Mirahati Safira, Kisah Wanita Ahli Akupuntur

Mirahati Safira saat mempelajari data medis pasien di RPG Kabupaten Situbondo. [sawawi/bhirawa].

Mirahati Safira saat mempelajari data medis pasien di RPG Kabupaten Situbondo. [sawawi/bhirawa].

Situbondo, Bhirawa
Sejak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Situbondo melalui Dinas Kesehatan (Dinkes) resmi memiliki Rumah Pemulihan Gizi (RPG) dua tahun lebih, banyak elemen dan lembaga kesehatan asal luar daerah melakukan studi banding perihal cara kerja dan sosok pengelola lembaga yang menaungi peningkatan gizi balita di Kota Santri tersebut.
Satu di antaranya yang menjadi jujugan adalah melihat kiprah Mirahati Safira, wanita muda yang kesehariannya bertugas khusus pada bagian akupuntur (pijat) balita berkebutuhan khusus. RPG Situbondo ini di bawah pembinaan Bupati Situbondo H Dadang Wigiarto bersama Kepala Dinkes Abu Bakar Abdi, Kabid PKMK Sumarno dan Kasi Gizi Rina Widharnarini.
Kepada Bhirawa, Fira-panggilan akrab Mirahati Safira-mengatakan, sejak awal terjun bertugas di RPG Situbondo, ia rela dan ikhlas hari-harinya habis untuk melayani balita yang masuk katagori berkebutuhan khusus. Kalau dicatat, kata Fira, hingga saat ini pihaknya berhasil melayani 420 lebih balita berkebutuhan khusus. “Dengan penuh sabar dan telaten, saya rela melayani mereka secara bergiliran,” ujar Fira, baru-baru ini.
Wanita lulusan Akademi Akupunktur Surabaya ini memang sengaja memilih bekerja sebagai ahli pijat, di Rumah Pemulihan Gizi (RPG) Dinas Kesehatan (Dinkes) Situbondo, karena beberapa alasan.”Saya  bertugas sebagai ahli akupunktur (pijat tusuk jarum) dan akupresure (pijat tangan) sejak RPG didirikan pada Februari 2013 silam. Hingga saat ini sudah menangani sedikitnya 420 pasien balita. Dari jumlah tersebut, 61 diantaranya berhasil disembuhkan melalui terapi pijat,” aku Fira.
Menurut Fira, pasien yang ditanganinya bukan pasien biasa, melainkan balita yang mengalami sejumlah kelainan bawaan. Misalnya, sebut dia, jenis down syndrome atau lebih dikenal lamban berjalan/berbicara/mendengar serta Celebral Palsy (Cipi) atau biasa disebut kelumpuhan otak. “Biasanya kami setiap dua kali dalam seminggu berkumpul dengan mereka untuk memberikan terapi pijatan. Mereka rata-rata memang berkebutuhan khusus dan harus ditangani secara serius,” bebernya.
Masih menurut Fira, dirinya akan melakukan pijatan sesuai dengan kebutuhan anak. Jika menangani pasien penderita Cipi maka akan dilakukan tusuk jarum pada bagian kepala si penderita. Sebaliknya jika pasien balita itu tergolong pada penyakit Down syndrome, maka akan dilakukan pijatan tangan biasa atau akupresure. “Sejak menjalani profesi ini saya selalu dengan suka cita setiap harinya. Sebab tugas ini selain mulya juga membantu di bidang kemanusiaan,” papar Fira.
Fira memastikan, profesinya tersebut dinilai berhasil setelah melihat pasiennya bisa sembuh. Bahkan Fira merasa bahagia jika pasien yang awalnya tidak mendengar menjadi bisa mendengar, yang tidak bisa berjalan lalu bisa berjalan. Termasuk juga pasien yang idak bisa bicara kemudian menjadi bisa bicara. “Hal itulah yang membuat kami senang dan bahagia, dalam menekuni tugas profesi in,” ujar Fira dengan semringah.
Dikisahkan Fira, setiap pasien umumnya membutuhkan waktu penyembuhan secara bervariasi. Jika pasien itu, urai dia, mengalami gangguan ringan maka dalam waktu satu bulan bisa disembuhkan. Namun jika penyakit yang diderita pasien tergolong parah, maka akan membutuhkan waktu berbulan-bulan bahkan sampai satu tahun.
Berdasarkan pengalaman yang dipernah dilalui Fira, rata-rata pasien yang menderita penyakit khusus ini disebabkan oleh gizi buruk. Bagi pasien penderita gizi buruk sejak berada dalam kandungan, dirinya berpesan agar setiap orang tua hamil bisa menjaga kesehatan kandungannya.
Ini untuk mencegah janin yang dilahirkan tidak mengalami gizi buruk. “Kami minta para ibu hamil itu bisa menjaga gizi makanannya. Mulai sejak hamil muda hingga melahirkan. Sebab jika dibiarkan maka balita itu yang akan menjadi korban,” urai Fira.
Fira juga menceritakan bahwa masalah itu bukan hanya soal gizi melaikan juga soal minimnya perhatian orang tua. Ini terjadi, karena masih banyak orang tua yang malas membawa anaknya untuk diberi terapi. Biasanya para orang tua beralasan tempat terapi yang jauh. Sementara, rata-rata penderita memang berasal dari daerah pegunungan dan tergolong kurang mampu.
Pihaknya, kata Fira, memnadang kejadian itu tidak bisa berbuat banyak. Untuk dia berharap orang tua balita bisa sadar dan secara aktif membawa anaknya ke RPG Situbondo. “Kalau apa solusinya, ya tidak ada. Solusinya itu ya kesadaran dan pengorbanan dari orang tua untuk membawa anaknya ke RPG. Bisa juga para orang tua membawa anaknya ke Puskesmas terdekat,” tegasnya.
Bagi masyarakat yang memiliki balita berkebutuhan khusus, Fira menyarankan untuk menjalani terapi akupunktur di RPG Kabupaten Situbondo yang persis berada di belakang Kantor Dinkes setempat. “Disini banyak ruangan yang khusus menangani masalah penyakit yang disebabkan oleh gizi buruk. Saya sendiri memiliki ruangan di ruang pijat,” pungkas Fira. [awi]

Tags: