Merindukan Kepemimpinan Gus Dur

Cover Buku Gitu Aja Kok RepotResensi buku :
Judul Buku  : Gitu Aja Kok Repot
Penulis    : Abd. Rahman
Penerbit  : Palapa
Cetakan  : I, April 2014
Tebal    : 218 halaman
ISBN    : 978-602-255-524-7
Peresensi  : Jumadi
Mahasiswa Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Dewasa ini, kepemimpinan seorang Gus Dur telah banyak dibicarakan kembali diberbagai forum formal maupun non-formal. Masyarakat ternyata merindukan seorang pemimpin seperti Gus Dur. Masyarakat menganggap bahwa Gus Dur adalah seorang pemimpin yang demokratis, pro-rakyat hingga humoris.
Buku berjudul Gitu Aja Kok Repot ini merupakan bentuk kerinduan penulis terhadap Gus Dur sebagai seorang pemimpin yang benar-benar memahami rakyat. Kebijakan-kebijakan Gus Dur selama menjadi pemimpin bangsa Indonesia telah menunjukkan sikapnya yang pro dengan rakyat. Gus Dur pun lebih demokratis apabila dibandingkan dengan pemimpin-peminpin sebelumnya. Selain itu, Gus Dur juga pemimpin yang dikenal pluralis dan humoris.
Bukti bahwa Gus Dur seorang pemimpin yang demokratis dapat dilihat dari kebijakannya ketika ia menjabat sebagai seorang presiden. Salah satunya ialah mengusulkan dicabutnya TAP MPRS No. XXXV/1966 tentang pelarangan eksistensi organisasi dan ideologi komunisme dan marxisme yang berimplikasi pada tersingkirnya mantan orang-orang PKI dan mereka yang dikelompokkan sebagai PKI oleh penguasa (hal. 66).
Semua kebijakan Gus Dur selama menjadi presiden telah menunjukkan bahwa ia memberi ruang untuk tumbuh dan berkembangnya berbagai aliran baik agama, kebudayaan dan ideologi yang sebelumnya dibungkam bahkan hingga dihanguskan. Padahal bagi Gus Dur, untuk menciptakan negara yang demokratis pemimpin harus berani membuka ruang publik seluas-luasnya.
Menurut Sumanto al-Qurtuby, hakikat demokrasi dalam pandangan Gus Dur meliputi tiga hal, yakni kebebasan (liberasi), persamaan (equality) dan musyawarah (dialog). Ketiga hakikat demokrasi tersebut adalah sarana untuk mewujudkan keadilan sosial. Artinya, Gus Dur menjadikan demokrasi sebagai alat,  bukan tujuan akhir, untuk mencapai keadilan sosial bagi seluruh rakyat (hal. 70-71).
Pluralis
Selain pemimpin yang demokratis, Gus Dur juga dikenal sebagai seorang pemimpin yang pluralis. Ia memahami bahwa masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai suku, ras, agama dan budaya. Oleh karena itu dibutuhkan sikap pemimpin yang lebih mementingkan sisi kemanusiaan daripada sikap egois demi kepentingan satu kelompok saja.
Hal ini sejalan dengan al-Qur’an surat al-Hujuraat ayat 13 yang berisi perintah bahwa Tuhan menciptakan manusia untuk saling kenal mengenal satu dengan yang lainnya. Karena orang yang paling mulia disisi Tuhan ialah mereka yang paling bertaqwa. Oleh Karena itu, sikap pluralis Gus Dur sebagai pemimpin merupakan tindakan yang tepat di tengah bangsa yang majemuk ini.
Bagi Gus Dur, Tuhan menurunkan agama untuk manusia agar bisa hidup damai dan tentram, yang di dalamnya tercantum unsur-unsur kemanusiaan termasuk pluralitas kehidupan sosial dan kultural yang harus dijaga dan tetap dilestarikan. Oleh karena itu, bagi mereka yang mengatasnamakan agama lalu merusak sisi kemanusian adalah hal keliru, karena Tuhan tidak perlu dibela. Demikianlah, pandangan Gus Dur dalam pluralisme. Ia ingin mengharmosikan hubungan antaragama, bukan malah sebaliknya, yang menggunakan agama sebagai kekuatan untuk berkuasa (hal.91-92).
Suka Humor
Selain itu, Gus Dur juga pemimpin yang humoris. Ia sering kali membuat tertawa banyak pihak termasuk rakyatnya sendiri. Hal ini tentu membuat rakyat menjadi terhibur ditengah kesibukan keseharian dalam bekerja. Gus Dur juga sering melontarkan guyonan ditengah keseriusannya dalam memimpin. Sehingga wajar apabila banyak buku humor khas ala Gus Dur yang bertebaran di pasaran.
Humor Gus Dur dapat dipahami sebagai cara untuk mendekatkan diri dengan rakyatnya. Karena dalam humor tidak ada jarak yang memisahkan antara rakyat dan pemimpin. Selain itu, humor gus Dur juga bisa ditafsirkan sebagai guyonan penghilang rasa stres, bosan dan sumpek dalam bekerja.
Akan tetapi, dalam pandangan Jaya Suprana, salah satu sahabat dekat Gus Dur, menafsirkan bahwa humor tidak selamanya lucu. Bahkan humor bisa membuat orang menjadi keki, jengkel bahkan marah. Sebab humor adalah kata benda, sedangkan lucu adalah kata sifat. Oleh karena itu, humor bisa lucu atau tidak tergantung pada bentuk suasananya. Maka, pernyataan humor Gus Dur bahwa DPR itu mirip dengan taman kanak-kanak dapat menjadi lucu oleh sebagian orang dan dapat menjengkelkan bagi sebagian orang yang lain (hal. 138-139).
Akhirnya, dengan membaca buku setebal 218 halaman ini pembaca dapat mengetahui Gus Dur dalam banyak hal. Dari tipe pemimpin yang demokratis, pluralis hingga humoris. Khusus bagi Gusdurian atau pun orang-orang yang merindukan Gus Dur, buku ini dapat menjadi obat untuk mengenang kepemimpinan seorang Gus Dur. Lebih dari itu, di dalam buku ini disajikan pula humor-humor khas Gus Dur yang cerdas sehingga mampu membuat orang akan tertawa terbahak-bahak. Selamat membaca !

Rate this article!
Tags: