Meratapi Runtuhnya Pilar Keadilan

Oleh :
Alfian Dj
Staf Pengajar Muallimin Yogyakarta ; Mahasiswa Program Doktor Fak Hukum UII

Fiat justitia ruat caelum,
” Hendaklah keadilan ditegakkan, walaupun langit akan runtuh.”

Indonesia adalah Negara yang meletakkan hukum diatas segalanya,Pasal 27 ayat 1Undang Undang Dasar 1945mengamanatkan: segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.

Keadilan memang bukan satu satunya tujuan dari penegakan hukum, disamping keadilan, hukum juga dituntut untuk dapat menjamin adanya kepastian dan kemanfaatan, dari tiga tuntutan tersebut keadilan merupakan hal yang harus dikedepankan.

Fence Wantu pakar Hukum Acara Pidanamenyatakan”Adil hakikatnya adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya dan memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya dengan bersandar pada asas bahwa semua orang sama kedudukannya di muka hukum (equality before the law).

Secara Normatif Undang undang No 48 tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan keadilan wajib untuk tetap ditegakkan “DEMI KEADILAN BERDASAR KETUHANAN YANG MAHA ESA’ pernyataan tersebut memiliki makna bahwa segala putusan hakim harus mampu memberikan rasa keadilan yang berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa.

Lembaga peradilan dituntut tidak hanya memberikan kepastian hukum, akan tetapi juga memberikan keadilan dan kemanfaatan sosial ditengah masyarakat melalui putusan-putusannya.

Publik pernah diramaikan dengan putusan Majelis Hakim pengadilan Negeri Situbondo Jawa Timur yang menjatuhkan vonis berupa hukuman percobaan selama 15 bulan terhadap nenek Asyani, Asyani divonis bersalah karena memiliki kayu hasil hutan tanpa dilengkapi dokumen.

Tahun 2009 ada kasus Mbok Minah yang didakwa melakukan pencurian tiga buah kakau seberat tiga kilogrambila ditaksir saat itu harga hanya Rp.2000 per kilogramnya, Hakim menjatuhkannyavonis1 bulan 15 hari dengan masa percobaan 3 bulan.

Disisi lain masyarakat acap kali disuguhkanDisparitas pemidanaan, kasus yang masih menjadi perbincangan adalah putusan yang diberikan kepada Djoko Tjandra buronan 11 tahun.

Pengadilan mengabulkan kasasi yang diajukan Djoko Tjandra, Pengadilan tingkat banding mengurangi hukuman Djoko Tjandra dari 4 tahun 6 bulan menjadi 3 tahun 6 bulan. Walaupun kemudian Mahkamah Agung kembali memperberat hukuman Djoko Tjandra menjadi 4,5 tahun penjara.

Pada awal 2020 lalu publik dikejutkan dengan vonis Pengadilan Negeri Lhoksukon kepada Isma yang terjerat UU ITE, Setelah vonis dijatuhkan Isma harus mengajak anaknya yang masih berumur enam bulan kedalam sel,kala itu sang anak masih membutuhkan ASI dari sang ibu, walaupun tidak berapa lama kemudian setelah mendapatkan desakan dari berbagai pihak Isma mendapatkan Asimilasi.

Hal yang berbeda terjadi pada kasus mantan jaksa Pinangki yang divonis menerima suap 500 ribu dolar AS, setara Rp 7,5 miliar dari terpidana Djoko Sugiarto Tjandra, setelah mengajukan banding hukumannya berubah dari awalnya 10 tahun menjadi 4 tahun penjara dan denda Rp 600 juta.

Alasan Hakim kala itu, Pinangki mengaku bersalah dan menyesali perbuatannya serta mengiklaskan dipecat dari profesi jaksa, pertimbangan lainnya adalah statusnya sebagai seorang ibu yangmasih mempunyai anak berusia empat tahun.

Setelahmenjalani setengah atau 2/3 masa hukuman pada tanggal 6 September 2022 Pinangki mendapat pembebasan bersyarat.

Kisah lain yang tidak kalah menariknya terkait belum dipecatnya Irjen Napoleon Bonaparte dari keanggotaannya di Korps Bhayangkara, padahal Mahkamah Agung sudah memberikan putusan vonis kasasi yang diajukannya sejak tanggal 3 November 2021 silam.

Selanjutnya juga patut dipertanyakan apakah selama menjalani hukuman yang bersangkutan masih menerima haknya sebagai anggota Bhayangkara atau tidak.

Harapan
Masyarakatberharap kalimat yang pernah diucapkan oleh Lucius Calpurnius Piso Caesoninus “Fiat justitia ruat caelum” yang bermakna hendaklah keadilan ditegakkan walaupun langit akan runtuh dapat direalisasikan.

Equalitybefore the law seperti yang diamanahkan oleh Undang Undang Dasar 1945 juga dapat dapat ditegakkan dandirealisasikan.Selanjutnya sinergisitas antar para penegak hukum dan masyarakat juga mutlak diperlukan.

Hukumharus menjadi perekat bangsa, bukan meretakkan anak bangsa, hukum benar benar memberikan rasa gembira bukan ketakutan, hukum harus menebar keadilan bukan ketimpangan, hukum harus memberikan kepastian bukan keraguan, serta memberi kemanfaatan bagi seluruh rakyat Indonesia.

——– *** ———

Rate this article!
Tags: