Mewujudkan Media Sosial yang Berkeadaban

Oleh :
Ahmad Farisi
Mahasiswa Hukum Tata Negara dan Politik Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Dalam konteks kekinian, kehadiran media sosial yang sungguh akut di tengah-tengah kehidupan kita adalah kenyataan tak terbantahkan. Ia adalah keniscayaan zaman. Banyak aspek kehidupan kita pun berbondong-bondong pindah ke dunia setengah nyata ini. Termasuk aspek kehidupan politik kita. Bahkan, bisa dikatakan, media sosial kini telah menjadi lahan baru nan subur bagi perkembangan politik nasional ataupun lokal. Juga internasional, bahkan.

Kampanye-kampanye politik, baik yang sifatnya jangka pendek atau jangka panjang, nyaris setiap hari atau bahkan setiap kali kita bermedia sosial bisa kita temukan. Karena itu, tak salah jika ada asumsi yang mengatakan bahwa sebab kehadiran media sosial inilah, nyaris suara politik publik bisa dirubah setiap saat dengan begitu dinamis dan alot.

Tentu, sampai di sini, tidak ada masalah. Jika kita sepakat bahwa kehadiran media sosial di tengah-tengah kehidupan kita merupakan keniscayaan, maka kita harus sepakat pula bahwa pemanfaatan media sosial sebagai lahan subur kampanye dan praktik politik juga adalah keniscayaan yang tak bisa kita negasi. Namun, yang menjadi masalah, adalah pemanfaatan media sosial itu sendiri yang sudah keluar dari jalur yang semestinya. Alias Tidak disiplin. Secara pergerakan maupun secara ideologi.

Akibatnya, media sosial tidak sebatas hanya digunakan sebagai alat pelengkap dan komoditas politik semata. Tetapi, lebih dari itu media sosial kita malah dijadikan tempat paling legal untuk saling memprovokasi, mencaci maki, menghujat dan yang lainnya yang hal itu sangatlah potensial memecah kebersatuan politik kebangsaan kita. Dengan kata lain, media sosial kita, akibat perilaku politik praktis kita itu, telah menjelma “…sebagai ‘agen-agen provokator’ informasi yang berlebihan, mengubah debat politik menjadi jurang yang menganga lebar” (Jean Baudrillard).

Hal itu, tidak boleh dibiarkan. Artinya, harus ada penolakan dari kita sendiri akan ironitas perilaku politik media sosial kita sekaligus mencari jalan alternatifnya. Sebab, ke depan, kita akan terus dihadapkan dengan perkembangan teknologi (media) dan tangtangan politik yang semakin pelik dan rumit. Apalagi, 2024 kita akan melaksanakan pilpres yang sebagian drama politik media sosialnya sudah dimulai sejak sekarang. Tentu, semuanya harus disiapkan dengan segala kematangan, guna menyongsong peradaban politik media sosial yang berkeadaban.

Dewasa Bermedia Sosial

Dalam hemat penulis, penolakan dan jalan alternatif yang bisa kita tawarkan atas kekacauan politik media sosial kita, yang kering dan nir-makna, yang merupakan akibat dari dijadikannya media sosial sebagai komoditas praktis politik kita itu bisa didamaikan dan diredam yakni apabila masyarakat sudah berada pada posisi ‘dewasa’ dalam menjalani hidup sebagai masyarakat politik media sosial. Tanpa kedewasaan politik masyarakat dalam bermedia sosial, maka kekacauan politik yang menghantui kehidupan media sosial kita sungguh angel bisa diredam dan didamaikan.

Sebab, tanpa kedewasaan, perdebatan politik di media sosial tak akan pernah menemukan titik temu. Hal itu, karena semua masyarakat media berdiri dengan egonya masing-masing. Mencari kemenangan diri dan kelompok politiknya semata. Bukan mencari kebenaran filofis yang bisa menjadi solusi bagi sistem politik kita yang retak dan galau. Sehingga, cara apa pun dianggap sah-sah saja. Termasuk memprovokasi, mengadu domba, dan memecah belah, semuanya dilegalkan.

Hal itu, sangatlah berbeda dengan masyarakat politik media sosial yang sudah dewasa. Dalam hemat penulis, masyarakat media sosial yang sudah dewasa dalam berpikir dan bertindak, tak akan berdebat dengan egonya. Melainkan dengan pengetahuan, informasi, data dan khazanah keilmuan yang dimilikinya. Selain itu, kehadiran masyarakat yang dewasa dalam kancah politik media sosial kita ini, juga akan menghadirkan suasana politik media sosial yang elegan dan cantik.

Sebab, mereka menganggap lawan politik media sosial mereka sebagai lawan yang sah. Bukan musuh yang harus dibasmi hingga ke akar-akarnya. Sehingga, dari pengakuan itu sendiri, akan hadir sebuah suasana kompetisi yang sehat, penuh gagasan dan strategi. Sehingga dari situ, perdebatan politik di media sosial menjadi kaya dan penuh dengan pertukaran informasi dan gagasan. Bukan sesak dengan caci maki dan provokasi yang sungguh menjijikkan dan memalukan.

Jadi, guna menyongsong peradaban politik media sosial yang berkeadaban, eksistensi masyarakat yang dewasa dalam kancah politik media sosial adalah kata kunci yang tak bisa dilupakan. Niscaya dengan hadirnya masyarakat-masyarakat politik media sosial yang dewasa, akan tercapailah peradaban politik media sosial yang berkeadaban itu, yakni politik media sosial yang penuh dengan pertukaran gagasan pengetahuan dan informasi. Sehingga muaranya jelas: cerdas-mencerdaskan dan cerah-mencerahkan kehidupan politik kebangsaan kita ini.

———- *** ———–

Tags: