Mitigasi Bencana Banjir Berbasis Sekolah

Oleh :
Kurniawan Adi Santoso
Guru SDN Sidorejo, Kecamatan Krian, Sidoarjo
Musim penghujan telah tiba. Hujan yang turun dengan intensitas tinggi telah menyebabkan banjir di berbagai daerah. Sebenarnya kerugian dan dampak yang ditimbulkan dari banjir dapat diminimalisasi lewat mitigasi bencana banjir. Hanya saja mitigasi bencana banjir ini masih jarang dilakukan. Padahal kita dihantui banjir tiap musim hujan.
Daerah yang menjadi “langganan” banjir sangat penting mengantisipasi, termasuk menyosialisasikan berbagai informasi kebencanaan sejak awal kepada masyarakat. Ini dimaksudkan agar masyarakat makin siap, siaga, dan tangguh menghadapi musibah alam. Kesiapasiagaan bencana akan meringankan kita semua: mengurangi risiko, menekan jumlah korban, mempercepat proses evakuasi, hingga pemulihan pascabencana banjir.
Kalau kita lihat sekarang ini banjir tidak selalu ditimbulkan oleh frekuensi curah hujan tinggi. Akan tetapi lebih bergantung pada kondisi lingkungan setempat. Daya dukung lingkungan yang dari tahun ke tahun semakin lemah akibat ulah manusia.
Di antaranya, eksploitasi air tanah yang berlebihan menyebabkan penurunan tanah. Kondisi ini bertambah memburuk bila tinggi permukaan tanah lebih rendah dari permukaan air laut sebagai dampak perubahan iklim. Akibatnya aliran air dari hulu pun tidak dapat terbuang ke laut.
Lalu, saluran dan tangkapan air (waduk, sungai, kanal banjir, drainase dan ruang terbuka hijau) yang ada kapasitasnya kurang untuk menampung volume air yang besar akibat curah hujan yang ekstrem. Aliran dan sempadan sungai menyempit karena sebagian sungai mengalami pendangkalan. Beberapa daerah resapan dan waduk juga kurang maksimal karena berubah fungsi.
Saluran-saluran air yang ada tersumbat sampah akibat manajemen sampah yang buruk. Perilaku manusia yang lebih gampang membuang sampah di sungai mengakibatkan sampah menyumbat aliran air, menumpuk di bawah jembatan dan pintu air. Meski sudah ada aturan pelarangan membuang sampah di sungai, namun itu diabaikan.
Banjir juga disebabkan tertutupnya permukaan tanah yang dilapis beton atau material yang menahan air untuk meresap dalam tanah. Pertumbuhan penduduk dan ekonomi, pembangunan infrastruktur yang massif serta urbanisasi menyebabkan okupasi lahan semakin sempit. Yang kemudian air hujan menggenang di daratan, tak bisa terserap ke tanah.
Banjir merupakan bencana yang relatif paling banyak menimbulkan kerugian. Bukan hanya dampak fisik yang diderita oleh masyarakat. Tetapi juga kerugian non-fisik seperti sekolah diliburkan, harga barang kebutuhan pokok meningkat, dan kadang-kadang sampai ada yang meninggal dunia.
Penyadaran
Maka dari itu, penting sekali upaya penyadaran pada semua pihak bahwa pemanfaatan alam lingkungan sekitar tidak boleh berlebihan sehingga ancaman banjir tidak datang tiap musim hujan. Penyadaran ini akan lebih efektif bila melalui pendidikan mitigasi bencana. Yakni mendidik sikap dan perilaku masyarakat lebih sadar bencana yang tidak hanya untuk kesiapsiagaan, tetapi juga lebih mengedepankan perilaku ramah lingkungan.
Mitigasi sendiri sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2006 didefinisikan sebagai upaya untuk mengurangi dampak dari bencana baik bencana alam, bencana ulah manusia ataupun gabungan keduanya dalam suatu negara atau masyarakat. Mitigasi kebencanaan akan mampu memberikan rasa aman dan perlindungan dari ancaman bencana yang mungkin dapat terjadi.
Jadi, mitigasi bencana itu bagaimana upaya pengenalan dan pemantauan risiko bencana, perencanaan partisipasi penanggulangan bencana, serta pengembangan budaya sadar bencana. Di samping dengan penerapan upaya fisik, nonfisik dan pengaturan penanggulangan bencana melalui sebuah identifikasi dan pengenalan terhadap sumber bahaya atau ancaman bencana dan pemantauan terhadap pengelolaan sumber daya alam dengan penggunaan teknologi tinggi.
Selama ini yang kita ketahui mitigasi bencana banjir masih terfokuskan kepada masyarakat. Padahal tidak bisa dipungkiri pula banyak sekolah di Indonesia berada di daerah rawan banjir. Sekolah yang terendam banjir otomatis tak bisa melangsungkan kegiatan belajar mengajar. Ini jelas menghambat terselesaikannya materi pelajaran hingga akhir semester. Tentu sangat merugikan peserta didik.
Karena itu, mitigasi bencana banjir sangat perlu pula diberikan agar sekolah yang terindikasikan terdampak bencana banjir dapat mengantisipasi kerugian yang akan ditimbulkannya. Penyebaran informasi kebencaan secara kontinyu di lingkungan pendidikan akan membuat pelaku pendidikan dapat mengenali, mencegah dan mampu cara penanganan bencana banjir. Baik melalui penyampaian materi dengan berbagai cara, poster, sosialisasi, penyuluhan, lokakarya ataupun diskusi.
Langkah tersebut sangat tepat agar sekolah (terutama yang terindikasikan terdampak banjir) dapat lebih bersikap waspada dan selalu siap bila bencana tersebut terjadi serta dapat mengenali dan mencegahnya. Jangan sampai mitigasi banjir berbasis pendidikan baru dilakukan setelah bencana terjadi.
Hanya saja, materi mitigasi tersebut lebih efektifnya tidak hanya diberikan kepada sekolah yang rawan terdampak bencana banjir. Harapannya menyeluruh. Kenapa harus demikian? Di manapun dan kapanpun bencana banjir tidak dapat diprediksi. Hanya kewaspadaan yang diperlukan.
Materi mitigasi wajib diberikan ke setiap sekolah tanpa terkecuali. Dalam artian, baik sekolah yang terletak di daerah pedalaman sampai perkotaan wajib menerima materi mitigasi tersebut. Mitigasi bencana banjir berbasis sekolah tidak hanya bersifat mengenalkan, mencegah ataupun siap menghadapi bencana tersebut. Lebih dari itu, sekolah menjadi lebih peduli sebelum bencana banjir tersebut terjadi.
Akhir kata, pendidikan mitigasi bencana harus disosialisasikan kepada masyarakat secara terus menerus. Pendidikan bencana menjadi kunci ketahanan (bukan kepasrahan) masyarakat menghadapi banjir ke depan.
———- *** ———–

Tags: