Mitos Titik Nol Mata Air Sumber Brantas

Air dari Sumber Brantas di Kecamatan Bumiaji Kota Batu konon berkhasiat bisa membuat seseorang awet muda. Bahkan airnya juga bisa untuk kesembuhan penyakit. [bambang wn]

Air dari Sumber Brantas di Kecamatan Bumiaji Kota Batu konon berkhasiat bisa membuat seseorang awet muda. Bahkan airnya juga bisa untuk kesembuhan penyakit. [bambang wn]

Airnya Bisa untuk Pengobatan dan Upacara Keagamaan
Kota Batu, Bhirawa
Banyak warga Surabaya yang tidak tahu, kalau selama ini air yang dikonsumsi dari PDAM Surabaya – yang bahan  bakunya dari Kali Brantas – titik nol mata air itu ada di Dukuh Sumber Brantas Desa Tulungrejo Kecamatan Bumiaji Kota Batu.
Namanya Arboretum, terletak di Dukuh Sumber Brantas Desa Tulungrejo Kecamatan Bumiaji Kota Batu.  Banyak ditemukan fakta-fakta unik dan menjadi legenda menarik terkait tempat itu.  Bahkan ada secuil mitos yang berkaitan dengan mata air Sumber Brantas. Tak sedikit masyarakat yang percaya akan mitos ini.
Fakta unik seputar mata air Sumber Brantas bermula dari lubang sumur berdiamer 1 meter, tempat air jernih Sumber Brantas berdebit 10 liter/detik ini mengucurkan diri. Sudah menjadi takdirnya, air tersebut terus mengalir melewati kanal menuju Kali Brantas bersama sumber mata air lain hingga bertemu di Selat Madura.
Tertulis jelas di papan biru bertuliskan cat warna putih kalimat ‘From this site spring the water of the Brantas River’, yang berarti dari tempat inilah sumber air Sungai Brantas itu berasal. Karena itu tak heran jika lokasi ini dikenal sebagai  titik nol sumber air hulu Sungai Brantas.
Sebelum bertemu di Selat Madura, air itu mengalir di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas seluas sekitar 11.800 km2 atau hampir setara dengan ¼ wilayah Jatim seluas 47.157,72 km2. Aliran air itu melintasi Kota Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Jombang, dan Mojokerto.
Nah, di Mojokerto inilah aliran Sungai Brantas mulai selingkuh membagi diri secara adil menjadi dua bagian. Satu cabang sungai mengalir ke Surabaya melewati Kalimas, dan satu cabang sungai lainnya mengalir ke Kali Porong Sidoarjo sebelum akhirnya keduanya berkumpul kembali di Selat Madura.
Unik. Ukuran sumur mata air itu relatif kecil, hanya berdiameter 1 m. Dari sumber ini mengalir air jernih, seolah seperti kaca sehingga tampak jelas tanah yang ada di dasar airnya. Sumur itu airnya mengalir secara terus menerus, tak pernah berhenti alias ajeg. Sumber ini merupakan salah satu mata air yang menuju Kali Brantas (Sungai Brantas).
Oleh sebab ajegnya mengalir dibandingkan mata air lainnya yang menuju Kali Brantas, maka mata air di Arboretum itu layak disebut Sumber Brantas. Mungkin karena alasan itulah, Arboretum ini dinamakan juga dengan Arboretum Sumber Brantas.
Menurut Dirtek Jasa Tirta I Raymond Valiant Ruritan, nama ini diberikan oleh Menteri Kehutanan RI yang pada waktu itu dijabat oleh Ir Hazrul Harahap saat berkunjung ke tempat ini pada 1989.
“Mata air Sumber Brantas menjadi ikon Arboretum, selain pohon Pinus Parana yang ditanam oleh Roedjito Dwidjomestopo sekitar 14 tahun lalu, tepatnya pada 11 Juni 1992,” kata Raymond kepada Harian Bhirawa yang ikut dalam rombongan press gathering yang digelar oleh Perum Jasa Tirta I ke Kota Batu dan Mojokerto akhir pekan kemarin.
Pohon Pinus Parana menjadi saksi hidup atas partisipasi Indonesia dalam Konferensi Bumi di Rio De Janeiro Brasil pada Juni 1992.
Ada keunikan lain dari perspektif sejarah. Seperti disebutkan sumber ini, pada abad ke-8 berdiri kerajaan Kanjuruhan yang berpusat di DAS Kali Brantas, bercorak agraris dengan tata kelola irigasi yang teratur. Kerajaan ini meninggalkan Candi Badut dan prasasti Dinoyo pada 760 M (Tanudirdjo, 1997).
Beberapa bukti Prasasti Harinjing di Pare, seperti prasasti tertua berangka pada 726 S (804 M) dan yang termuda bertarikh 849 S (927 M) sebagaimana sinyalir Lombard (2000), bahwa pada anak sungai Kali Konto, yakni Kali Harinjing telah ada pembangunan sistem irigasi pada zamannya. Bentuknya berupa saluran dan bendungan yang disebut Dawuhan.
Sebagian masyarakat percaya, bahwa mata air Sumber Brantas memiliki khasiat dapat membuat awet muda. Bahkan airnya juga bisa untuk kesembuhan penyakit, dan acap diambil untuk upacara keagamaan di Bali. “Ada tamu datang kesini, dia mengaku tak bisa mendengar, setelah kupingnya ditetesi air ini tiba-tiba sembuh,” kata salah satu pegawai penjaga kawasan Arboretum.
Anehnya, justru banyak orang jauh yang tahu lokasi ini. Ia menyebut mereka yang datang dari Arab Saudi, Brunai Darussalam, Malaysia dan warga Bali. Bahkan, mereka yang mengikuti aliran Kejawen sering tirakatan di dekat sumber air ini.
Ada legenda lain yang sarat misteri. Konon, sejak kerajaan kuno Kediri (zaman Mataram Hindu), ada legenda buaya putih yang selalu meminta tumbal berupa korban manusia. Legenda buaya penunggu jembatan itu juga disebutkan dalam catatan kolonial Belanda. Namanya legenda buaya putih Badug Seketi.  Faktanya memang ada sejumlah kasus korban manusia yang hanyut di aliran Sungai Brantas.  Ada korban peserta rafting asal Jakarta di Batu, akibat perahu karetnya terbalik. Apakah kecelakaan ini ada hubungan antara buaya putih yang meminta korban manusia, juga masih menjadi misteri.
Di area Arboretum Sumber Brantas saat ini ditanami 3.200 buah dengan 37 jenis pohon langka, seperti klerek (CurciligoSp), Oliander, Damar (Agathis Alba), Juwet (Eugenia Cumini), Kayu Manis (Cinnanonum Burmani), dan masih banyak lagi. Saat ini sebagai tempat konservasi alam, sekaligus rekreasi dan edukasi lingkungan hidup.
Saat rombongan press gathering memasuki lokasi akhir pekan kemarin, bunga-bunga Arboretum tampak cantik. Pohon Pinus Parana, Kayu Manis, Kayu Putih dan puluhan jenis tanaman langka lainnya di antara 3.200 pohon yang telah ditanam, seolah menyambut kedatangan rombongan.[Bambang WN]

Tags: