Minat Membaca Generasi Milenial

Oleh :
Joko Susanto
Motivator Menulis Tingkat Dasar di Sidoarjo, penulis buku ‘Serba-Serbi Penulis Cilik’.

Hasil penelitian Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas RI) tahun 2017 menunjukkan kesimpulan yang tidak terlalu menggembirakan terkait fenomena aktivitas membaca di negeri kita. Temuan ini sebenarnya tidak terlalu berbeda dengan rilis beberapa waktu sebelumnya.
Apa yang sesungguhnya terjadi? Dalam satu hari, rata-rata orang Indonesia membaca buku kurang dari satu jam. Tepatnya, rata-rata masyarakat kita membaca buku per hari selama 30 hingga 59 menit. Artinya, dalam satu tahun menyelesaikan sekitar 5-9 buku bacaan. Tingkat kegemaran membaca buku masyarakat Indonesia sekitar 36,48 atau termasuk kategori rendah. Sesuai dengan pemeringkatan dari Programme for International Student Assesment (PISA) yang dirilis tiga tahun sekali oleh OECD (Organisasi untuk Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi) Indonesia menempati peringkat ke-69 dari 76 negara dengan obyek penelitian siswa usia 15 tahun.(Jawa Pos, 27 Maret 2018)
Bisa karena Membaca
Bagaimanapun sebuah optimisme harus tetap dibangun. Secara sekilas, kampanye gemar membaca sudah makin meluas. Di berbagai kota sudah banyak para pegiat literasi yang tidak kenal lelah menyediakan buku-buku gratis untuk dibaca terutama pada hari libur. Namun, respon masyarakat kadang terlihat masih rendah.
Membaca merupakan sebuah sarana yang efektif untuk meningkatkan kecerdasan. Kita tahu, buku adalah input sekaligus output kecerdasan maka sepantasnya untuk memicu semangat bersama agar peduli terhadap terciptanya masyarakat cinta pengetahuan. Salahsatunya melalui peningkatan minat membaca. Mengurai kendala masyarakat dalam memperoleh bahan-bahan bacaan bermutu dan terjangkau menjadi kebutuhan yang mendesak bagi pengambil kebijakan.
Membaca merupakan modal dasar pengetahuan bagi umat manusia. Keberadaannya menjadi pondasi utama dalam bangunan pengetahuan. Rahasia perintah membaca (iqra’) yang mengawali kenabian Nabi Muhammad saw. masih belum kita sadari sepenuhnya. Bermula dari aktivitas membacalah, kita akan membuka jendela dunia. Hebatnya lagi, membaca adalah ibadah yang bernilai pahala.
Malam hari anak-anak Indonesia banyak yang hanya diisi dengan menonton televisi. Alangkah bijaknya bila selain belajar ilmu sekolah dan agama juga diwarnai dengan cerita. Bagi usia awal bisa diceritakan oleh orangtua baik dari buku maupun kisah-kisah teladan. Bagi anak yang sudah dapat membaca buku perlu disediakan buku cerita yang bermutu. Apalagi waktu menjelang tidur adalah masa yang tepat untuk membisikkan sesuatu yang baik di telinga anak-anak kita. Kasihan anak-anak dibiarkan tertidur di depan televisi.
Menurut Dawson dan Baurman sebagaimana dikutip oleh Sutinah (1988), ada beberapa faktor yang memengaruhi minat membaca di antaranya yaitu : kebutuhan masing-masing anak, rasa aman, status dan kedudukan tertentu, kepuasan afektif dan kebebasan yang sesuai kenyataan. Minat membaca dipengaruhi pula kebiasaan atau kesenangan anggota keluarga, jumlah dan ragam bacaan selain oleh kemampuan guru dalam mengelola kegiatan belajar-mengajar membaca.
Apabila menelusuri jejak para pahlawan, kita akan menjumpai jejak para kutu buku. Lembaran hidup orang-orang hebat tidak terpisahkan dari lembaran-lembaran naskah yang mereka baca dan tulis. Dalam konteks perjuangan kemerdekaan, kita dapat melihat hampir semua pahlawan kemerdekaan adalah kutu buku. Salahsatu pembaca ulung adalah proklamator Bung Hatta. Bahkan, Deliar Noer dalam buku Biografi Politik Bung Hatta (1990: 143) menyebutnya sebagai “pembaca dan pencatat yang cermat.”
Jika kita membaca buku-buku klasik, secara gamblang dijelaskan segala perjuangan para ulama terdahulu dalam berikhtiar menuntut ilmu dengan membaca. Mereka rela mengorbankan waktu, tenaga, harta, bahkan jiwa mereka demi usaha mendalami ilmu. Semangat dan keseriusan mereka terhadap buku patut kita tiru. Buku selalu menemani mereka, baik ketika bepergian maupun ketika berada di rumah.
Saatnya kita bercermin dari antusiasme para alim ulama dahulu yang benar-benar keranjingan dalam membaca. Keunggulan membaca buku dibanding internet adalah referensi daftar pustakanya yang lebih jelas pertanggungjawabannya. Sedangkan sumber di internet banyak yang kurang jelas baik penulis maupun kepustakaannya. Selain secara fisik terlihat dan dapat dirasakan keberadaannya, buku memiliki nilai informasi karena merupakan hasil pemikiran yang berangkat dari temuan yang diketahuinya.
Kini, hampir tiap daerah telah memiliki perpustakaan umum meskipun kondisinya berbeda-beda. Secara umum, koleksi bukunya sudah sangat memadai. Walaupun gratis, tetapi jumlah pengunjung belum sebanding dengan jumlah penduduk setempat.
Ajip Rosidi dalam buku Pembinaan Minat Baca berpendapat bahwa anak-anak pelajar kita sebenarnya sama halnya dengan anak-anak bangsa mana pun, mereka dapat dibina dan dipupuk minatnya dalam membaca. Masalahnya adalah bagaimana kita akan melaksanakan pembinaan tersebut.
Metode KASA
Banyak alternatif untuk meraih tujuan. Ada beberapa langkah praktis yang dapat dilakukan para orang tua dan guru untuk meningkatkan minat membaca generasi muda agar menjadi budaya membaca. Diantaranya dengan metode KASA.
Pertama, Keteladanan. Melihat kondisi di masyarakat, faktor ini masih minimal kalau tidak boleh disebut memprihatinkan. Padahal anak memerlukan teladan dari orang tua atau guru dalam hal membaca. Kalau hanya memerintah tetapi nihil contoh maka jauh panggang dari api. Aneh, bila orang tua menyuruh anaknya rajin membaca buku tetapi dia sendiri masih kecanduan sinetron murahan yang miskin nilai keteladanan. Untuk meningkatkan minat baca ada baiknya kita melirik budaya yang dikembangkan Jepang dengan gerakan 20 minutes reading of mother and child. Kampanye ini mengharuskan seorang ibu mengajak anaknya membaca selama 20 menit sebelum tidur. Gerakan ini bisa sangat efektif jika didukung oleh kesadaran yang tinggi, ketersedian buku yang memadai, dan keteladanan lingkungan keluarga.
Kedua, Arahan dan bimbingan. Diperlukan penjelasan tentang argumentasi yang memadai perihal pentingnya aktivitas membaca. Kiranya perlu dijelaskan manfaat yang akan diperoleh dengan membaca. Bimbingan tentang teknik nembaca dapat diberikan di sekolah dan perlu dijelaskan secara komunikatif maka anak-anak atau siswa akan dapat menerimanya.
Ketiga, Sarana dan prasarana. Teladan dan arahan saja tidak cukup. Diperlukan tersedianya buku-buku dan sarana penunjang lainnya yang representatif. Idealnya, bahan bacaan disesuaikan dengan usia dan kebutuhan anak. Dalam pencarian buku, ajaklah anak-anak berdiskusi. Hal ini untuk menghindari kesia-siaan dalam membeli buku. Kiranya tidak terlalu sulit untuk membuat pojok bacaan di masing-masing rumah atau kelas. Keempat, Apresiasi. Apapun hasilnya, sudah seharusnya orang tua atau guru memberi apresiasi terhadap usaha anak. Bila perlu dapat diberikan motivasi agar mereka makin bersemangat.
Selayaknya kita selalu meluangkan waktu untuk melaksanakan perintah Allah SWT yang pertama yaitu membaca. Manfaatnya, tidak perlu hanya menunggu di akhirat kelak, balasan itu bahkan sudah diperoleh di dunia ini. Dengan banyak membaca, maka kita akan mengetahui berbagai hal yang menakjubkan.
Hidup pada era dengan kemudahan berbagai fasilitas membaca seperti sekarang, sudahkah membaca menjadi kebiasaan kita sekeluarga? Bila belum, maka tradisi mulia itu layak menjadi tugas dan pekerjaan rumah yang harus kita wujudkan bersama. Atmosfer pro-membaca selayaknya diciptakan, bukan sebaliknya. Mengaku generasi milenial tetapi belum gemar membaca, apa kata dunia?

———- *** ————-

Rate this article!
Tags: