Mewaspadai Era Pewarta Dadakan

Oleh:
Moh. Mahrus Hasan
Pengurus Pesantren Nurul Ma’rifah Poncogati Bondowoso dan Guru MAN Bondowoso. 

Dalam sejarahnya, perkembangan media informasi semakin berkembang dan melaju cepat semenjak diciptakannya mesin cetak. Gutenberg, nama lengkapnya adalah Johannes Gensleich Zur Laden Zum Gutenberg, seorang anak ningrat dari kota Mainz, Jerman (1400-1468 M.) adalah pembuat mesin cetak yang memungkinkan percetakan dan penggandaan naskah dilakukan secara cepat. Dari sinilah kecepatan penemuan teknologi informasi semakin melesat. Mulai press, grafika, koran, telegraf, telepon, hingga teknologi informasi digital berbasis internet sekarang ini. (Disarikan dari Elegi Gutenberg: Memposisikan Buku di Era Cyberspace)
Penemuan mesin cetak yang menjadi simbol budaya literer itu sepertinya sudah di ambang kematian. Teknologi informasi berupa media elektronik dan media digital berbasis internet itu telah membuat manusia mulai melupakannya beserta apa yang dihasilkannya. Dan membuat “elegi Gutenberg”-elegi adalah lagu atau puisi sedih, utamanya karena kematian-itu terdengar semakin memilukan.
Sven Birkerts, seorang kritikus dan pemenang beberapa penghargaan buku, mengatakan bahwa kita dalam bahaya karena terlalu percaya akan kecepatan dan keajaiban perangkat elektronik memerdekakan kita dari ‘kerja berat’ membaca dan membolak-balikkan lembaran-lembaran bacaan. Dia mengingatkan bahwa dalam semangat menggebu merengkuh keajaiban zaman elektronik, ternyata kita mengorbankan budaya membaca.
Selanjutnya, perkembangan media informasi yang pesat akhir-akhir ini telah menimbulkan ekses pada pola dan perilaku masyarakat, utamanya generasi zaman now, dalam mengakses informasi dan menyebarluaskannya. Setidaknya, ekses tersebutdisebabkan oleh maraknya beberapa fenomena berikut ini:
Pertama, fenomena citizen journalist. Disadari atau tidak, hampir semua pengguna gawai berlomba-lomba untuk menjadi citizen journalist dan “wartawan dadakan”. Fenomena ini menjadi salah satu tema perbincangan dalam International Conference on Media and Communications in Southeast Asia, yang diselenggarakan oleh Stikosa-AWS Surabaya pada Jum’at, (29/9/2017) yang lalu. (Harian Bhirawa,2/10/2017).
Mereka kerapkali memposting peristiwa apapun, kapanpun dan dimanapun, yang kemudian diunggah secepatnya ke jejaring sosialnnya. Tentu, sah-sah saja mereka melakukannya. Namun sayangnya, keinginan menjadi yang tercepat dan terdepan dalam penyebaran informasi ini membuat mereka abai pada hal yang lebih urgen daripada sekadar cekrak-cekrek dan camera action itu. Misalnya, caption dan deskripsi yang tidak valid sehingga membuat warganet gagal paham.
Kedua, keranjingan repost dan reshare. Masyarakat sudah terbiasa mengirim ulang sebuah postingan di medsos meski tanpa check, rechek, bahkan croos check. Pemicunya adalah dalih ‘dari grup sebelah’, rayuan ‘sebarkan, tidak sampai satu menit’, serta iming-iming ‘yang nge-like saya doakan masuk surga’, dan lain sebagainya. Lebih-lebih, jika postingan itu berpotensi kontroversial dan sengaja di’goreng’ untuk memanaskan suasana. Sehingga tidak salah jika ada penilaian bahwa masyarakat kita-maaf-kelewat cerewet dan latah di dunia maya.
Ketiga, menjamurnya media digital berbasis internet, utamanya media online dan medsos. Akibatnya, pencarian berita masyarakat lebih cenderung kepada kedua jenis media ini. Data mutakhir Dewan Pers mencatat bahwa saat ini terdapat 43.400 media. Sayangnya, yang memenuhi syarat undang-undang pers hanya 234 media saja. “Padahal tugas media online adalah sebagai rujukan dan penyeimbang dari banyaknya informasi hoax yang berseliweran di medsos,” kata Wagub Jatim Saifullah Yusuf pada Konferwil Jatim Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) di Surabaya, Rabu, (25/10/2017).
Keempat, penyalahgunaan fungsi media informasi terkini, seperti medsos dan media online nonpers. Kedua jenis media digital berbasis internet ini telah beralih fungsi dari sarana informasi (edukasi), penampung aspirasi, dan hiburan, menjadi alat bagi-meminjam istilah M.H. Said Abdullah, ahlul fitnah waljamaah-untuk menyebar informasi hoax, menebar kebencian, fitnah, dan adu domba antar netizen, lebih-lebih di momen-momen politik di tahun 2018 ini dan tahun 2019 mendatang.
Karena itu, Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo, meminta publik untuk tidak menelan mentah-mentah informasi di medsos karena kebenaran beritanya tidak bisa dipertanggungjawabkan, tidak memiliki kaidah jurnalistik, dan tidak ada unsur cover both side-nya.
Harus diakui bahwa medsos dan media online nonpers memiliki manfaat. Tetapi, kita harus tahu juga bahwa keduanya termasuk media informasi yang paling rentan disusupi hoax dan digunakan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab. Seperti ‘label halal’ pada botol minuman keras jenis whiskey dan anggur merah yang viral di medsos beberapa waktu yang lalu, yang jelas-jelas menfitnah umat Islam dan melecehkan nalar publik.
Dan kelima, penetrasi media informasi menyebabkan hancurnya nilai-nilai tradisional yang luhur dan masuknya nilai-nilai modern yang destruktif. Media informasi mutakhir sarat dengan pesan-pesan sampah, perilaku agresif, dan pengumbaran seksual (sexual permissiveness). Inilah barangkali yang menyebabkan banyak anak muda tercerabut dari akar budaya dan masyarakatnya, teralienasi, dan terpisahkan dari konteks kulturalnya.
Bagi generasi muda kita, teknologi informasi yang baru pasti menarik. Yang kita cemaskan adalah efek kehadiran teknologi informasi ini yang mengarah kepada ecstacy gaya hidup mereka. Kuat dugaan-berdasarkan pemberitaan di berbagai media massa-teknologi baru ini digunakan umumnya untuk rekreasi dan bukan edukasi. Kegiatan-kegiatan produktif seperti belajar, bersosialisasi, dan pendalaman nilai-nilai tradisional yang luhur akan digantikan dengan penggunaan teknologi informasi yang rekreatif ini. (Jalaluddin Rakhmat: 1997)
Agar ekses era pewarta dadakan saat ini tidak semakin mewabah, maka kita harus lebih smart daripada smart phone dan kita mesti bijak dalam bermedsos. Karena, di tangan kitalah medsos berfungsi sebagaimedia sebabkan orang senang atau media sebabkan orang susah.
Selamat Hari Pers Nasional Tahun 2018. Semoga berkah!

——- *** ———

Rate this article!
Tags: