Miris, Kasus Trafficking di Polda Jatim Alami Peningkatan

Wakapolda Jatim, Brigjen Pol Toni Harmanto pada acara Indonesian and US Law Enforcement Specialists Meet in Surabaya for Training Human Trafficking and Fraudulent Document, Selasa (30,7). [abednego/bhirawa]

Polda Jatim, Bhirawa
Setengah tahun lebih atau selama tujuh bulan Polda Jatim telah menangani 12 kasus TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang). Hal itu diungkapkan Wakapolda Jatim, Brigjen Pol Toni Harmanto saat membuka acara Indonesian and US Law Enforcement Specialists Meet in Surabaya for Training Human Trafficking and Fraudulent Document, Selasa (30/7).
Toni mengatakan, jumlah penanganan kasus trafficking tahun ini meningkat dibanding 2018 lalu. Hingga Juli 2019, sambung Toni, Polda Jatim telah menangani sebanyak 12 kasus human trafficking. Dan 12 kasus tersebut saat ini masih dalam penanganan atau dalam proses penyidikan anggota Polda Jatim.
“2018 lalu, tercatat ada 22 kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Sementara hingga bulan ini, sudah ada 12 kasus yang masih berproses di Polda Jatim,” kata Brigjen Pol Toni Harmanto.
Toni merasa prihatin akan maraknya kasus TPPO yang ditangani Polda Jatim. Bahkan pihaknya miris melihat kasus ini, dikarenakan kebanyakan pelaku merupakan orang dekat korban. Para pelaku ini bisa dari pihak keluarga maupun teman dekat korban.
Itulah yang menjadi penyebab para korban ini cenderung percaya dengan pelaku, sehingga menjadi korban kejahatan. “Banyak kasus (pelaku) justru merupakan orang dekat, bahkan keluarga korban. Sehingga perlu dilakukan pencegahan,” jelasnya.
Masih kata Toni, pencegahan ini bisa dilakukan dengan dua cara. Yaitu dengan meningkatkan pertahanan keluarga. Dengan tujuan sebagai filter dan mendeteksi jika nantinya ada perilaku maupun sikap yang merujuk kepada tindakan asusila. Terlebih pada tindakan human trafficking yang sangat merugikan sekali bagi si korbannya.
Toni menambahkan, penyebab timbulnya human trafficking juga terdapat pada diri korban. Dimana para korban yang minim informasi ini, akan rentan tertipu aksi pelaku tindak pidana perdagangan orang. Sehingga korban dari human trafficking ini kebanyakan memang perempuan dan anak-anak.
“Perempuan dan anak-anak masih menjadi rentan menjadi korban TPPO. Banyaknya perempuan dan anak disebabkan minimnya pengetahuan mereka, serta kurangnya pemahaman tentang hak dan kewajiban dalam dunia kerja,” ucap Toni.
Untuk itu pihaknya mengimbau masyarakat untuk tidak mudah percaya dengan iming-iming apapun. Toni juga menyarankan kepada perempuan untuk terbuka, yakni dengan mencari informasi yang sekarang bisa diakses lebih mudah dari dunia maya.
Dan berharap tidak banyak lagi perempuan maupun anak-anak yang menjadi korban dari tindak pidana perdagangan orang atau yang biasa disebut human trafficking.
“Terungkapnya kasus TPPO ini juga dari kesadaran masyarakat untuk pencegahan. Semakin mudahnya masyarakat mengakses informasi di media, ini menjadi titik terang,” pungkasnya. [bed]

Tags: