MK Kabulkan PK 1.178 Honorer K1 Nganjuk

Perwakilan tenaga honorer bersyukur setelah mendapat kabar permohonan PK-nya dikabulkan oleh Majelis Hakim MA, Senin (20/4).

Tunggu Formasi, Peluang Jadi PNS Terbuka Lebar
Surabaya, Bhirawa
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Agung (MA), Dr H Yodi Martono Wahyunadi SH, MH mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan 1.178 tenaga honorer kategori 1 (K1) Kabupaten Nganjuk. Permohonan PK bernomor perkara 31 PK/FP/TUN/2020 tersebut diputus Majelis Hakim pada 14 April 2020 lalu.
Dikabulkannya permohonan PK ini oleh Majelis Hakim, otomatis membatalkan putusan PTUN Jakarta yang perkaranya teregister bernomor 11/P/FP/2018/PTUN.JKT pada 5 April 2018 lalu. Dikonfirmasi perihal dikabulkannya PK ini, Kukuh Pramono Budi membenarkan hal tersebut.
“Berdasarkan direktori putusan MA, memang begitu adanya, permohonan PK kami dikabulkan. Saat ini kami masih mengupayakan salinan putusan resmi dari Pengadilan,” kata Kukuh Pramono Budi, Senin (20/4).
Kukuh menjelaskan, perjuangan 1.178 tenaga honorer untuk diangkat menjadi PNS ini, diwakili oleh 131 honorer melalui jalur hukum. Dan dikomandoi oleh Anas Sidqi dkk. Pihaknya pun memastikan akan mengupayakan salinan putusan resmi Pengadilan.
“Berdasarkan amar putusan MA di tingkat PK tersebut, apabila nanti salinan putusan telah dikirimkan dan diberitahukan kepada para pihak. Maka konsekuensi terhadap para tenaga honorer kategori 1 (K1) Kabupaten Nganjuk tersebut harus dibuka formasi jabatannya dan langsung diangkat sebagai PNS,” tegas Kukuh.
Disinggung terkait langkah kedepan perihal upaya hukum ini, Kukuh mengaku akan bersurat lagi ke Presiden Joko Widodo serta elemen Pemerintah lainnya.
Dalam hal ini seperti Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI (KemenPAN-RB), Gubernur Jawa Timur, Bupati Nganjuk, DPR, DPRD, maupun Badan-Badan terkait sehubungan dengan pengawalan perwujudan pelaksanaan putusan PK No. 31 PK/FP/TUN/2020 tersebut.
“Tak hanya bersurat, kami akan meminta audensi langsung guna upaya merealisasikan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) itu,” ungkapnya.
Seperti diberitakan, kendati mengklaim sudah memenuhi syarat ketentuan sesuai peraturan yang ada. Hingga kini 1.178 tenaga honorer di Kabupaten Nganjuk belum juga diangkat menjadi PNS. Melalui tim kuasa hukum yang diketuai Kukuh Pramono Budi, akhirnya mereka menyurati Jokowi. Isi dari surat mereka meminta Jokowi memberikan perlindungan hukum serta kejelasan nasib mereka.
“Rata-rata mereka sudah mengabdi selama puluhan tahun lamanya, minimal 18 tahun. Apabila mengacu pada semua peraturan yang ada, seharusnya mereka sudah layak diangkat PNS. Jumlahnya tak sedikit, di Kabupaten Nganjuk terdapat 1.178 tenaga honorer sedang memperjuangkan nasibnya, 131 advokasinya dikuasakan kepada saya,” terang Kukuh di Surabaya pada Senin (30/9/2019) silam.
Kukuh membeberkan, para tenaga honorer ini sebenarnya telah dinyatakan lolos proses audit tertentu dalam proses penjaringan pengangkatan oleh Badan Kepegawaian Nasional (BKN) pada 9 Oktober 2013 lalu. Namun tanpa alasan jelas, hingga saat ini Kemenpan-RB belum mengambil langkah positif untuk mengangkat mereka menjadi PNS.
“Didaerah lain, misalnya Jombang, para tenaga honorer nya sudah diangkat menjadi PNS. Bahkan kita memiliki Yurisprudensi Mahkamah Agung perkara nomor: 44 K/TUN/2017 tanggal 7 Maret 2017 yang pada pokoknya untuk pedoman pengangkatan honorer menjadi CPNS mengacu pada SuratEdaran Menpan RB nomor 5 Tahun 2010 jo Peraturan Kepala BKN nomor 9 Tahun2012,” beber Kukuh.
Ditanya terkait peran Pemerintah Kabupaten Nganjuk sendiri saat ini, Kukuh mengaku bahwa Pemkab sudah menyiapkan anggaran untuk realisasi pengangkatan para tenaga honorer ini. “Sebenarnya anggaran sudah dituangkan Pemkab dalam APBD sejak tahun 2005 hingga sekarang. Aneh jika alasan anggaran sebagai alibi untuk tidak mengangkat para honorer ini,” imbuhnya.
Kendati merasa sudah memenuhi aturan yang ada, perjuangan para honorer ini terganjal pada putusan gugatan Fiktif Positif yang diajukan melalui PTUN Jakarta yang perkaranya teregister bernomor 11/P/FP/2018/PTUN JKTpada 5 April 2018 lalu. Melalui putusannya, PTUN Jakarta menyatakan gugatan tidak dapat diterima karena persyaratan formil dan tidak sampai memeriksa substansi perkara. [bed]

Tags: