Mereduksi Praktik Korupsi Dana Desa

Oleh :
Syamsul Huda
Kasubag Penyusunan Program dan Anggaran pada Inspektorat Provinsi Jawa Timur

Prioritas ketiga “Nawa Cita” mengisyaratkan pembangunan dilakukan dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara kesatuan. Dengan agenda pembangunan ini, maka Pemerintah telah menetapkan bahwa Desa menjadi salah satu prioritas pembangunan.
Dari sebanyak 74.754 desa di Indonesia, pada Tahun 2016 Pemerintah telah mengalokasikan Dana Desa sebesar 45 Trilyun atau jika di rata-rata sekitar 600 juta/desa/tahun, sedangkan Tahun 2017 dialokasikan sebesar 60 Trilyun untuk 74.954 desa (naik 200 desa) atau rata-rata sekitar 800 juta/desa/tahun, bahkan untuk Tahun 2018 Pemerintah merencanakan sebesar 120 Trilyun atau sekitar 1,6milyar/desa/tahun. Selain alokasi anggaran dana desa Pemerintah Kabupaten juga menganggarkan Alokasi Dana Desa (ADD).
Besarnya anggaran yang dikelola desa diharapkan mampu meningkatkan derajat kesejahteraan masyarakat desa serta mampu membangun desa menjadi lebih maju. Tidak dipungkiri bahwa beberapa daerah telah mampu mengubah “wajah desanya”. Namun tidak dapat dinafikan pula bahwa besarnya Dana Desa dan Alokasi Dana Desa merubah perilaku beberapa oknum perangkat desa untuk mengambil keuntungan pribadi.
Jika dahulu korupsi menjadi konsumsi birokrat murni, dengan besarnya ADD dan DD maka merangsang perangkat desa untuk ikut melakukan tindak pidana korupsi, sehingga kesejahteraan tidak dinikmati oleh masyarakat desa namun hanya dinikmati oleh perangkat desa dan keluarganya, artinya tidak hanya anggarannya yang masuk desa namun juga “korupsi masuk desa”, meskipun permasalahan ini hanya terjadi di beberapa daerah.
Dari 74.000 lebih desa di Indonesia, sebanyak 900 desa lebih telah terjadi penyimpangan, hal ini disampaikan oleh Presiden Joko Widodo saat bersilaturahmi dengan masyarakat di Desa Muruy, Kecamatan Menes, Kabupaten Pandeglang, Banten tanggal 04 Oktober 2017. Selain itu Indonesia Corupption Watch (ICW) juga menyampaikan bahwa sejak tahun 2016 sampai Agustus 2017 telah terjadi korupsi anggaran desa sebanyak 110 kasus dengan nilai kerugian sebesar 30 milyar.
Lemahnya Pembinaan dan Pengawasan
Seperti artikel yang pernah saya tulis sebelumnya di media ini, bahwa permasalahan pengelolaan dana desa terjadi diantaranya karena perangkat desa tidak memahaminya administrasi pertanggung jawaban, selain itu lemahnya pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh pendamping desa serta aparat pengawasan internal pemerintah daerah.
Berdasarkan hasil monitoring Inspektorat Provinsi Jawa Timur tahun 2016 di 18 Kabupaten di Jawa Timur, rata-rata Pemerintah Kabupaten hanya melakukan monitoring dan evaluasi pengelolaan dana desa sebesar 5,28 % pada desa di wilayahnya.
Kurangnya pembinaan dan pengawasan Aparat Pengawasan Internal Pemerintah membuka peluang terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan anggaran desa. Lemahnya pembinaan dan pengawasan ini sangat membuka peluang terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan ADD dan Dana Desa termasuk penyimpangan yang berindikasi korupsi.
Progam ‘Kades Lawas’
Melihat besarnya ekspektasi pemerintah terhadap alokasi anggaran untuk desa serta melihat realitas permasalahan di desa, maka Pemerintah Provinsi Jawa Timur melalui Inspektorat Provinsi melakukan inovasi dengan menggandeng Inspektorat Kabupaten dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten untuk membantu menjawab kesulitan masyarakat dan perangat desa khususnya terkait pengelolaan bantuan keuangan di Desa baik Alokasi Dana Desa, Bantuan Keuangan Desa maupun Dana Desa dengan program yang diberi nama “KADES LAWAS” yang merupakan akronim dari Kawal Desa Melalui Pengawasan. Program Klinik Konsultasi ini diperuntukkan bagi perangkat desa untuk mengetahui solusi atas permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan bantuan keuangan di desa dengan tempat konsultasi di salah satu kantor kecamatan pada Kabupaten terkait.
Banyaknya permasalahan dalam pengelolaan ADD dan DD di desa salah satunya disebabkan karena tidak pahamnya perangkat desa dalam mengelola anggaran tersebut. Data dukungan administrasi bantuan keuangan juga seringkali lemah sehingga menimbulkan keraguan aparat pengawas maupun aparat penegak hukum yang kemudian menimbulkan “persepsi kerugian Daerah/Negara”.
Inovasi Pemerintah Provinsi Jawa Timur melalui Program KADES LAWAS merupakan implementasi fungsi pembinaan Inspektorat dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa di Daerah. Di Jawa Timur sendiri, terdapat sekitar 8.499 Desa atau sebesar 11,5% dari total jumlah desa di Indonesia, untuk itu perlu dilakukan pembinaan yang serius untuk mereduksi penyimpangan dalam pengelolaan anggaran desa dan KADES LAWAS merupakan terobosan yang dirasa cukup baik, inovatif dan benar-benar dapat membantu perangkat desa dalam mengelola anggaran di Desanya.
Dari hasil penelitian Indonesia Corruption Watch (ICW) disampaikan bahwa penyebab terjadinya korupsi dana desa salah satunya karena terbatasnya kompetensi kepala desa dan perangkatnya dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban dana desa.
Menjawab permasalahan ini, maka sangat tepat jika fungsi pembinaan yang dilakukan Inspektorat Provinsi Jawa Timur, Inspektorat Kabupaten dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa untuk mengambil peran sebagai konsultan untuk membantu perangkat desa dalam membenahi administrasi pengelolaan anggaran desa sehingga penyimpangan yang disebabkan karena keterbatasan sumber daya manusia dapat diminimalisasi, artinya kurangnya pembinaan dalam pengelolaan Dana Desa dan ADD akan berkontribusi bagi adanya penyimpangan dalam pengelolaannya.
Selain untuk memberikan solusi atas kebingungan perangkat desa dalam mengelola ADD dan Dana Desa, KADES LAWAS juga menampung pengaduan dari masyarakat terhadap dugaan kecurangan yang dilakukan perangkat desa.
Melihat besarnya animo perangkat desa dalam melakukan konsultasi menunjukkan bahwa keberadaan klinik konsultasi ini sungguh-sungguh diharapkan oleh Pemerintah Desa. Selain itu, tanggapan pejabat daerah terhadap keberadaan klinik ini sangat positif seperti yang disampaikan oleh Bupati Sampang yang sangat apresiatif atas dibukanya klinik konsultasi pengelolaan bantuan keuangan di Desa di Kabupaten Sampang.
Mendekatnya pelayanan konsultasi dan pengaduan ke masyarakat diharapkan mampu membangun kepercayaan masyarakat akan berubahnya paradigma yang diberikan oleh Pemerintah Daerah. Jika dahulu dikenal bahwa “birokrat minta dilayani”, maka dengan kehadiran klinik konsultasi ini, dapat ditunjukkan bahwa “saatnya sekarang birokrat melayani masyarakat”.
Diharapkan ‘Kades Lawas’ mampu mereduksi tingkat korupsi di Desa khususnya di Jawa Timur, dan keberadaannya mampu memperbaiki kepercayaan masyarakat kepada Pemerintah khususnya Pemerintah Daerah di Jawa Timur.

                                                                                               ———— *** ————-

Rate this article!
Tags: