Merdeka Belajar dan Guru Penggerak

Oleh.:
Ida Wahyuni
Penulis adalah Guru IPA SMP Negeri 10 Malang dan Mahasiswa Program Doktor Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM)

Anak didik kita dilahirkan pasti memiliki keistimewaan yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Kita sebagai pendidik diharapkan mampu menjadi teman belajar yang menyenangkan bagi mereka agar proses belajar benar-benar atas kesadaraannya sendiri dan merdeka atas pilihannya.

Diperlukan waktu yang cukup serta kesabaran yang total dalam memfasilitasi, agar anak mampu untuk mengenali potensinya. Bakat anak bisa tumbuh ketika anak sudah memiliki minat dan mau berlatih untuk mengasah keterampilannya. Untuk mengawali proses belajar, pendidik juga perlu memiliki kemampuan mendengar yang baik. Tidak hanya sekedar mentransfer pengetahuan dan mendikte anak-anak atas kehendak pendidik.

Sebenarnya merdeka belajar dan guru penggerak bukanlah sesuatu yang baru dalam dunia pembelajaran. Penganut ideologi humanistik dalam pembelajaran telah mendikusikan secara mendalam dua tema tersebut lebih dari setengah abad yang lalu. Satu cara yang harus dilakukan untuk menyelamatkan generasi muda ini adalah melalui kemerdekaan belajar”. Pada tahun 1962 Everett M. Rogers menulis buku berjudul Diffusion of Innovation dimana pada buku tersebut memuat satu bab tersendiri tentang penggerak atau agen perubahan.

Kegagalan dan keberhasilan, kemampuan dan ketidakmampuan dilihat sebagai interprestasi yang berbeda yang perlu dihargai dan diapresiasikan. Kebebasan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Siswa adalah subjek, bukan objek. Mereka harus mampu menggunakan kebebasan untuk melakukan pengaturan diri dalam belajar. Praktik pembelajaran yang tidak memerdekakan adalah ketika belajar dihadapkan dan ditetapkan pada aturan yang jelas dan ketat.

Pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Bahkan kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang bisa berakibat adanya hukuman. Maka tidak heran ketika guru memberikan informasi bahwa akan ada kegiatan guru rapat atau besok kita libur, suara gemuruh menyambut kesenangan itu luar biasa. Seolah-olah anak terbebas dari belenggu dan beban belajar, ini yang perlu kita renungkan. Kenangan ini juga menjadi kenangan saya ketika mengajar sebelum masa pandemi. Sedih rasanya jika mengingat suasana itu. Kangen dengan suara anak-anak yang gemuruh ketika menerima informasi baik yang menyenangkan atau yang tidak menyenangkan bagi mereka.

Kunci Penting

Pendidikan adalah kunci untuk semua kemajuan dan perkembangan yang berkualitas karena dengan pendidikan, manusia bisa mewujudkan semua potensi dirinya baik sebagai pribadi maupun sebagai warga masyarakat. Kepribadian, akhlak mulia, dan keterampilan hidup mandiri di masa mendatang menjadi pusat perhatian dunia pendidikan. Pemerintahpun sangat fokus pada permasalahan pendidikan kepribadian atau pendidikan karakter. Pemerintah melalui agenda nawacita yang ke-8 menyatakan bahwa penguatan revolusi karakter bangsa melalui budi pekerti dan pembangunan karakter peserta didik sebagai bagian dari revolusi mental.

Sebagai pengajar, guru tetap harus bisa mengintegrasikan nilai-nilai karakter kedalam proses pembelajaran, baik itu masuk kedalam materi ajar, tugas maupun ulangan harian. Komunikasi dengan siswa didik di berbagai aplikasi mengajar seperti WhatsApp tautan, Google Classroom, Zoom Meeting, Google Meet, dan lain-lain senantiasa kita lakukan dalam kegiatan belajar mengajar. Ada hal berkomunikasi yang mungkin dianggap sepele dan biasa diterjadi tetapi ternyata sangat penting untuk kita perhatikan dalam upaya penanaman karakter yang baik untuk anak didik ketika kita bercakap di media online. Saya contohkan ketika mereka menjawab chatting dengan guru menggunakan bahasa “OK” atau “AKU” maka saya selalu mengingatkan kepada mereka untuk mengganti jawaban dengan “IYA” dan “SAYA” ketika berkomukasi kepada orang yang lebih tua. Akhirnya hal ini terus mereka pakai ketika kami berkomunikasi.

Proses pembelajaran formal terjadi di lingkungan institusi pendidikan formal yaitu sekolah, namun hampir delapan bulan ini pemerintah Republik Indonesia menginstruksikan untuk melakukan gerakan kerja dari rumah atau Work From Home (WFH) yang mengharuskan masyarakat untuk bekerja secara online dari rumah mereka masing-masing, Belajar Dari Rumah (BDR) bagi siswa sekolah dengan tujuan untuk memustus rantai penyebaran virus corona. Dengan dilaksanakan Pembetasan Sosial Berskala Besar (PSBB) menambah waktu dan usia panjang dalam pelaksanaan PJJ yang berdampak pada tidak efektifnya proses kegiatan tersebut. Akibatnya, timbul masalah dan kendala yang dialami oleh para guru maupun para peserta didik antara lain kejenuhan dan rasa bosan para peserta didik dikarenakan terlalu lamanya mereka harus bertahan di rumah dengan kegiatan yang monoton. Guru harus berusaha mengantisipasi kejenuhan ini dan diharapkan mengembangkan kompetensi ketrampilan dalam menggunakan media online dan aplikasi pembelajaran online yang kian hari kian berkembang.

Guru juga harus memberi materi yang berisi konten-konten penyemangat untuk memberikan motivasi agar peserta didik di rumah tetap semangat dalam menjalani aktifitas sehari-hari. Materi yang diberikan kepada siswa juga harus bervariasi tetapi tidak menyimpang jauh dari materi pelajaran misalnya disisipkan cuplikan video ringan, quiz yang menarik ataupun gambar lucu yang menghibur dengan begitu siswa tidak merasa jenuh dan bosan dalam belajar di rumah.

Tantangan ke Depan

Semua guru berusaha semaksimal mungkin berdasarkan kemampuan masing masing untuk bisa melaksanakan proses pembelajaran saat ini dengan sebaik mungkin untuk tetap menanamkan nilai nilai karakter yang diintegrasikan dalam pembelajaran maupun dalam kehidupan sehari-hari mereka dirumah, yaitu: religius, nasionalis, mandiri, gotong royong, dan integritas.

Semua berharap pandemi virus Covid-19 dapat menyadarkan semua bilamana terjadi perubahan gaya hidup dan berbagai persoalan yang belum kita ketahui dampaknya, kita harus bisa berdamai dengan keadaan dan dengan diri sendiri.

Merdeka belajar yang diharapkan pemerintah hanya bisa dilakukan jika para guru menjadi penggerak kemajuan. Guru Penggerak diharapkan dapat mendorong tumbuh kembang murid secara holistik dan menjadi pelajar Pancasila. Guru penggerak akan menjadi inspirasi bagi guru-guru yang lainnya, memiliki inovasi mengajar dan media mengajar yg variatif sekaligus menjadi tutor sejawat disekolah, mengajari temannya yg belum bisa menjadi bisa. Dengan cara itulah maka harapan merdeka belajar dari guru penggerak bisa terwujud yang pada akhirnya akan membuat lembaga pendidikan melesat dan menjadi pembeda bagi sekolah yang lainnya. Semoga harapan kedepan terwujud, dan saat inipun semua guru adalah guru penggerak dalam scope of work di sekolah masing-masing.

————- *** —————

Rate this article!
Tags: