Misteri Waduk Pridjetan yang Luput dari Perhatian

Menlu Belanda, HE Stef Blok saat mengunjungi Waduk Pridjetan yang punya nilai sjarah penting di Kabupaten Lamongan. [Alimun Hakim]

Terdapat Struktur Bangunan Kuno Berupa Undakan Tangga Zaman Majapahit
Kab Lamongan, Bhirawa
Ternyata Lamongan menyimpan peninggalan era kolonial yang monumental dan syarat akan nilai sejarah. Bangunan monumental era Belanda tersebut adalah sebuah waduk yang sejak zaman kolonial dikenal dengan sebutan Waduk Pridjetan. Bahkan, bangunan kolonial peninggalan Belanda itu, masih digunakan hingga saat ini.
Pekan lalu, Waduk Pridjetan mendapat kunjungan istimewa. Dia adalah Menteri Luar Negeri (Menlu) Belanda, HE Stef Blok. Jauh-jauh dari Negeri Kincir Angin ke Lamongan, Blok ingin melihat waduk yang konon dibangun oleh leluhurnya, JF A Dligoor, yang merupakan pelaksana proyek pembangunan waduk kala itu.
Waduk ini berlokasi di dua kecamatan, tepatnya di Desa Girik, Kecamatan Ngimbang dan Desa Tenggerejo serta Desa Mlati, di Kecamatan Kedungpring. Waduk Prijetan ini memiliki luas 231 hektare dengan kapasitas awal 12 juta meter kubik. Waduk ini dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda 1909 hingga 1917.Waduk yang memiliki enam anak sungai ini dikelola oleh Balai PSDA Bengawan Solo.
Berdasarkan dokumen yang ada di Dinas PU SDA Pemkab Lamongan, ada 4 nama yang disebut sebagai pelaksana proyek pembangunan waduk Prijetan ini, yakni Tuan Birman, Tuan Delos, Tuan trong dan Tuan Dliger (Mevr JF A Dligoor).
Terlepas dari itu semua, ada sebuah hal yang luput dari perhatian pemerintah jika diteliti lebih dalam mengenai waduk monumental ini. Melalui Pemerhati Sejarah dan Budaya Lamongan, Priyok dengan ilmu Arkeologinya menilai jika ada suatu hal yang luput dari perhatian pemerintah.
Menurutnya, dimana ditemukan struktur bangunan kuno dengan undakan tangga sungai yang di perkirakan berasal dari masa kerajaan Majapahit. “Kalo saya pribadi selama ini berpendapat justru yang luput dari perhatian adalah adanya sisa struktur bangunan kuno, berupa undakan tangga sungai yg diperkirakan berasal dari masa Majapahitan. Itu tak temukan dalam dokumen Belanda pada saat perencanaan waduk Prijetan,” ungkapnya.
Dia menjelaskan, hal itu didukung dengan temuan banyaknya pecahan keramik asing dan tembikar kuno di sekitar lokasi utara waduk. Tak hanya itu, hal tersebut juga di dukung dengan hasil penelitian arkeologi oleh Puslit Arkenas tahun 2013-2014 yang mengidentifikasi jejak-jejak keramik tersebut yang di duga berasal dari masa abad 11-13 dan 14-15.
“Prijetan dulu proyeksinya setahuku untuk mendukung pertanian dan perkebunan tebu. Karena itu wilayah sekitar Kedungpring itu disebut juga Distrik Kota Rosan atau Kota tebu,” katanya.
Priyok membeberkan dokumenya dengan judul ‘Kehancuran Kota Rosan’. Dalam dokumenya menyebutkan, JAB Wiselius, seorang kontroleur Jawa dan Madura, melaporkan temuannya berupa benteng kuno yang berada di lembah Wiselius, kepada Residen Surabaya pada 8 Juli 1871 dengan nomor surat 8299.
Dia melanjutkan, situs yang sekarang ini menjadi Waduk Krekah atau Waduk Prijetan yang diresmikan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1917. Menurut laporan JAB Wiselius, ketika Waduk Krekah atau Waduk Prijetan kala itu masih berupa lembah, terdapat dinding tanah (benteng) yang terletak di sisi lembah dengan ketinggian 1-4 kaki.
Saat ini, di salah satu sisi Waduk Krekah atau Waduk Prijetan ditemukan tangga dari batu, namun belum dapat diketahui secara pasti apakah ini yang dimaksud bagian dari benteng yang disebutkan oleh JAB Wiselius. Lokasi temuan tangga dari batu ini secara administratif berada di Desa Mlati, Kecamatan Kedungpring, Kabupaten Lamongan.
Tidak jauh dari Waduk Krekah atau Waduk Prijetan, tepatnya di sebelah Utara waduk (areal perkebunan jati dan tebu) banyak ditemukan pecahan tembikar dan pecahan keramik. Lokasi temuan pecahan tembikar dan pecahan keramik ini dikenal dengan sebutan situs ‘Rosan’ yang secara administratif berada di Dusun Sumbergempol, Desa Melati, Kecamatan Kedungpring, Kabupaten Lamongan.
Kata ‘Rosan’ sendiri berasal dari bahasa Jawa ‘ros-rosan’, yang memiliki arti ruas-ruas yang memisahkan antara ruas batang tebu satu dengan yang lain. Pecahan keramik yang ditemukan di situs Rosan mayoritas (terbanyak) adalah keramik dari dinasti Song (abad 12-13 M), kemudian disusul oleh keramik dari dinasti Yuan dan dinasti Ming (abad 13-16 M), dan juga ditemukan keramik yang berasal dari abad ke 10-11 M.
Dari data tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa situs ini telah dihuni oleh manusia sejak abad ke 10 M dan puncaknya pada abad ke 12-13 M. Temuan benteng kuno yang berada di lembah Wiselius diduga kuat ada hubungannya dengan temuan pecahan tembikar dan pecahan keramik di situs Rosan.
“Diduga juga, dulu Kota Rosan merupakan kota yang ramai dan maju karena dikelilingi oleh benteng. Entah faktor apa yang menyebabkan kota yang diduga sudah dihuni sejak abad 10 M ini mengalami kehancuran,” punasnya. [Alimun Hakim]

Tags: