Metamorfosis Jadi Koran Birokrasi, Terus Kembangkan Sayap

Biro Humas dan Protokol Setdaprov Jatim  setiap pagi mengkliping berita yang diturunkan oleh Harian Bhirawa. [trie diana]

Biro Humas dan Protokol Setdaprov Jatim setiap pagi mengkliping berita yang diturunkan oleh Harian Bhirawa. [trie diana]

Sejarah Harian Bhirawa dan Birokrasi (3-bersambung)
Surabaya, Bhirawa
Keputusan untuk melayanai area birokrasi tidak lepas dari dukungan Gubernur Imam Utomo yang saat itu menjabat. Beliau sudah mengenal Harian  Bhirawa saat menjadi Pangdam V Brawijaya. Imam Utomo secara khusus meminta agar Harian Bhirawa mampu memberi informasi mengenai kinerja birokrasi di Pemprov Jatim maupun kerja  para kepala daerah.
“Gubernur Imam Utomo ingin ada koran yang mampu memberi informasi mengenai kerja Pemprov Jatim dan kepala daerah. Tentunya informasi yang disajikan tidak sekadar kritis, tapi juga mampu memberi solusi pada pihak -pihak pengambil kebijakan,” kata Pemimpin Umum Harian Bhirawa Nawang Esthi Lestari yang saat itu masih menjadi wartawan yang ngepos di Pemprov Jatim.
Memang pada 1999 sampai 2004 struktur pemerintahan daerah masih menempatkan pemerintah kabupaten /kota menjadi bawahan gubernur sebagai penguasa wilayah provinsi. Hingga Gubernur Imam Utomo masih berkepentingan untuk melihat sejauh mana kinerja pemerintah daerah, utamanya untuk memastikan kondisi Jatim aman dan kondusif.
Sebagai realisasi permintaan Gubernur Imam Utomo,  Pemimpin Umum Harian Bhirawa saat itu Ali Salim meminta Pemimpin Redaksi Bambang Wahyuono untuk melakukan breakdown dengan mengerucutkan peliputan pemberitaan pada semua kegiatan pemerintahan.
Redaksi  saat itu memutuskan untuk mengubah total wajah Harian Bhirawa dari wajah  koran umum menjadi koran yang mengacu pada birokrasi. Nama halaman diubah menjadi halaman Konflik, Eksekutif, Legislatif, Kasus, TNI/Polri , Olahraga. Nama-nama halaman ini memang mengacu pada sektor-sektor yang ada dalam pemerintahan.
“Jadilah kita koran dengan wajah birokrasi. Dan ini menjadi satu-satunya di Jatim, bahkan nasional,” kata Manajer Sirkulasi dan Marketing Sri Eddy Haryanto yang ketika awal masuknya Harian Bhirawa di ranah birokrasi menjadi Pemimpin Perusahaan.
Halaman Eksekutif, Legislatif, Kasus mengacu pada tiga elemen negara Trias Politika. Sementara halaman Konflik diperuntukkan sebagai ruang kritik kebijakan pemerintah baik dari masyarakat maupun elemen lain seperti LSM dan stake holders lain.
Halaman TNI/Polri sampai awal perubahan Harian Bhirawa masih ditampilkan karena dwi fungsi ABRI belum secara menyeluruh dihapus dari sistem politik kenegaraan terutama dengan masih adanya Fraksi TNI/Polri di legislatif.
Sementara halaman olahraga secara khusus masih muncul, terutama dikarenakan sektor olahraga masih menjadi bagian penerima anggaran negara dan daerah dengan komposisi yang cukup besar. Selain tentunya olahraga masih menjadi bagian prestise bagi kepala daerah maupun tataran nasional untuk menunjukkan keberhasilannya.
Pada tahap ini pula, sebagai Pemimpin Redaksi Bambang Wahyuono melakukan pembinaan sistematis pada para wartawan di lapangan. Selain menegaskan pemberitaan harus mengacu pada kegiatan dan kebijakan gubernur, SKPD Pemprov, DPRD Jatim serta Wali Kota Surabaya dan SKPD-nya  serta DPRD Surabaya di wilayah Surabaya.
Kekuatan pewarta di area Surabaya semakin diperkuat dengan menambah tenaga baru untuk melayani pemberitaan terutama di SKPD-SKPD Pemprov Jatim dan  Pemkot Surabaya yang belum terjangkau sebelumnya karena jumlah personel Harian Bhirawa yang masih sedikit.
Untuk wartawan daerah redaksi juga memerintahkan agar semua  kontributor daerah mengikuti semua kegiatan kepala daerah di tempat masing-masing. Selain itu setiap sebulan sekali, beberapa wartawan daerah, utamanya yang masih muda dipanggil ke kantor pusat untuk diberikan brefing memfokuskan pemberitaan pada area birokrasi.
Ada kewajiban khusus dari redaksi bagi semua wartawan baik di Surabaya maupun wartawan di daerah untuk memperkuat sense of bureaucracy dalam pemberitaan yang dibuat, yaitu pertama  menghapal semua tingkatan kepangkatan dan eselonisasi jajaran PNS. Dan yang kedua menghapalkan semua nama sekaligus gelar akademis semua pejabat yang ada di wilayah kerja masing-masing.
“Wartawan  harus tahu jenjang kepangkatan, eselonisasi, nama pejabat, gelar akademis sampai nomor teleponnya sekalian. Ini bagian dari nilai yang plus tidak dimilik wartawan media lain,” ujar Nawang Esthi Lestari.
Memang di awal dekade 2000-an media internet belum masif seperti saat ini. Lembaga pemerintahan belum banyak yang menggunakan internet sebagai sarana komunikasi, hingga informasi mengenai pejabat dan jenjangnya tidak bisa tinggal klik, tapi harus dicatat dan dihapal.
Tak heran di kalangan wartawan Surabaya bahkan sering muncul guyonan,”Nek pengen weruh jeneng, pangkat sampe nomer pelat mobil dinese pejabat, takono arek Bhirawa (Kalau mau tahu nama, pangkat dan nomor pelat dinas pejabat, tanya wartawan Bhirawa, red)”.
Ikhtiar memasuki dan melayani birokrasi di Jatim membuahkan hasil yang signifikan. Perkembangan oplah dan area sirkulasi menunjukkan hasil yang memuaskan. Sampai dengan 2005 , tercatat semua SKPD di lingkungan Pemprov Jatim sudah berlangganan Harian Bhirawa. Demikian pula dengan DPRD Jatim dan sejumlah partai politik berpengaruh.
Sementara untuk pemkab/pemkot dari 37 daerah, hanya kabupaten Banyuwangi, Pacitan, Trenggalek dan Ngawi yang belum tersentuh jaringan sirkulasi Harian Bhirawa. Itupun disebabkan cukup sulitnya mencari wartawan daerah yang sanggup mengkaver wilayah-wilayah tersebut.
Mulai saat itu pulalah Harian Bhirawa mendapat tempat yang signifikan diperhitungkan di peta politik dan birokrasi khususnya di Pemprov Jatim dan Jatim. Terutama sekali menjadi sarana penjembatan antara SKPD dan pemerintah daerah untuk mengomunikasikan kebijakan yang diambil oleh Gubernur Imam Utomo.
“Kalau lewat jalur resmi kan lama untuk bisa berkomunikasi dengan gubernur. Kalau lewat Harian Bhirawa, sekarang disampaikan, ditulis, besok sudah dibaca Gubernur Imam Utomo dan ditindaklanjuti. Pola ini sering juga dilakukan anggota DPRD Jatim untuk  mengomunikasikan kebijakan yang akan diambil bersama eksekutif dan legislatif,” cerita wartawan senior M Ali yang saat periode Gubernur Imam Utomo meliput kegiatan di DPRD Jatim.
Ada cerita menarik tentang posisi  Harian Bhirawa di Pemprov Jatim. Setiap kali ada mutasi dilakukan Gubernur Imam Utomo, ulasan dan perkiraan tentang siapa saja yang akan menjabat atau dikotakkan nyaris selalu tepat ditulis Harian Bhirawa.
Para pejabat bahkan saat itu harus rela datang pagi ke kantor untuk tahu apa yang ditulis Harian Bhirawa terkait mutasi yang biasanya akan dilakukan Gubernur Imam Utomo pada siang harinya.
Apakah itu karena kedekatan dengan gubernur? Ternyata bukan karena hal itu Harian Bhirawa bisa memprediksi secara tepat setiap mutasi. Menurut Nawang, informasi mutasi justru bukan datang langsung dari Gubernur Imam Utomo, tetapi dari berbagai informasi pegawai rendahan yang melayani ruang gubernur.
“Lha mereka kan tahu siapa saja yang dipanggil Pak Imam dan sedikit banyak nguping pembicaraannya. Dari informasi itu kita rangkum menjadi prediksi mutasi,” ungkap Nawang.
Selain itu ada beberapa pertanda mutasi yang hanya wartawan Harian Bhirawa yang mengerti. Salah satunya tentang warna sampul undangan acara mutasi kepada pejabat. Jika pejabat menerima undangan warna putih, maka aman alias tidak terkena mutasi. Namun jika pejabat menerima undangan warna cokelat berarti ia harus rela melepas jabatan atau gembira karena mendapat job baru.
“Tinggal telepon pejabat yang diprediksi termutasi, dapat undangan putih atau cokelat. Waktu itu tidak banyak media yang tahu arti sampul undangan untuk pejabat,” kenang Nawang.  [tim]

Tags: