Merespons Kepentingan Lokal dan Global

Yunus Supanto(Reshuffle dengan “Kekuatan” Penuh)

Oleh :
Yunus Supanto
Wartawan senior, penggiat dakwah sosial politik

Pemerintahan presiden Jokowi semakin kuat saat ini. Beberapa survei menunjukkan, bahwa tingkat kepercayaan masyarakat semakin besar, dibanding setahun lalu. Begitu pula dukungan politik dari parpol. Terakhir, dukungan politik semakin kuat setelah PAN dan Golkar, menyatakan bergabung. Tapi mengapa masih dilakukan reshuffle kabinet? Ternyata, bukan sekadar “meng-akomodir” dua parpol yang baru bergabung. Melainkan juga merespons “kepentingan” global.
Tambahan dukungan politik, memang patut diapresiasi oleh presiden. Seperti kata pepatah, “no lunch free” (tidak ada makan siang gratis) dalam altar politik. Dalam hal ini Golkar memperoleh jatah menteri pada Kementerian Perindustrian (yang akan dibawahkan oleh Airlangga Hartarto). Sedangkan PAN memperoleh jatah pada Kementerian PAN-RB (Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi, dibawahkan oleh Asman Abnur).
Urusan perekonomian dalam negeri, menjadi perhatian presiden dalam reshuffle. Kinerja perdagangan diserahkan pada kader partai Nasdem, yang telah lama dikenal sebagai pengusaha sukses, Enggartiasto Lukita. Sudah lama dikenal publik secara nasional, diantaranya memimpin REI (Real Estate Indonesia) dan Kadin pusat. Enggartiasto Lukita, juga pernah “memiliki” majalah mingguan cukup serius (majalah EDITOR). Sehingga hubungannya dengan wartawan selalu cair.
Begitu pula kementerian Perindustrian, menjadi salahsatu pos yang mengalami pergantian. Kader Golkar, Airlangga Hartarto, coba dihadirkan untuk membenahi kinerja perindustrian. Airlangga, bagai memiliki “trah” pada kementerian Perindustrian. “Trah” itu diharapkan bagai genetika yang manjur. Karena toh, umumnya industri nasional (berskala besar bertaraf internasional) telah didirikan lebih dari 30 tahun lalu.
Pabrik besar bermodal multi-nasional, dirintis pada dekade 1980-an. Misalnya, kelompok industrian otomotif, elektonika, dan tekstil serta pabrik kertas. Juga pabrik jamu yang marak di Jawa Tengah. Saat itu (awal dekade 1980-an) Kementerian Perindustrian dibawahkan oleh Ir. Hartarto. Siapa tak kenal dengan tokoh nasional dengan genre suara bariton itu? Ir. Hartarto (ayah Airlangga Hartarto), tidak tanggung-tanggung membawahkan kementerian perindustrian selama 15 tahun (termasuk ketika menjadi Menko Menperin).
Kaliber Global
Saat ini, problem paling serius rezim Jokowi adalah reformasi birokrasi, dan pemantapan Nawacita. Penataan birokrasi seyogianya menjadi perhatian serius, dimulai dari rekrutmen ASN (Aparatur Sipil Negara, dulu PNS). Problem transparansi dan kejujuran, menjadi prioritas. Manakala birokrasi masih suka berbelit-belit, niscaya menghambat investasi. Lebih lagi, jika banyak korupsi. Maka reformasi birokrasi harus lebih cepat dilaksanakan sebagai pilar good governance.
Reshuffle kabinet, juga menyasar kinerja sektor distribusi dan energi kelistrikan menjadi prioritas. Presiden merasa perlu mempercepat kinerja distribusi yang menjadi tupoksi Kementerian Perhubungan. Hadirnya mantan Dirut Angkasa Pura II (Budi Karya Sumadi), menggambarkan keinginan kuat presiden untuk memacu sektor transportasi. Seolah-olah, transportasi darat dan laut, harus bisa dilakukan secepat penerbangan.
Reshuffle (kedua) juga mengakomodir “kepentingan” global. Beberapa tokoh dengan reputasi internasional dipasang sebagai anggota kabinet. Itu menandakan Kabinet Kerja memerlukan banyak “teman” pada level internasional. Hadirnya tokoh berkaliber internasional, merupakan respons terhadap pergaulan internasional. Selama hampir dua tahun kepersidenan, Jokowi sudah kerap mengikuti berbagai even internasional bidang ekonomi, dan politik. Juga gerakan bersama sedunia (penanggulangan terorisme dan lingkungan hidup).
Berbagai tawaran kerjasama juga telah dijalin, terutama perdagangan dan alih teknologi. Perekonomian makro internasional patut menjadi perhatian, selain prioritas masalah di dalam negeri. Alur perdagangan (ekspor dan impor) akan menjadi “bahan pembangunan,” membentuk struktur neraca berjalan. Niscaya akan mempengaruhi APBN, serta kinerja kabinet perlu prioritas dan percepatan. Misalnya sektor keuangan, perdagangan, iklim invetasi (perizinan), dan kemaritiman. Sektor-sektor itu pula yang saat ini perlu dipercepat, tergambar dari reshuffle.
Beberapa tokoh dimasukkan dalam struktur kabinet rezim. Termasuk tokoh “stok lama.” Hadirnya Sri Mulyani, dan Archandra Tahar, merupakan respons presiden Jokowi untuk mempercepat kinerja dalam tata hubungan internasional. Kedua tokoh ini (sama-sama independen, non-parpol), telah dikenal luas di tataran global. Dalam hal ini Sri Mulyani, dapat dianggap sebagai “wakil” bank dunia (Wolrd Bank).
Tugas terdekat Menteri Keuangan, adalah “mengawal” tax amnesty (pengampunan pajak), dengan berbagai peraturan. Tidak mudah melaksanakan tax amnesty, karena beberapa negara memiliki proteksi untuk menjaga likuiditas keuangan. Singapura misalnya, tidak ingin kehilangan rekening nasabah dengan isi  ukuran gendut. Diperlukan tatacara pengakuan (deklarasi jumlah kekayaan), serta cara memungut pajaknya. Lebih lagi pada tahun 2018, seluruh dunia akan menerapkan model transparansi pertukaran laporan keuangan.
Nyaman Politik dan Ekonomi
Tokoh bidang lain yang memiliki pergaulan internasional, juga direkrut presiden Jokowi. Khususnya untuk mengurusi kementerian energi dan sumber daya mineral (ESDM), yang dipercayakan kepada Archandra Tahar. Menteri ESDM ini akan menjadi anggota kabinet termuda (masih berusia 45 tahun). Namun memiliki beban cukup berat. Yakni untuk “menjinakkan” kesepakatan global bidang ke-energi-an.
Beban menteri ESDM semakin strategis dan vital, setelah MK (Mahkamah Konstitusi) pada November 2012, membubarkan BP Migas (Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi). SKK Migas, kini dibawahkan oleh menteri ESDM. Mega proyek ke-listrik-an, serta penambangan minyak dan gas di Maluku, memerlukan pejabat senior (menteri) yang telah memiliki “banyak teman” internasional.
Menteri ESDM (yang baru) harus dapat menjamin, bahwa seluruh kontrak kerjasama wajib disesuaikan dengan UUD pasal 33 ayat (3). UUD mengamanatkan, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Dalam hal kontrak migas dan berbagai pertambangan lain (emas, timah dan batubara) konon, belum menjamin kepentingan nasional.
Selain sebagai respons global, reshuffle di-skenario (pengharapan) lebih menjamin percepatan pertumbuhan ekonomi. Juga kesejukan politik. Karena itu presiden Jokowi mempercayakan pada “stok lama” pula. Yakni, dua jenderal: Wiranto, dan Luhut Binsar Pandjaitan. Kepentingan dalam negeri, seolah bertumpu pada dua tokoh “stok lama” itu. Keduanya juga dikenal biasa bekerja dalam metode  kesejukan, disertai kinerja khas tentara, intelijen.
Sebagai menteri senior (menteri koordinator yang membidangi beberapa kementerian), kedua jenderal diharapkan kukuh dengan ketegasan. Boleh jadi, Menko Kemaritiman Luhut, akan menambah personel (sebagai staf ahli Kemenko) seorang tokoh “pawang” transportasi laut. Hal itu mengingat dalam empat bulan terakhir, transportasi laut di-incar teroris perompak.
Begitu pula Menko Polhukam Wiranto, bisa menambah staf khusus ke-parpol-an. Banyak UU (undang-undang) bidang ke-parpol-an terasa kurang meng-akomodir nilai-nilai keadilan demokrasi. Sehingga undang-undang bidang cepat berubah. Misalnya, tiga kali pileg (2004, 2009 dan 2014) selalu disertai perubahan UU Pemilu. Termasuk perubahan UU tentang Pilpres. Problem electoral threshold, serta presidential threshold, selalu menjadi perdebatan.
Reshuffle kabinet kedua pemerintahan Jokowi, di atas kertas, menunjukkan arah pemerintahan yang semakin baik. Masyarakat akan menunggu hasil kerja nyata anggota kabinet. Ujung pengharapan adalah, tidak terjadi kegaduhan harga pangan (naik meliar), serta penegakan hukum lebih kongkret.

                                                                                                                      ——— *** ———

Tags: