Metamorfosa Ludruk dalam Lukisan Dekoratif Cak Luk Jombang

Cak Luk Jombang dengan lima lukisan berukuran 40X40 sentimeter tentang Metamorfosa Ludruk. [Arif Yulianto]

Perdalam Tema Lukisan dengan Belajar Sejarah ke Budayawan
Jombang, Bhirawa
Lima lukisan berukuran 40X40 sentimeter di pojok sebuah galeri lukisan di Dusun Tanggungan, Desa Bandung, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang seolah menceritakan perjalanan kesenian Ludruk yang merupakan salah satu kesenian yang berasal dari Kabupaten Jombang, Jatim. Tiga tokoh sentral dalam cerita Besut yakni, Pak Santik, Pak Amir dan Pak Pono digambarkan dalam lukisan beraliran Dekoratif dengan menggunakan tekhnis Pointilis Tiga Dimensi karya Lukmanul Khakim (Cak Luk) Jombang.
Dalam deskripsi lukisannya disebutkan, Ludruk adalah kesenian yang mengakar dari rakyat kecil. Semula hanya seorang pengamen monolog bernama Pak Santik (1908). Tampil dari pintu ke pintu bercerita dan mbanyol (melawak) Kidungan Parikeno dengan dandanan wajah di Lerak-Lerok sehingga disebut Lerok.
Monolog Lerok berkembang dan salah satu ceritanya adalah Besut (Mbeto Maksud). Besut semakin berkembang dengan cerita bervariasi serta penambahan beberapa personal dan unsur pendukung lainnya berupa Tari Remo (Boletan) serta musik gamelan sehingga terlahirlah Kesenian Ludruk.
Untuk menyelesaikan lima lukisan Metamorfosa Ludruk ini, Cak Luk mengaku menghabiskan waktu selama satu minggu. Kelima lukisan ini sedianya akan di bawa Cak Luk ke sebuah pameran lukisan di Balai Budaya, Jakarta tanggal 4 hingga 12 Agustus 2019 dalam ajang Painting Exhibition Lokal Wisdom 2. Dia mengatakan, tidak menemukan kesulitan berarti saat melukis Metamorfosa Ludruk ini jika dibandingkan dengan melukis tema lain.
Namun ia sebelumnya juga perlu belajar tentang sejarah Ludruk dari Budayawan Jombang seperti Nasrul Illahi (Cak Nas) untuk memperdalam tema ludruk dalam goresan lukisannya.
Lima lukisan Cak Luk merupakan rangkaian metamorfosa Ludruk dari awal keberadaannya hingga saat ini yang berada di era modern. Searah jarum jam dimulai dari lukisan paling kiri atas yang dominan warna biru, terdapat gambar tokoh Pak Santik, berasal dari Ceweng, Diwek, Jombang.
“Dia mengamen (Lerok) sekitar tahun 1908 atau 1907,” tutur Cak Luk, di Studio Sabrang miliknya, beberapa waktu lalu.
Kemudian setelah itu, ada sub dari tema cerita Pak Santik, terdapat tokoh berikutnya yakni, Besut. Namun sebenarnya kata Cak Luk, tokoh Besut juga merupakan figur Pak Santik. Besut sering diidentikkan dengan Mbeto Maksud (Membawa Maksud). Tokoh Besut sendiri menurut sebagian cerita juga diidentikkan dengan perlawanan lewat seni terhadap penjajah Belanda kala itu.
Figur Besut ini terdapat pada lukisan kedua yang memiliki mayoritas warna hijau. Seperti digambarkan pada cerita Besut dalam tampilan selain lukisan, pada lukisan ini sosok Besut juga dilukis memakai peci/kopyah berwarna Merah dengan pakaian bawah berwarna Putih. Selain simbol perlawanan kepada Pemerintah Kolonial Belanda lewat seni yang tergambar pada kostum Besut, kritik-kritik lewat parikan parikeno kata Cak Luk banyak ditampilkan oleh Besut kala itu.
“Besut ini pelakunya juga Pak Santik, masih sendiri (monolog). Ketika sudah ada beberapa tahap itu, beberapa tahun (setelahnya), ketemu sama yang namanya kalau ‘nggak’ salah Pak Amir dari Plandi yang menjadi tokoh Man Gondo itu,” kata Cak Luk.
Sementara pada lukisan ketiga yang berada di bawah lukisan Besut, ada seorang tokoh pria yang dirias menjadi seorang wanita. Sosok tersebut merupakan Rusmini. Pada lukisan itu digambarkan Rusmini diperankan oleh pria bernama Pak Pono. Penggunaan pria dirias menjadi wanita dalam Ludruk saat itu, kata Cak Luk, karena saat itu sulit mencari pemain Ludruk wanita. Warna merah dengan semburat warna kuning dominan pada lukisan ketiga ini.
Kemudian diceritakan dalam lukisan keempat yang dominan berwarna merah muda, pada suatu saat, Pemerintah Kolonial Belanda merasa risih dengan kritikan-kritikan yang ada di Ludruk Pak Santik ini.
Kemudian diundanglah Ludruk ini untuk unjuk kebolehan. Sehingga disiasatilah agar pertunjukan Besut ini tidak melakukan kritik secara vulgar dalam pertunjukan, ditambahkanlah ornamen lain seperti Tari Remo, musik, maupun dagelan. “Kemudian dari itu, jadilah Kesenian Ludruk,” tandas Cak Luk.
Pada lukisan kelima atau lukisan terakhir dalam tema lukisan Metamorfosa Ludruk ini, digambarkan seorang sosok Kartolo (Cak Kartolo). Lukisan ini menceritakan keberadaan Kesenian Ludruk yang berada pada era saat ini. Keempat warna yang dominan pada empat lukisan sebelumnya, tampak di sisipkan pada empat sisi di lukisan kelima ini.
Cak Kartolo sendiri sudah dikenal oleh publik Jatim sebagai seorang tokoh Ludruk asal Surabaya. Lewat banyolannya bersama tokoh lain seperti Basman, Tini, Munawar, Sapari maupun Sokran, Cak Kartolo sukses memberikan hiburan kepada rakyat pada masanya. Pada dekade 90-an, grup Kartolo Cs sering memberikan hiburan khasnya saat tampil di stasiun televisi maupun radio. [rif]

Tags: