Meretas Prestasi Timnas

Pelatih timnas U-22, harus berangkat dari “titik nol.” Setelah dikalahkan oleh Myanmar, Luis Milla, mulai mencermati potensi anak asuhnya. Walau sebenarnya secara individual, kompetensi skuad timnas U-22 cukup mumpuni. Formasi 4-3-3, diharapkan dapat menjadi “arrow” (panah) yang mampu menembus benteng lawan. Tetapi masih dibutuhkan kepaduan team work. Selain antar-pemain, perlu pula dibangun saling pengertian antara pemain dengan pelatih.
Indonesia berharap akan (kembali) menjadi juara umum pada SEA Games ke-29 (2017) Kuala Lumpur. Dibutuhkan 200 medali emas (dari total 405 medali) untuk menaiki podium tertinggi. Tetapi hasil tertinggi itu bagai tidak lengkap, manakala cabang olahraga utama (sepakbola) gagal meraih emas. Ini persis seperti penyelenggaraan XXVI 2011 lalu di Palembang. Timnas Garuda gagal menuju babak final. Juara umum bagai menyisakan “tragedi.”
Tragedi itu makin komplet di Myanmar (2013), kontingen Indonesia gagal meraih juara umum. Bahkan andai boleh ditukar, masyarakat lebih memilih posisi runner-up SEA Games, tetapi sukses menjuarai sepakbola. Timnas butuh keajaiban untuk bisa melaju ke babak 4 besar, sebagai pengharapan. Diantaranya, butuh pelatih dengan rekam dedikasi memadai. Serta sistem rekrutmen pemain yang jujur dan independen.
Padahal Indonesia berpengalaman menjadi juara umum SEA-Games, sebanyak 10 kali. Pernah pula empat kali berturut-turut menaiki podium tertinggi, tahun 1987, 1989, 1991 dan 1993. Sebelumnya, Indonesia juga merajai panggung SEA Games (4 kali berturut-turut pula) mulai tahun 1977 hingga tahun  1983. Jadi, hanya terpotong pada kegagalan SEA Games ke-13 tahun 1985 di Bangkok. Namun prestasi Indonesia masih di bawah catatan Thailand (meraih 13 kali juara umum).
Harus diakui, Indonesia bukan “raja” sepakbola kawasan Asia Tenggara. Sepanjang 28 kali SEA Games, Indonesia hanya dua kali juara. Yakni tahun 1987 (di Jakarta) ketika diasuh pelatih Bertje Matulapelwa.  Serta tahun 1991 di Manila ketika dibawahkan coach Anatoly Polosin (asal Uni Soviet). Dua kenangan manis. Karena Indonesia bisa menyandingkan juara umum SEA Games (ke-14 dan ke-16), sekaligus juara sepakbola. Thailand masih menjadi “raja” dengan 15 kali juara (dengan satu kali juara bersama Burma, tahun 1965).
Perlu visi besar, sebagai “raja” sepakbola kawasan Asia Tenggara. Secara ke-profesi-an, rekrutmen harus menjamin kompetensi personel dengan klasifikasi ketrampilan yang sangat baik. Selain itu juga ukuran volume oksigen (VO max) yang bisa dihirup, plus ketahanan fisik. VO max sangat diperlukan karena berhubungan dengan penyaluran oksigen ke otak dan peredaran darah. Sehingga sangat berpengaruh pada kecerdasan profesi.
Faktor  pelatih niscaya sangat menentukan. Pelatih yang baik bukan hanya sekedar memiliki ketrampilan dan kebiasaan berdisiplin. Melainkan (yang utama) harus memiliki catatan tentang bakal lawan yang dihadapi. Bahkan catatan tentang lawan harus dilengkapi dengan rekam data individual. Misalnya, kecepatan berlari dan kekuatan laju tendangan lawan. Dengan catatannya itu, pelatih akan menentukan strategi  “siapa melawan siapa.”
Luis Milla, telah telah terpilih sebagai timnas Garuda Muda. Sebelumnya telah berpengalaman sebagai pelatih timnas Spanyol lapis dua, usia 19, 20, 21 dan 23. Karir ke-pelatih-an di klub Zaragosa (tahun 2016), sebelum diboyong ke Indonesia. Sebagai pemain, Luis Milla, menjadi salahsatu legenda sepakbola nasional Spanyol. Karena itu timnas U-22 akan menjalani pemusatan di Spanyol. Selanjutnya akan dipilih ujicoba  melawan negara “di atas” Indonesia (Jepang dan Korsel).
SEA Games (2017) Kuala Lumpur, tidak lama lagi (pertengahan Agustus). Prestasi olahraga pada ajang internasional menjadi pertanda kemakmuran negeri. Jika hasilnya buruk, akan diduga Indonesia semakin miskin.
———   000   ———

Rate this article!
Meretas Prestasi Timnas,5 / 5 ( 1votes )
Tags: