Milad ke-18 PKS, Pecahkan Botol Miras demi Dukung Perda Mihol

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

DPW PKS Jatim, Bhirawa
Puncak cara Milad ke-18 PKS digelar dengan kegiatan unik yaitu dengan memecahkan beberapa botol miras di wisata Kenjeran Surabaya, Minggu (22/5). Hal ini sebagai refleksi atas disahkannya Perda Mihol Kota Surabaya yang kini sedang ada di meja Gubernur Jatim.
Wakil Ketua DPC PKS Surabaya Achmad Suyanto menegaskan jika kasus kriminalitas dan pelecehan seksual yang diakibatkan oleh mihol telah menjadi trending topic dan headline news di media akhir-akhir ini. Demi membenahi moral dan martabat bangsa, khususnya mewujudkan Kota Surabaya bebas miras dan pelecehan seksual, PKS Kota Surabaya mengajak seluruh warga Surabaya untuk berkomitmen.
“Yang jelas dalam acara Milad PKS kali ini kami mengajak seluruh anggota keluarga terbebas dari miras. Mengokohkan keluar dengan kasih sayang dan menolak segala perilaku penyimpangan seksual. Serta bersama masyarakat Surabaya melindungi seluruh anggota keluarga dari bahaya miras dan perilaku penyimpangan sosial,”tegas pria yang juga anggota DPRD Surabaya usai penghancuran botol miras di Tempat Wisata Kenjeran, Minggu (22/5).
Sementara alasan diambilnya tempat wisata Kenjeran sebagai acara milad, menurut Suyanto karena selama ini Kenjeran selalu diidentikkan dengan tempat mesum. Karenanya dengan seruan ini diharapkan ormas dan masyarakat juga mengamankan wilayah tersebut dari aksi mabuk-mabukan dan pelecehan seksual. Di antaranya dengan memberi penerangan di setiap akses di tempat wisata tersebut kalau malam. Selain itu disediakan penjagaan yang ketat bagi pasangan laki perempuan yang bukan mahromnya.
“Yang pasti dalam masalah ini kami mengajak masyarakat untuk amar ma’ruf nahi munkar dalam memerangi mihol dan pelecehan seksual. Karenanya, saya mengajak seluruh ormas, MUI dan NU untuk bersama-sama memerangi ini semua,”tegas mantan Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya ini dengan nada tinggi.
Sementara itu, Ketua MUI Kota Surabaya KH Mu’id mengaku sejak awal dirinya diajak untuk membahas Raperda Mihol di Surabaya. Pihaknya merasa tertarik karena semua permasalahan yang terjadi selama ini mulai dari pemerkosaan hingga kejahatan bermula dari minuman keras. Karenanya sudah waktunya mihol diperangi dan dihapus dari Kota Surabaya. “Kami berharap Gubernur dan Mendagri segera mengesahkan Perda tersebut, sehingga diharapkan Surabaya terbebas dari aksi kekerasan, penjambretan hingga pelecehan seksual atau pemerkosaan,”tukasnya.

Belum Dikirim ke Pemprov
Sementara itu meski telah disahkan sejak 10 Mei 2016 lalu, namun hingga kini ternyata Perda Larangan Minuman Beralkohol  yang telah disahkan DPRD Kota Surabaya belum juga dikirimkan ke Biro Hukum Setdaprov Jatim.
Padahal, agar perda bisa diberlakukan, maka harus mendapatkan persetujuan Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur. “Kami belum memperoleh kiriman Perda Minhol dari Bagian Hukum Pemkot Surabaya,” kata Kepala Biro Hukum Setdaprov Jatim Dr Himawan Estu Bagijo, Minggu (22/5).
Menurut Himawan, secara formal Pemkot Surabaya juga belum melakukan komunikasi terkait penetapan perda tersebut. Sehingga pemprov hingga kini juga belum bisa melanjutkan perda tersebut untuk segera mendapatkan pengesahan ataupun pembatalan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
“Kalau sudah dikirimkan ke sini, baru kita berikan telaah akademisnya, maksimal 10 hari sudah kita kirimkan ke Mendagri. Telaah perda itu kita bekerjasama dengan pihak perguruan tinggi,” kata Himawan.
Sesuai UU Nomor 23 Tahun 2014, maka tugas dari pemprov adalah melakukan fasilitas terkait perda, dan langkah ini sudah dilakukan saat perda masih dalam pembahasan di internal DPRD. Saat menyampaikan fasilitasi di hadapan pansus Raperda Minhol, Biro Hukum Pemprov juga telah minta Raperda Minhol tidak sampai melakukan pelarangan melainkan cukup dilakukan pembatasan peredaran mihol.
“Saat fasilitasi dulu, jangan lakukan pelarangan tapi lakukan pengendalian. Karena secara realitas mihol yang beredar ada register dan non register. Ada resmi dan tidak resmi. Secara legalitas yang bayak dikonsumsi yang tidak resmi,” ujarnya.
Meski telah memberikan masukan agar perda ini tidak melarang, faktanya DPRD Surabaya telah menetapkan Perda Larangan Minhol. “Sekarang kita tunggu saja perdanya diserahkan pemprov. Kita tidak bisa memaksa agar perda tersebut segera dikirim. Selama ini juga tidak ada komunikasi dengan pihak Pemkot Surabaya,” katanya.

Mendagri Sebut Fitnah
Sementara itu Kementerian Dalam Negeri menegaskan tidak pernah meminta pembatalan perda berisi pelarangan terhadap minuman beralkohol.
Mendagri Tjahjo Kumolo Tjahjo menyatakan bahwa semua daerah perlu memiliki perda berisi pelarangan terhadap minuman beralkohol mengingat peredaran minuman keras sudah membahayakan masyarakat dan generasi muda khususnya.
“Jabatan saya sebagai Menteri Dalam Negeri (Mendagri) saya pertaruhkan kalau saya sampai melarang Perda Pelarangan Minuman Keras. Itu berita fitnah,” kata Tjahjo yang juga alumnus Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang kemarin.
Lebih lanjut Tjahjo menekankan bahwa penjelasannya itu sekaligus meluruskan isu yang berkembang dari pemberitaan bahwa Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencabut Perda tentang Larangan, Pengawasan, Penertiban Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol di Daerah (Perda Pelarangan Minuman Keras).
Perda Pelarangan Minuman Keras, lanjut Tjahjo, prinsipnya harus diberlakukan di semua daerah dengan konsisten, benar penerapan dan pencegahannya, serta penindakan oleh daerah. Apalagi, minuman keras juga menjadi pemicu kejahatan.
Di Papua, misalnya, Kemendagri mendukung kebijakan Gubernur Papua untuk memberlakukan Perda Pelarangan Minuman Keras dengan konsisten.
Tjahjo mengungkapkan bahwa relatif banyak perda yang berisi larangan minuman keras yang masih tumpang tindih, kemudian Kemendagri meminta daerah yang bersangkutan untuk menyinkronkan kembali perda tersebut. Begitu pula, koordinasinya dengan aparat keamanan harus terjaga agar Perda Pelarangan Minuman Keras bisa efektif, termasuk pelarangan pembuatan dan peredarannya.
Sebelumnya, Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Surabaya memprotes Mendagri terkait dengan persoalan pencabutan Perda Pelarangan Minuman Keras yang dinilai bertentangan dengan Permendag, padahal hal itu justru menyalahi Pancasila dan kebijakan revolusi mental.
“Itu juga menyalahi ajaran agama bahwa minuman keras merupakan sumber asal dari segala bentuk kejahatan, seperti pembunuhan, kejahatan seksual, kecelakaan, dan narkoba,” kata Ketua Tanfiziah PCNU Kota Surabaya Dr Achmad Muhibbin Zuhri MAg. [cty,iib]

Tags: