Meretas Jalan Menuju Desa yang Berdaya

Tursilowanto Hariogi, S.IP, MM, Asisten Pemerintahan dan Kesra Pemkab Gresik [kerin ikanto/bhirawa]

Tursilowanto Hariogi, S.IP, MM, Asisten Pemerintahan dan Kesra Pemkab Gresik [kerin ikanto/bhirawa]

Gresik, Bhirawa
Mengamati fenomena perkembangan pemberdayaan desa dari aspek historis, sosiologis, yuridis maupun aspek politis, cukup menarik. Ini karena penuh dengan dinamika, problematika serta karakteristiknya yang unik. Demikian dikatakan Tursilowanto Hariogi, S.IP, MM, Asisten Pemerintahan dan Kesra Pemkab Gresik.
Dikatakan Tursilo, biasa lelaki ini dipanggil, pada  masa sebelum kemerdekaan oleh pemerintah kolonial Belanda dikenal dengan sebutan ‘selfbestuur’ atau swatantra yang dalam perkembangannya bahkan hampir mengarah kepada terbentuknya daerah tingkat III pada kurun waktu rezim orde lama.
Disebut demikian karena memang sistem pemerintahan sendiri (otonom) dilakukan oleh sekelompok masyarakat yang memiliki batas-batas wilayah, adat istiadat atau kebiasaan serta adanya sistem pranata sosial yang merupakan kesepakatan warganya dalam keseharian.”Itulah cikal bakal mendasari pengakuan otonomi desa yang bersifat khusus dan diakui secara turun temurun sampai sekarang,” jelas Tursilo.
Agar upaya pemberdayaan desa tetap menarik dengan berbagai keunikannya, maka hal-hal yang perlu dilakukan kajian diantaranya  tentang pengaturan hukum otonomi desa, kelembagaan desa, sumber daya manusia dan sumber pendanaan desa.
Untuk pengaturan hukum otonomi desa era baru dalam penyelenggaraan pemerintahan desa telah dimulai sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang secara operasional ditindaklanjuti dengan beberapa Peraturan Pemerintah (PP).
Pertama, Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2014 sebagaiman telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2015 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 tahun 2014 tentang Desa.”Kedua Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2014 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 2015 tentang Dana Desa yang bersumber dari APBN,” jelas mantan Kabag Pemerintahan Pemkab Gresik ini.
Selanjutnya, dari kedua peraturan pemerintah itu  terdapat beberapa pasal yang memberi amanat kepada Menteri Dalam Negeri untuk membentuk peraturan menteri dan kemudian lahirlah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 111 tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Peraturan Desa, Permendagri nomor 112 tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Desa, Permendagri nomor 113 tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa dan Permendagri 114 tahun 2014 tentang Pedoman pembangunan Desa.
Melengkapi pranata hukum yang digunakan sebagai pedoman dalam upaya pemberdayaan pemerintah Desa itu  oleh Menteri Desa, Pembangunan Daerah tertinggal dan Transmigrasi dikeluarkan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah tertinggal dan Transmigrasi Nomor 5 tahun 2015 tentang Penetapan prioritas Pembangunan Dana Desa tahun 2015.
Menurut Tursilo, di Kabupaten Gresik  pemberdayaan penyelenggaraan Pemerintahan Desa menuju Desa mandiri  telah menjadi komitmen bersama antara Bupati selaku Kepala Daerah dengan  segenap Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dimulai ditetapkannya Peraturan Daerah Kabupaten Gresik nomor 12 tahun 2015 tentang Pedoman Pencalonan, Pemilihan, Pengangkatan Dan Pemberhentian Kepala Desa yang ditindak lanjuti Peraturan Bupati Gresik nomor24 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Bupati Gresik nomor 23 Tahun 2015 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 12 tahun 2015 tentang Pedoman Pencalonan, Pemilihan, Pengangkatan Dan Pemberhentian Kepala Desa.
Teknis Pengelolaan Dana Desa, Bagi Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah serta Alokasi Dana Desa tahun 2015, Peraturan Bupati nomor 9 tahun 2015 tentang Pedoman Penyesuaian Masa jabatan Perangkat Desa, Peraturan Bupati Gresik nomor 34 tentang Pendelegasian sebagian kewenangan Bupati kepada Camat dalam rangka evaluasi APBDesa dan Peraturan Bupati Gresik nomor 35 tahun 2015 tentang Pedoman Evaluasi Rancangan Peraturan Desa tentang APBDesa.
Dari apa yang disajikan itu  dapat diperoleh gambaran bahwa sebagai kesatuan wilayah hukum penyelenggara pemerintahan yang diakui keberadaannya sesuai hak asal usul kewenangannya sebagaimana dimaksud pada penjelasan pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 maka sesungguhnya upaya pemberdayaan desa itu adalah merupakan bentuk nyata pengakuan pemerintah terhadap otonomi desa.
Sementara, sebagai lembaga penyelenggara Pemerintahan terendah yang langsung berhadapan dengan masyarakat, Pemerintah Desa memiliki posisi strategis dalam statusnya sebagai entitas pengelola keuangan desa, penyusun regulasi bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan penjaga kelestarian nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang di masyarakat (local wisdom) serta upaya peningkatan kesejahteraan dan pemberdayaan masyarakat.
Dalam kapasitasnya sebagai entitas pengelola keuangan, pemerintah desa dituntut berperilaku transparan dan akuntabel dalam mengelola dana baik yang bersumber dari pemerintah pusat,  pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten maupun hasil usaha desa sendiri yang merupakan pendapatan asli desa yang dituangkan dalam Anggran Pendapatan dan Belanja Desa. “APB Desa sesungguhnya merupakan implementasi program kerja tahunan pemerintah desa sekaligus realisasi aspirasi masyarakat yang diagregasikan saat musrenbangdes,” jelas Tursilo.
Ditambahkan Tursilo, sebagai penyusun sekaligus pelaksana regulasi desa bersama BPD, pemerintah desa harus mampu menampung berbagai aspirasi masyarakat yang sedang berkembang, menjaga serta melestarikan nilai-nilai yang ada dalam wilayah desanya.
Selain itu menyusun kerangka strategis bagi upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat serta memaduserasikan perencanaan pembangunan wilayah desa sekitar, baik yang tercermin melalui program jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang dalam bingkai konsep pembangunan lokal, regional maupun nasional. [eri,adv]

Tags: