Meski Uji Coba hanya untuk Jurusan OTK, tapi Seluruh Kelas X Gunakan Kurikum PK


Para siswa tunjukan proses pembuatan lego dengan printer 3D serta perakitan drone. [wiwit agus pribadi]

Kurikulum Pusat Unggulan Diuji Coba di SMKN 1 Probolinggo
Kota Probolinggo, Bhirawa
SMKN 1 Kota Probolinggo menjadi salah satu dari 901 sekolah di Indonesia, yang diwajibkan menerapkan kurikulum prototype atau kurikulum Pusat Unggulan (PK). Sementara di Probolinggo ada tiga sekolah. SMKN 1 Kota Probolinggo tidak serta merta ditunjuk sebagai sekolah yang wajib menerapkan kurikulum prototype atau kurikulum PK. Sekolah lebih dulu presentasi di depan Dispendik Jatim dan Kemendikbudristek.
Setelah melalui seleksi, sebanyak 901 sekolah di seluruh Indonesia terpilih. Sementara di Probolinggo, selain SMKN 1 juga ada SMKN 3 dan SMKN 4. Setelah terpilih, baru dilakukan uji coba kurikulum. Uji coba difokuskan pada siswa kelas X. Namun, jurusan apa yang dipilih, hal itu menjadi hak sekolah. Sementara di SMKN 1 Kota Probolinggo, sekolah memilih uji coba di jurusan Otamatisasi dan Tata Kelola Perkantoran (OTK).
“Meski uji coba hanya dilakukan di jurusan OTK, namun seluruh kelas X harus menggunakan kurikulum PK. Sementara kelas XI dan XII tetap menggunakan kurikulum K-13 seperti sebelumnya,” terang Waka Kurikulum Anton Haryono didampingi Humas, Haryanto yang juga guru sejarah, Minggu (16/1).
Secara umum, dalam struktur Kurikulum PK ini Profil Pelajar Pancasila (PPP) menjadi acuan dalam pengembangan standar isi, standar proses, dan standar penilaian. Dengan kata lain, struktur kurikulum terdiri atas capaian pembelajaran (CP), prinsip pembelajaran dan asesmen pembelajaran.
Dalam pelaksanaannya, struktur kurikulum paradigma baru ini terdiri atas kegiatan intrakurikuler dan kegiatan proyek. Kegiatan intrakurikuler berupa pembelajaran tatap muka bersama guru. Selain itu, setiap sekolah juga diberi keleluasaan untuk mengembangkan program kerja tambahan agar dapat mengembangkan kompetensi peserta didiknya. Program tersebut dapat disesuaikan dengan visi, misi, dan sumber daya yang tersedia di sekolah tersebut.
Lalu, ada sejumlah istilah baru dalam Kurikulum Paradigma Baru ini. KTSP 2013 menggunakan istilah kompetensi inti (KI) dan kompetensi dasar (KD). Yaitu, kompetensi yang harus dicapai oleh siswa setelah melalui proses pembelajaran.
Sedangkan pada kurikulum baru ini, digunakan istilah capaian pembelajaran (CP). CP merupakan rangkaian pengetahuan, keterampilan, dan sikap sebagai satu kesatuan proses yang berkelanjutan. Sehingga membangun kompetensi yang utuh. “Karena itu, setiap asesmen pembelajaran yang akan dikembangkan oleh guru haruslah mengacu pada capaian pembelajaran yang telah ditetapkan,” lanjut Anton.
CP kelas XI dan XII dibuat oleh guru. Sementara CP kelas X disiapkan oleh pemerintah, namun garis besarnya saja. Selanjutnya, sekolah menyesuaikan dengan dukungan industri yang bekerja sama dengan sekolah tersebut. Artinya, kurikulum dibuat sesuai dengan kebutuhan industri yang berkerja sama dengan sekolah. Misalnya, perusahaan A kerja sama desain grafis dengan sekolah. Maka, CP dibuat berdasarkan kebutuhan perusahaan A.
“Misalnya yang dibutuhkan keterampilan komputer, maka CP-nya berkaitangan dengan komputer ini. Dengan demikian, saat lulus nanti siswa lebih mudah mendapatkan pekerjaan karena sudah diajarkan sesuai dengan kebutuhan perusahaan itu. Perusahaan juga tahu kualitas lulusan siswa,” tandasnya.
Anton dan Haryanto lantas menunjukkan uji coba kurikulum Pusat Unggulan di lantai dua sekolah itu. Di sana, sejumlah siswa sedang praktik membuat mainan menggunakan mesin cetak 3D. Mesin cetak senilai Rp 50 juta itu sangat jarang dimiliki sekolah dan termasuk barang baru.
Ada yang membuat mainan lego, pokemon, dan mainan lain. Termasuk membuat peluit dengan mesin cetak 3D itu. “Alat ini didatangkan dari Maspion, termasuk Maspion juga memberikan pelatihan selama empat hari tentang cara mengoperasikan alat ini. Kami memang bekerja sama dengan Maspion. Maspion sendiri banyak produknya dan kami memilih desainer,” lanjut Anton.
Para siswa yang didominasi jurusan Rekayasa Perangkat Lunak (RPL) pun sudah bisa mengimplemasikan idenya lewat gambar elektrik dengan komputer yang selanjutnya diolah dan dicetak 3D. “Gambar sendiri bisa, cari gambar di internet juga bisa. Termasuk pembuatan animasi figur. Seperti Naruto, Doraemon, Avengers, atau lainnya,” tambah Kohar, guru prodi yang saat itu menemani sejumlah siswanya.
Siswa jurusan RPL memang mendominasi. Sebab, mereka dibekali pengetahun tentang desain dan komputer. “Ada juga siswa dari luar RPL. Tapi, memang lebih mudah siswa RPL untuk menguasai printer 3D ini,” tuturnya.
Selama uji coba aplikasi Kurikulum PK, sekolah juga mengembangkan perakitan robotik drone. Siswa tidak hanya diajarkan mengontrol dan mengoperasikan drone. Namun, juga merakitnya. Seperti yang dilakukan Septian Nugroho W, 16, siswa kelas X RPL 1. Septian mengaku senang bisa praktik printer 3D. Sebab, pengoperasian printer 3D jarang diajarkan di sekolah lain. “Memang pasarnya masih jarang, karena bahan bakunya mahal. Penjualanya per gram Rp 4 ribu. Lalu pembuatanya ukuran kecil sekitar 10 sentimeter bisa makan waktu satu jam,” ungkapnya.
Sementara membuat desainnya bisa 2-3 hari. Namun, bila desain mengambil dari internal atau sudah dalam bentuk jadi dari pemesan, maka prosesnya lebih cepat. “Bisa langsung dicetak dan perkiraan sehari sudah jadi,” terangnya.
Rois Antono, 18, siswa kelas XII RPL 1 yang saat itu tengah sibuk merakit drone juga mengaku senang. Baginya, membuat rekayasa termasuk merakit drone menjadi keseruan sendiri. “Senang sekali. Apalagi setelah dirakit berhasil dan bisa diterbangkan. Termasuk fungsi kameranya jalan. Ada kepuasan dan kesenangan tersendiri,” tandasnya. [wiwit agus pribadi]

Tags: