Meski Dibully, Minat Jadi Banser di Surabaya Semakin Tinggi

Diklatsar Banser II yang berlangsung mulai 2-4 Nopember di Pantai Kenjeran

Surabaya, Bhirawa
Seringnya dibully tak membuat anggota Barisan Ansor Serbaguna (Banser) menyusut. Sebaliknya, justru semakin kuat dengan dibuktikannya untuk menjadi anggota Banser semakin tinggi. Terlebih pasca insiden pembakaran bendera HTI di Limbangan, Garut, Jawa Barat.
Hal itu berkaca dari peserta pendidikan latihan dasar (Diklatsar) Banser ke-2 yang diselenggarakan oleh Gerakan Pemuda Ansor Kota Surabaya yang berlangsung mulai 2-4 Nopember di Pantai Kenjeran.
“Peserta Diklatsar Banser kali ini ada 200 orang, semuanya ber-KTP Surabaya. Sedangkan Diklatsar sebelumnya jumlah peserta 125 orang. Peningkatannya hampir 100 persen. Ini membuktikan minat pemuda dan pemudi NU untuk mengabdi sebagai Banser semakin tinggi,” tutur Ketua GP Ansor Kota Surabaya, HM Faridz Afif.
Pria yang akrab disapa Gus Afif ini mengungkapkan, tingginya minat anak muda Kota Surabaya untuk menjadi Banser adalah berkat kiprah nyata Banser di masyarakat selama ini. Karena itu, kampanye negatif yang menyudutkan Banser selama ini tidak terlalu berpengaruh. Karena faktanya justru makin banyak yang bergabung menjadi Banser.
Caleg DPRD Jatim daerah pemilihan Kota Surabaya ini menambahkan, kalau tidak dibatasi peminat menjadi Banser akan semakin membludak. Padahal para calon peserta diklatsar itu bayar dan harus menyiapkan sendiri perlengkapan. Sebab panitia hanya menyiapkan materi pelatihan.
“Mereka ini orang-orang yang ikhlas. Mau gabung Banser rela ikut pelatihan. Padahal Banser itu tidak ada gajinya. Seragam dan sepatunya beli pakai uang sendiri. Ini membuktikan menjadi Banser adalah panggilan jiwa,” imbuh alumni pasca sarjana Unair tersebut.
Putera politisi senior PKB, Ali Yakub ini menjelaskan, menjadi Banser tidak mudah dan bukan buat gagah-gagahan. Seluruh calon anggota Banser wajib mengikuti Diklatsar. Ini untuk memberikan keterampilan dan membentuk mental para calon anggota Banser.
Untuk Diklatsar II ini berlangsung mulai Jumat – Minggu (2-4 Nopember) di area Pantai Kenjeran. Dari total 200 peserta ada 7 peserta perempuan. Para peserta perempuan secara umum diperlakukan sama dengan peserta pria. Mereka ini nantinya akan bertugas mengawal Bu Nyai atau Ustadzah.
“Dalam menjalankan tugas, Banser memiliki resiko. Karena itu mereka harus dibekali keterampilan mulai dasar hingga ketrampilan khusus. Banser itu terlatih, kuat secara fisik dan mental. Selain itu wajib disiplin dan loyal pada pimpinan,” imbuh panglima tertinggi Banser kota Surabaya ini. [geh]

Tags: