Modifikasi Cerita Dewata Cengkar Sesuai Kemauan Rakyat

Foto_tamSurabaya, Bhirawa
Di atas panggung bertirai merah, seseorang lelaki duduk bersila di atas papan balok. Dia mengenakan songkok, setelan jas lengkap dengan celana panjang, dan sarung yang dililit ke pinggangnya. Di sebelah kanannya, duduk enam orang perempuan memakai berbagai kostum masa kini.
Waktu berjalan, tirai pun mulai dibuka perlahan. Lelaki itu lalu berdiri membacakan sebuah kisah tentang kerajaan yang dipimpin Dewata Cengkar. Ini adalah pentas drama, dan dia yang membawakan ceritanya. Sayang, hampir setiap cerita yang dia baca selalu berbuah protes. Enam orang perempuan disebelahnya yang berperan sebagai rakyat itu selalu tak sependapat dengan kisah yang dibacakan.
Mereka menginginkan semua cerita yang dibacakan dalang sesuai keinginan rakyat, bukan dalang sejarah. Apapun ceritanya, baik itu tentang kerajaan, perjuangan, hingga masa kini. Rakyat diatas pentas itu tidak mau diberi peran susah terus-menerus. Ainur tak kuasa, dia pun tetap membukakan buku ceritanya, dan rakyat akan susah sampai cerita berakhir.
Pentas dengan kisah Dewata Cengkar dan Aji Saka yang dipimpin Ainur Rifky sebagai pembawa cerita memang sebuah cerita lema. Namun bersama grup Teater Sang Gendang dari SMPN 2 Sukodono, Sidoarjo, dia sukses memodifikasi alur ceritanya. Ada kritik sosial yang diusung untuk dalam pementasan itu.
“Sebelum pentas ini, kami sudah berlatih selama dua bulan bersama teman-teman satu grup teater ini,” kata Ainur saat ditemui usai mengisi pentas Grand Final Drama Sekolah (Drakolah) Award 2014 yang digelar UPT Teknologi Komunikasi dan Informasi Pendidikan (Tekkomdik) Dindik Jatim, Sabtu (6/9). Dari penampilannya itu, grup teaternya sukses menorehkan prestasi sebagai juara tiga kategori SMP.
Dalam grand final Drakolah tersebut, ada 16 grup teater yang terpilih dari 35 grup teater yang turut mendaftar. Mereka dari berbagai jenjang pendidikan, mulai SMP, SMA/SMK dan sederajat se Jatim. Ke-16 grup tersebut terbagi dua, delapan tim kategori SMP dan delapan tim SMA/SMK. Pada tahap seleksi, seluruh peserta diberi kesempatan mengekspresikan diri namun tidak di pentas. Mereka diberi kesempatan mengikuti seleksi dengan mengunggah video penampilan teater ke internet, yakni youtube.com.
“Ini adalah upaya agar pelajar tidak asing dengan teknologi. Karena pelajar harus berbudaya tapi juga tidak boleh kalah dengan zaman yang sudah serba IT seperti sekarang,” kata Kepala UPT Tekkomdik Dindik Jatim Ema Sumiarti MSi.
Ema menjelaskan, Drakolah merupakan agenda tahunan melalui Radio Pendidikan (Rapendik) On Streaming. Pihaknya ingin menjembatani pemanfaatan TIK dengan dunia seni dan budaya. “Lomba ini lain daripada yang lain. Mungkin ini satu-satunya di Indonesia karena menggunakan kecanggihan teknologi masa kini,” ungkapnya.
Salah satuĀ  juri Luwar MSn mengatakan, beberapa aspek yang dinilai saat grand final Drakolah adalah penampilan di panggung (aspek penguasaan panggung dan kelancaran bahasa), kesesuaian tema (kostum, tokoh, ilustrasi musik), keunikan atau orisinalitas karya, hingga penggunaan durasi waktu.
Dia menjelasakan, setiap grup teater diberi waktu selama lima menit untuk menata properti diĀ  panggung. Apalagi, peserta grand final membawa properti sendiri-sendiri sesuai dengan tema yang dibawakan. “Ketika tampil, masing-masing tim diberi waktu 15 menit saja,” ungkapnya.
Luwar menyatakan, babak final penilaian dewan juri hanya menentukan juara pertama, dua, dan tiga untuk jenjang SMP dan SMA/SMK. Tapi, setiap grup masih mempunyai kesempatan meraih juara favorit karena ditentukan menggunakan sistem voting like Youtube dari video peserta yang sudah di-upload. “Voting sudah dibuka dan ditutup pada 10 November mendatang,” jelasnya. [tam]

Keterangan Foto : Teks : Penampilan Grup Teater Sang Gendang dari SMPN 2 Sukodono, Sidoarjo dalam lomba Drama Sekolah (Drakolah). [adit hananta utama/bhirawa]

Tags: