Mewujudkan Desa Mandiri Dan Sejahtera

Agus SamiadjiOleh :
Agus Samiadji
Wartawan Senior Anggota PWI Jatim

Sejak puluhan tahun Indonesia merdeka, yang banyak dibangun dan dikembangkan sarana dan prasarana di daerah perkotaan. Sehingga daerah perkotaan tumbuh berkembang segala macam industri jasa maupun industri. Kota Jakarta, sebagai ibukota dan pusat pemerintah telah tumbuh bangunan pencakar langit, jalan layang menarik investor. Selain itu, juga di pemerintahan di tingkat provinsi, kabupaten dan kota juga berlomba membangun gedung serta fasilitas mewah untuk mendukung perkembangan perekonomian serta pertumbuhan ekonomi.
Perputaran keuangan dan roda ekonomi kita, hampir 70% berada di Jakarta, sisanya di provinsi, kabupaten dan kota di Indonesia. Dengan demikian maka investasi industri dalam negeri maupun modal asing banyak berada di daerah perkotaan. Dengan demikian maka penyerapan tenaga kerja dan mencari pekerjaan di kota besar lebih mudah ketimbang di pedesaan. Akibatnya, masyarakat di pedesaan berduyun-duyun dan mengadu nasib di perkotaan. Mengais rejeki di perkotaan, harus berbekal ilmu serta pengetahuan yang cukup dengan membawa piagam dan pengetahuan yang tinggi. Namun yang mengadu nasib ke kota Jakarta maupun kota provinsi, kabupaten dan kota ternyata hanya bondo nekad.
Yang menarik perhatian masyarakat di pedesaan, keinginan mengadu nasib ke kota besar, karena di pedesaan mereka sudah jenuh, lapangan pekerjaan sulit di dapat. Sehingga masyarakat pedesaan beramai-ramai menuju ke kota besar. Pada umumnya mereka bekerja di berbagai industri serta menjadi pramusaji di rumah makan dan restaurant, di pusat perbelanjaan. Dengan banyaknya masyarakat ke hijrah ke kota besar, akibatnya penduduk di kota besar padat dan akhirnya menjadi urbanisasi.
Sementara masyarakat desa yang mempunyai usaha pertanian, sulit mencari tenaga kerja untuk buruh tani. Sementara para pemuda dan pemudi kita yang sudah merasa mapan enggan kembali ke desa.
Desa Mandiri dan Sejahtera
Setelah 69 tahun perjalanan bangsa Indonesia, dan pada akhir jabatan presiden SBY, lahirlah UU No. 6 tahun 2014 tentang pemerintahan desa. Tujuannya adalah bagaimana bisa mengangkat dan meletakkan dasar-dasar perubahan terwujudnya desa yang mandiri, sejahtera dan demokratis.
Perjalanan untuk mewujudkan desa yang mandiri dan sejahtera masih harus berjuang dan waktu yang panjang, dengan kucuran dana ratusan trilyun rupiah. Beruntung sekali, lahirnya UU Desa No. 6 Tahun 2014 dengan momentum tahun politik, sehingga UU Desa tersebut merupakan komoditas bernilai jual yang tinggi, bagi elit politik, bagi calon legislatif dan calon presiden.
Para elit politik turun gunung dalam kampanye bagi calon legislatif maupun calon presiden dan wakil presiden serta para pimpinan parpol, ke desa dengan berbagai janji mensejahterahkan masyarakat desa. Karena sangat pentingnya peranan desa, maka pemerintahan desa dikelola oleh dua kementerian, yaitu Urusan Administrasi Pemerintahan menjadi wewenang Kementerian Dalam Negeri. Sementara urusan pembangunan, pembinaan dan pemberdayaan masyarakat desa menjadi wewenang Kementerian Desa, pembangunan daerah tertinggal dan transmigrasi.
Bahkan kucuran dana desa atau dari anggaran alokasi dana desa, akan langsung diserahkan dari Kementerian Keuangan ke daerah-daerah kabupaten dan kota di seluruh Indonesia, tidak melalui Kementerian Dalam Negeri maupun Kementerian Desa, pembangunan daerah tertinggal dan transmigrasi. Dana yang disalurkan pada tahun 2015 nanti sekitar Rp 9,1 trilyun berasal dari Alokasi Dana Desa (ADD) ditambah 10% dari APBN. Bayangkan jumlah desa di seluruh Indonesia sebanyak 74.045 tersebar di ratusan kabupaten dan kota serta ribuan kepulauan, mempunyai karakter beragam ada yang maju dan ada yang masih tertinggal.
Karena itu, sekalipun UU desa sudah setahun lamanya, namun sampai saat ini baru fase persiapan dan segala macam cara, agar pembangunan desa bisa tepat sasaran dengan karakter serta sumberdaya alam yang dimiliki. Mengatur pemerintahan desa memang tidak mudah, apalagi mengelola keuangan yang jumlahnya jutaan rupiah perlu ilmu dan kehati-hatian agar tidak salah sasaran. Bila sasaran dalam pengolahan keuangan desa, dikhawatirkan akan berurusan dengan penegak hukum kepolisian, kejaksaan bahkan sampai ke KPK.
Karena itu, pemerintah pusat akan merekrut tenaga pendampingan yang akan diterjunkan ke desa untuk membantu pelaksanaan pembangunan di segala bidang termasuk administrasi dan pengolahan keuangan. Tidak hanya pemerintah pusat, Pemprov Jatim pun juga sudah menyiapkan tenaga pendamping untuk pengolahan keuangan desa. Bahkan, sudah beberapa minggu ini, kepala desa se Jawa Timur telah masuk diklat mendapat pembinaan tentang pemerintahan desa dan pengolahan keuangan desa dari tenaga ahli dari pusat maupun Pemprov. Jatim sendiri.
Sekalipun sudah adanya UU desa, namun agar pemerintah kabupaten dan kota terus melakukan kerjasama dan membina pemerintahan desa agar pembangunan segala bidang bisa sinkronisasi dengan pembangunan pemerintah pusat dan pemerintah provinsi Jawa Timur.
Menurut hemat saya pembangunan di pedesaan agar lebih banyak berfokus pada bidang pertanian, pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan, pendidikan dan kesehatan, pariwisata, kewirausahaan. Karena itu diperlukan kerjasama tidak hanya Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Desa dan daerah tertinggal, namun melibatkan semua kementerian. Dengan semangat kerjasama demi desa, maka diharapkan tujuan menjadikan desa yang mandiri dan sejahtera akan bisa berhasil. Selamat bekerja.

                                                                                        ——————— *** ———————-

Rate this article!
Tags: