Merdeka, Harga Mati !

Eka Sugeng AriadiOleh:
Eka Sugeng Ariadi
Mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya (Unesa)

Bagi kita, warga negara Republik Indonesia, selain NKRI harga mati, merdeka juga (harusnya) harga mati, bukan lagi harga tawar, apalagi (maaf) harga obral. Ringkasnya, bila NKRI harga mati itu artinya menjaga keutuhan bangsa dan negara di seluruh wilayah NKRI, dari Sabang sampai Merauke, maka merdeka harga mati pun menegaskan bahwa negara ini sepenuhnya berdaulat, memiliki hak prerogatif, bebas, berkehendak mengatur sumber daya manusia (SDM) dan mengelola sumber daya alam (SDA) serta membina kehidupan “rumah tangganya”dengan harmonis sesuai prinsip, pedoman dan ideologinya sendiri tanpa intervensi dari negara manapun dan dalam bentuk apapun. Hal ini dijelaskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bahwa merdeka berarti bebas dari penghambaan, penjajahan, berdiri sendiri, tidak terkena atau lepas dari tuntutan, tidak terikat, tidak tergantung pada pihak lain dan sebagainya. Kemerdekaan berarti keadaan (hal) dimana kita bebas dari penghambaan, penjajahan, dan lain-lain. Maka, orang yang merdeka adalah orang yang memperoleh keadaan seperti makna di atas.
Presiden Soekarno ketika berpidato pada HUT Proklamasi tahun 1964 menyatakan bahwa, “Firman Tuhan inilah gitaku, Firman Tuhan inilah harus menjadi gitamu; innallahu la yu ghoiyiruma bi qaumin, hatta yu ghoiyiruma bi anfusihim, Tuhan tidak merubah nasibnya suatu bangsa sebelum bangsa itu merubah nasibnya.” Artinya dengan mengutip salah satu ayat Al Qur’an, Bung Karno mengingatkansemua warga negaranya dari dulu, sekarang dan akan datang, bahwa negara ini akan menjadi merdeka atau tetap menjadi negara budak, semua tergantung keinginan, kemauan dan usaha kerasSDM-nya sendiri. Sehingga, layak untuk menjadi perenungan saat ini, menyongsong peringatan Hari Kemerdekaan RI yang ke-71, apakah kita (sebagai individu), anggota dari masyarakat dan warga negara telah benar-benar merdeka?
Insan Merdeka atau Budak?
Beberapa hari lagi, negeri ini akan merayakan Hari Kemerdekaannya yang ke 71. Jika dipersonifikasi dengan umur manusia, usia 71 tahun terkategori sudah tua, sudah sepatutnya semakin dekat dengan Tuhannya. NKRI adalah negara beragama, berke-Tuhanan yang Maha Esa, bukan negara atheis, komunis, dan sekuleris. WNI muslim harus semakin taat dan dekat pada Allah Swt dan Rasul-Nya, yang Nasranijuga makin mendekat dengan Tuhannya, begitu pula yang Budha, Hindu dan penganut kepercayaan lainnya pun demikian. Pesan bijaknya, tua-tua keladi, makin tua makin tahu diri. Semakin tua janganlah semakin (men)jauh dari tuntunan agama, karena sebentar lagi akan mati, dan yang diharapkan tentu akhir yang baik (khusnul khatimah) bukan akhir yang buruk (su’ul khatimah). Untuk itulah, penulis mengajak pembaca memahami makna kemerdekaan yang sebentar lagi akan kita rayakan dalam perspektif agama, khususnya agama Islam.
Dalam kehidupan praktis seorang muslim, yang dikatakan insan merdeka jika seorang individu (hamba) tersebut tunduk dan menghamba sepenuhnya pada Tuan kita, yaitu Allah Swt (Tuhan YME). Tuan kita bukanlah uang, pekerjaan, bisnis, kolega sesama manusia, dan lain-lain. Sehingga ketika sudah terdengar panggilan Allah Swt (adzan/panggilan ibadah), maka sepatutnya semua urusan dunia kita tinggalkan. Sangat tidak pantas menunda-nunda untuk menemui-Nya hanya karena sibuk bisnis, sibuk rapat, sibuk mengajar, dan kesibukan lainnya. Bila masih demikian keadaannya, maka hakekatnya kita masih seorang budak
Dalam konteks kehidupan seorang muslim dalam bermasyarakat dan bernegara pun tak beda.Bila penyelenggara kehidupan bermasyarakat dan bernegara ini masih tunduk, patuh dan taat, bahkan menghamba kepada negara lain dalam mengatur kebijakan-kebijakan rakyatnya sendiri, atau membela mati-matian kepentingan asing, tegamengorbankan kesejahteraan rakyatnya sendiri,atau mempersilahkan negara lain mengeruk kekayaan alam sebanyak-banyaknya padahal bisa dikelola sendiri, maka jelaslah masyarakat dan negara ini masih seorang budak tak berdaya. Secara yuridis, negara ini disebut negara merdeka dan berdaulat, akan tetapi pada praktik kehidupan sehari-hari sesungguhnya tidaklah demikian.
Secara fakta, negara initidak mampu menolak rakusnya Amerika mengeruk sedalam-dalamnya dan selama-lamanya gunung emas di Papua, negara ini juga keder ke negara Israel sehingga bendera Bintang David dengan leluasanya menghiasi gedung-gedung, fasilitas umum dan rumah-rumah warga Tolikara. Gempuran negara Cina menguasai 3 Bank plat merah dan BUMN lainnya, serbuan jutaan tenaga kerjanya ke perusahaan-perusahaan dalam negeridan sekaligus barang-barang produksinya tak mampu dibendung lagi oleh penyelenggara negara. Revolusi mental negara justru tak berdaya mendidik generasi mudanya dengan akhlak yang mulia dan membentengi mereka dari masifnya pergaulan bebas, pornograsi, pelecehan seksual, narkoba dan lainnya, yang kesemuanya mayoritas adalah efek dari neo-kolonialisme melalui penjajahan budaya, penjajahan ekonomi, ideologi, dan sebagainya. Tidak berlebihan kiranya bila penulis menyatakan bahwa merdeka dengan keadaan seperti ini adalah merdeka dengan harga obral.
Oleh karenanya, dalam perspektif agama Islam, Allah Swt telahmemberikan solusi agar individu dan penyelenggara negaranya menjadi insan-insan yang merdeka. Dikatakan merdeka bila terbebas dari pengaruh, bujuk rayu dan ajakan setan yang pastinya akan membawa ke jurang kehancuran, kerugian dan kesesatan. Kristalisasi pola pikir dan pola sikap insan yang merdeka adalah menjadikan ketaatan dan ketaqwaan hanya kepada Allah Swt dan Rasul-Nya sebagai urusan utama dan pertama diatas urusan lainnya. Sehingga mereka terbebasdari penghambaan semata-mata pada kepentingan dunia, lepas dari belenggu hawa nafsu, syahwat politik dan kekuasaan, dan persekutuan dengan negara-negara penjajah.
Bukankah Allah Swt telah berfirman dalam QS. Al-Dzariaat [51]: 56, yang artinya, “Dan Aku tidakmenciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.”Hikmahnya,manusia merdeka adalah manusia yang menjadikan ridlo Allah Swt semata sebagai tujuan utama dan pertama dalam segala aktifitas baik dalam hal ibadah maupun kegiatan sehari-hari, dan sekaligus menjadikan semua aturannya sebagai pedoman hidup. Perintah Allah Swt dalam ayat ini diperjelas dalam kisah Ruba’i bin Amir, seorang utusan Panglima Saad bin Abi Waqqash, dalam menjawab pertanyaan Panglima Rustum, pemimpin pasukan Persia ketika perang Qadhisiyah, tentang mengapa pasukan Islam ingin menaklukkan Persia. Ruba’i menjawab dengan tegas, “Allah Swt memerintahkan kami untuk membebaskan manusia dari memperhambakan diri kepada selain Allah dan melepaskan belenggu duniawi menuju dunia bebas, dan dari agama yang sesat menuju keadilan Islam.”Inilah merdeka, harga mati! Jangan menjadikannya harga tawar, apalagi harga obral.Maka diusia kemerdekaan yang sudah senja ini, jangan biarkan kita dan negeri ini menjadi budak-budak setan dan sekutunya.

                                                                                                                       ——— *** ———-

Rate this article!
Merdeka, Harga Mati !,5 / 5 ( 1votes )
Tags: