau gaya bahasa yang berbeda dari yang lain, hal ini dipengaruhi oleh suku, etnis maupun status sosial yang dimilikinya. Selain itu, untuk mengategorikan etnis seseorang atau kelompok harus memahami unsur budaya yang ada dalam masyarakat, dalam hal ini adalah bahasa. Namun seiring berkembangnya suatu zaman, ada beberapa bahasa yang punah dan ditinggalkan oleh penuturnya.

Indonesia merupakan sebuah negara yang multilingual, memiliki banyak bahasa dan budaya yang berbeda-beda, yang berarti bahasa yang dimiliki pun beraneka ragam tergantung daerahnya, namun banyak juga yang punah dan terancam punah.

Menurut Ethnolgue: language of the world, Indonesia adalah negara kedua yang memiliki bahasa daerah terbanyak. Ada kurang lebih 742 bahasa daerah yang tersebar di seluruh pelosok negeri ini. Namun, dalam beberapa dekade terakhir ini ada ratusan bahasa daerah di Indonesia yang terancam punah.

UNESCO mencatat ada 100 bahasa yang terancam punah, dan puluhan lainnya masuk kategori punah. Dari 700 bahasa daerah yang ada, sekitar 10 persen yang tersisa dalam beberapa puluh tahun mendatang, yaitu hanya 70 bahasa yang masih eksis. Hal ini tentu sangat memprihatinkan. Kehilangan sebuah bahasa, bisa diartikan kehilangan jatidiri suatu daerah.

Hal ini disebabkan karena generasi sekarang lebih banyak menggunakan bahasa indonesia dan bahasa inggris dalam percakapan sehari-hariya. Mereka lebih suka mengikuti tren bahasa gaul anak jaman sekarang, karena menganggap bahasa tersebut lebih modern daripada melestraikan bahasa daerahnya. Padahal, kurangnya perhatian terhadap suatu bahasa daerah ini sebenarnya mengakibatkan lunturnya suatu identitas daerah.

Bahasa daerah diidentikkan dengan bahasa yang kuno dan kolot. secara sosial, penutur yang tetap menggunakan bahasa daerah dilabeli sebagai sosok orang kampung. Namun, kalau penutur menggunakan bahasa Indonesia, mereka akan dilabeli sebagai orang modern. Hal inilah yang membuat beberapa orang tua muda membiasakan berbahasa dengan anaknya menggunakan bahasa Indonesia agar keluarganya dianggap sebagai orang modern. Tidak ada lagi kesadaran bahwa bahasa daerah merupakan warisan budaya luhur yang harus dilestarikan.

Contoh yang paling sederhana yaitu panggilan untuk orang tua dalam keluarga. Sebutan bapak untuk orang tua lelaki dan sebutan ibu untuk orang tua perempuan sudah mulai ditinggalkan. Orang tua jaman sekarang cenderung dipanggil papa, aba, abi, bahkan daddy, dan untuk sebutan ibu, mereka lebih senang dipanggil mama, bunda, umi, uma, maupun mami. Pemakaian kosa kata asing, baik dari bahasa inggris maupun dari bahasa arab lebih banyak dikenalkan pada generasinya karena dianggap lebih modern, sehingga panggilan untuk bapak dan ibu dalam keluarga ditinggalkan karena dianggap kuno.

Selain alasan diatas, punahnya suatu bahasa daerah juga terjadi karena adanya transmigrasi, perkawinan antar etnik, suku dan budaya. Hal ini tentu membuat penuturnya berpindah ke bahasa lain yang keduanya sama-sama paham dan bisa dituturkan. Contohnya yaitu ketika orang Bugis menikah dengan orang Jawa, maka bahasa yang digunakan yaitu Bahasa Indonesia. Mau tidak mau, hal ini pasti akan mempengaruhi bahasa pada anak. Bahasa pertama yang akan dikenalkan oleh orang tuanya pasti Bahasa Indonesia. Dengan begitu, anak tersebut tidak akan paham dengan Bahasa Jawa maupun Bahasa Bugis. Kasus tersebut bisa menyebabkan suatu bahasa daerah terancam punah, dan bisa punah kalau terus menerus ditinggalkan.

Berbicara mengenai bahasa, tidak lepas dengan budaya, karena identitas etnis seseorang tersebut akan diketahui dari bahasanya. Semakin bahasa daerah itu banyak penutur, semakin solid budaya tersebut. Bahasa berperan penting dalam menentukan identitas etnis suatu kelompok. Contohnya saja orang madura. Hampir disetiap kota yang ada di Indonesia selalu ada orang maduranya, hal ini diketahui dari cara bicaranya. Ketika mereka tinggal di Jakarta, bahkan di luar negeri, mereka akan tetap memakai logat bahasa mereka yang khas. identitas sebagai orang madura masih melekat, tanpa ditanya pun, pendengar pasti tahu kalau orang itu berasal dari madura. terlebih ketika mereka bertemu dengan penutur yang memiliki logat madura juga, secara otomatis mereka akan berbicara memakai bahasanya. loyalitas tersebut masih terasa.

Selain bahasa madura, bahasa daerah yang masih setia dengan penuturnya yaitu bahasa Jawa dan Bali. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya penutur yang masih setia dengan bahasa daerah tersebut. orang jawa masih dianggap hebat karena masih loyal menggunakan bahasa jawanya. sedangkan bahasa bali dianggap bertahan karena bahasanya memiliki kesatuan dengan budaya dan agama. meskipun masih banyak penuturnya, bahasa-bahasa tersebut bukan berarti tidak terancam punah.

dari uraian diatas, penggunaan bahasa Indonesia dan penguasaan teradap bahasa asing memang dibutuhkan di era saat ini karena tuntutan dunia kerja yang semakin berdaya saing global dan menuntut manusianya untuk menguasai bahasa asing. Namun, bukan berarti kita melupakan bahasa daerah yang notabennya merupakan bahasa sendiri. Sudah sepatutnya kita sebagai generasi penerus bangsa mencintai dan bangga menggunakan bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari disamping bahasa nasional dan bahasa asing, karena bangsa yang besar yaitu bangsa yang melestarikan bahasa dan budayanya.

——— *** ———-

Rate this article!
Tags: