Momentum Konsolidasi, Berorientasi kepada Sektor Riil

Wakil Gubernur Jatim Saifullah Yusuf saat mengunjungi salah satu stan Bank Syariah di acara kegiatan Indonesia Shari'a Economic Festival (ISEF) 2016 di Surabaya, Jawa Timur, Kamis (27/10) kemarin.

Wakil Gubernur Jatim Saifullah Yusuf saat mengunjungi salah satu stan Bank Syariah di acara kegiatan Indonesia Shari’a Economic Festival (ISEF) 2016 di Surabaya, Jawa Timur, Kamis (27/10) kemarin.

Ekonomi Syariah Menghadapi Perlambatan Ekonomi

Oleh:
Wahyu Kuncoro SN
Wartawan Harian Bhirawa

Perlambatan perekonomian global yang berkepanjangan telah berdampak pada melemahnya perekonomian nasional. Kondisi ini juga telah membuat keuangan syariah mengalami kesulitan untuk melakukan pembiayaan suatu proyek karena dibayangi besarnya risiko kredit.
“Industri keuangan syariah perlu mengelaborasi produk dan akad keuangan syariah guna memberikan solusi pelemahan sektor riil,” kata anggota Dewan Syariah Nasional (DSN) Adiwarman Azwar Karim saat ditemui disela-sela acara Indonesia Shari’a Economic Festival (ISEF) 2016 di Surabaya, Jawa Timur, Kamis (27/10) kemarin.
Menurut Adiwarman, meskipun keuangan syariah juga terdampak oleh pelambatan perekonomian global namun sesungguhnya patut disyukuri karena sektor keuangan syariah di Indonesia bukan berorientasi pada korporasi, melainkan lebih kepada sektor retail. Apalagi dalam situasi perlambatan ekonomi saat ini, pembiayaan di sektor korporasi sedang terpuruk.
“Sektor syariah saat ini lebih bermain di UMKM bahkan lebih bermain di mikro dan juga mulai masuk ke sektor consumer seperti properti yang mulai menunjukkan perbaikan dan juga kendaraan bermotor,” jelasnya. Meski begitu, ia tetap mengingatkan bahwa meski sektor UKM dan mikro tidak begitu terpengaruh, dampak perlambatan ekonomi tetap terasa. Oleh sebab itu, dibutuhkan suatu kehati-hatian dalam manajemen kredit di sektor syariah. Namun, ia masih melihat peluang besar untuk sektor syariah bisa berkembang pesat setelah melalui masa sulit sekarang ini.
Sebagai informasi, berdasarkan data menunjukkan bahwa keuangan syariah Indonesia memang pernah mengalami pertumbuhan aset perbankan syariah sangat ekspansif dengan rata-rata 40% pada periode 2008-2013. Angka itu jauh melampaui rata-rata pertumbuhan keuangan syariah global sebesar 19%. Namun, perkembangan tersebut masih menyisakan banyak tantangan dan peluang yang harus diselesaikan khususnya di bidang produk dan akad agar keuangan syariah bisa tumbuh secara berkelanjutan ke depan.
Ditemui di tempat yang sama Ketua Pusat Studi Ekonomi Syariah Universitas Trunojoyo Madura Dr Abdur Rohman mengakui potensi pengembangan ekonomi syariah di Indonesia sesungguhnya sangat luar biasa karena memiliki penduduk Muslim terbesar, namun bisnis keuangan syariah masih belum maju.
“Kita bahkan masih kalah dengan Bangladesh, apalagi Malaysia. Meski kondisi ini memprihatinkan, di sisi lain, juga berarti masih ada peluang bisnis sangat besar di Tanah Air yang dapat digarap.” Jelas Abdur Rohman.  Apalagi, bisnis syariah mulai mendapat perhatian publik yang luas, sehingga kesempatan pengembangannya terbuka lebar. Jika didukung semua pihak, tidak tertutup kemungkinan Indonesia bisa menjadi kiblat keuangan syariah dunia.
Menurut Abdur Rohman, bisnis keuangan syariah yang berprospek luar biasa ini mencakup sektor perbankan, pasar modal, asuransi, dana pensiun, multifinance, hingga modal ventura. Pada prinsipnya, bisnis ini berjalan berdasarkan hukum Islam (syariah), yang antara lain melarang adanya pengenaan bunga pinjaman (riba) maupun berinvestasi pada usaha-usaha berkategori terlarang (haram). Ini berbeda dengan perbankan konvensional yang memberlakukan bunga pinjaman maupun simpanan, serta tidak dapat menjamin debitur tidak menggunakan kredit untuk bisnis yang haram atau tidak Islami, seperti produksi makanan atau minuman haram.
Dikonfirmasi terpisah, pakar ekonomi syariah dari fakultas ekonomi Unair Dr Nafik HR mengingatkan ekonomi dan keuangan syariah yang bisa berkembang kuat di Indonesia akan menjadi solusi bagi pemberdayaan ekonomi masyarakat, yang pada gilirannya dipastikan mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional. Namun, tentu saja, upaya pengembangan ini memerlukan terobosan dan sinergi baik dari pemerintah, Bank Indonesia sebagai bank sentral, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bursa Efek Indonesia, maupun stakeholder yang lain. Lebih lanjut menurut Nafik, di industri perbankan syariah, asetnya yang kini masih terjebak di angka sekitar 5 persen dari total industri perbankan nasional tentunya masih sangat bisa untuk digenjot.
Untuk itu, pemerintahan Indonesia pertama-tama harus membantu agar perbankan syariah bisa terlepas dari jebakan pangsa pasar 5 persen dari total perbankan nasional.
“Pemerintah harus memberikan peran yang lebih besar kepada perbankan ini, misalnya dalam penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR),” jelas Nafik. Di sisi lain, perbankan syariah juga harus bisa memperkecil risiko terdampak ketidakpastian, baik karena gejolak ekonomi global maupun melambatnya pertumbuhan ekonomi nasional. Dengan demikian, tidak terulang kejadian bank umum syariah (BUS) rugi hingga Rp 14 miliar pada Mei 2016, karena dampak tingginya non- performing financing (NPF) akibat ekspansi pembiayaan ke sektor batu bara dan pertambangan yang lain yang kini lesu.
“Kerugian semacam itu bisa menimbulkan ketidakpercayaan konsumen untuk menyimpan dananya di bank syariah,” tegasnya.
Lebih lanjut ekonom kelahiran Magetan ini juga berharap Pemerintah a perlu mewajibkan pengelolaan dana haji melalui perbankan syariah. Investasi dana yang berasal dari rencana pelaksanaan rukun Islam kelima ini juga harus didorong ke instrumen pasar modal yang syariah.
Dana haji yang totalnya mencapai Rp 81,59 triliun tahun 2015 dan diperkirakan menjadi Rp 119,37 triliun pada 2020 itu sangat membantu untuk membesarkan pasar dan likuiditas instrumen pasar modal syariah. Dengan semakin likuid, investor kaya dari negara-negara kawasan Timur Tengah pun akan tertarik untuk berinvestasi di Indonesia, yang bisa memberikan imbal hasil (return) jauh lebih tinggi dari negara-negara maju maupun negara berkembang yang lain.
Pemerintah tegas Nafik,  juga wajib membukakan jalan untuk berkembangnya industri keuangan nonbank (IKNB) syariah. Misalnya, melibatkan lebih banyak asuransi syariah dalam penyediaan proteksi atas resiko kegagalan debitur dalam melunasi fasilitas kredit KUR yang dibutuhkan rakyat. Cara lain, BPJS Kesehatan maupun BPJS Ketenagakerjaan harus direformasi, dengan membuka ruang bagi masyarakat untuk bisa memilih BPJS Kesehatan syariah maupun BPJS Ketenagakerjaan syariah. Hingga akhir tahun lalu, BPJS Ketenagakerjaan mengelola aset Rp 214,52 triliun.
Tak kalah penting, jelas Nafik pemerintah lewat jalur-jalur pendidikan formal maupun nonformal juga harus meningkatkan pendidikan dan sosialisasi keuangan syariah. Tidak itu saja, pemerintah, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan pelaku industri keuangan syariah juga harus bisa merumuskan dan membuat sistem ekonomi syariah yang universal, yang inklusif. Produk-produknya bisa digunakan semua orang termasuk nonmuslim, seperti kredit pemilikan rumah (KPR) syariah.

Jatim Penggerak Percepatan Ekonomi Syariah
Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf mengaku ditengah perlambatan perekonomian global dan nasional potensi ekonomi syariah di Jatim untuk berkembang tetap sangat terbuka.
“Jawa Timur adalah lumbung pelaku ekonomi syariah,” kata Saifullah Yusuf saat ditemui disela-sela acara Pembukaan Indonesia Shari’a Economic Festival (ISEF) 2016 di Convex Grand City Surabaya. Hal ini terlihat dari sebesar 92,46 persen dari 38,48 juta penduduk Jatim beragama Islam dengan karakter religius dan terbuka. Di Jatim terdapat 6.003 pondok pesantren yang keberadaanya diakui secara nasional dan internasional, dengan jumlah santri di Jatim mencapai hampir satu juta jiwa.
“Ini belum termasuk para alumni pondok pesantren yang tersebar di Indonesia serta Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand, Saudi Arabia dan negara lainnya,” ujar Wagub Jatim yang biasa dipanggil Gus Ipul ini.
Menyadari hal tersebut, ia menjelaskan, Pemprov Jatim terus mengembangkan ekonomi berbasis pesantren. Sejak 2011, Pemprov Jatim mengembangkan koperasi pondok pesantren (koppontren) dengan fokus antara lain membentuk unit jasa keuangan syariah.
Lebih lanjut disampaikannya, pengembangan ekonomi syariah terus diakselerasikan di Jatim. Salah satu langkah pengembangannya yakni Satuan Tugas Akselerasi Ekonomi Syariah (Satu Akses) Provinsi Jawa Timur telah dikukuhkan pada Selasa (25/10) lalu.
“Ini adalah ikhtiar kami untuk menggerakakan, mengembangkan dan mengakselerasikan ekonomi syariah secara masif. Salah satu ikhitiarnya adalah membangun sinerfgi antar organisasi atau penggiat ekonomi syariah yang mengacu pada blueprint dan strategi yang telah disusun,” katanya.
Menurut Gus Ipul, tujuan dibentuknya Satgas ini adalah menyinergikan peran antar stakeholder dalam rangka percepatan pelaksanaan ekonomi syariah. Setelah satgas dibentuk dan disinergikan, tujuan selanjutnya diharapkan dapat mengukur dan bersama sama merumuskan kebijakan terkait akselerasi ekonomi syariah
Gus Ipul menjelaskan, salah satu kunci di dalam kesuksesan akselerasi ekonomi syariah di Jatim yakni perkuatan kelembagaan, kesiapan Sumber Daya Manusia (SDM) hingga sosialisasi kepada masyarakat terkait pelaksanaan ekonomi syariah.
“Ketiganya ini memegang kunci sukses dalam mempercepat akselerasi ekonomi di Jatim. Kelembagaan yang ada harus diperkuat, SDM ditingkatkan kemudian sosialisasi kepada masyarakat dilakukan,” imbuhnya.
Penguatan kelembagaan harus dilakukan agar sinergi program yang terjalin antar semua lini berjalan dengan baik. Sementara, sosialisasi kemasyarakat juga terus dilakukan melalui  Pondok Pesantren (Ponpes) hingga organisasi keagamaan seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.
Bahkan kelembagaan lainnya seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan instansi baik pemerintah maupun non goverment juga terus di perkuat peranannya. Maka, setelah dibentuknya satgas ini diharapkan dapat mendorong dan mempercepat akselerasi ekonomi syariah di Jatim.
Peningkatan SDM, juga menjadi perhatian dari Gus Ipul. SDM harus disiapkan secara baik dengan mau dan mampu melayani masyarakat sesuai syariat yang berlaku.
“Jika satgas ini sukses dan berhasil akan diikuti oleh provinsi-provinsi lain dalam menerapkan ekonomi syariah. Allhamdulillah perkembangan ekonomi syariah di Jatim terus berkembang salah satu indikatornya adalah banyak ponpes dan daerah di Jatim yang terus berbenah menerapkan ekonomi syariah,” jelasnya.
Untuk menyosialisasikan informasi kepada masyarakat untuk beralih ke ekonomi syariah Gus Ipul mempunyai strategi. Caranya, yakni dengan mengajak da’i dan ulama dalam berdakwah agar memberikan motivasi terhadap kesejahteraan ummat. Jangan hanya membahas atau berdakwah seputar surga dan neraka saja.
“Kita meminta Dai dan ustadz dalam berdakwah mengajak masyarakat untuk menjadikan ekonomi syariah sebagai alternatif ekonominya. Kalau, masyarakatnya sudah mau maka kelembagaan yang bersifat syariah harus disiapkan dan dilakukan dengan baik berdasarkan azaz kejujuran,” ungkapnya.

Menagih Komitmen OJK
Menurut Undang Undang No. 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK), fungsi OJK adalah menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan yang meliputi kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan, kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal, dan kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.
OJK memiliki tugas dan wewenang dalam bidang micropudential, yakni meliputi pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan bank, kesehatan bank, aspek kehati-hatian bank, dan pemeriksaan bank. Sedangkan dalam bidang macroprudential, peran OJK adalah membantu Bank Indonesia (BI) untuk melakukan himbauan moral kepada industri perbankan.
“OJK selaku pengawas sistem keuangan khususnya pada bidang microprudential,  akan sangat memberikan dampak yang positif untuk perkembangan perbankan syariah. Tidak hanya perbankan syariah, namun dampaknya juga bisa dirasakan oleh lembaga keuangan syariah non-bank lainnya seperti pasar modal syariah, asuransi syariah, dan lembaga keuangan syariah lainnya,” kata Ketua Dewan OJK Muliaman D Hadad saat dikonfirmasi, Jumat (28/10) kemarin.
Menurut Muliaman, sistem keuangan syariah menawarkan potensi manfaat yang besar bagi program pembangunan ekonomi Indonesia. Selain menawarkan model transaksi berbasis etika, sistem keuangan syariah juga berpotensi untuk mendukung program stabilitas sistem keuangan dan peningkatan akses jasa keuangan kepada semua lapisan masyarakat, termasuk program transformasi para dhuafa untuk dapat meraih masa depan yang lebih cerah.
Hal ini tentunya akan sejalan dengan pemerintah dalam menerapkan program pengentasan kemiskinan guna mencapai target pembangunan ekonomi yang berkeadilan.
Sektor keuangan syariah yang terdiri dari perbankan syariah, pasar modal syariah, sektor sosial (termasuk zakat, infak, dan sedekah), merupakan perangkat yang secara fungsi akan saling mengisi dalam mendukung dinamika sektor riil Indonesia.
“Prinsip-prinsip khas keuangan syariah memihak pada pemerataan pendapatan dan berorientasi pada kegiatan sosial lingkungan. Ini menjadikan pengembangan sistem keuangan syariah sangat relevan dengan pencapaian target-target Sustainable Development Goals (SDGs),” tegas Muliaman lagi. Karenanya, sebagai otoritas sektor jasa keuangan di Indonesia, OJK berupaya terus mendorong perkembangan sektor keuangan syariah, mulai dari sektor perbankan syariah, industri keuangan non bank syariah, termasuk pasar modal syariah.  Menurut Muliaman, OJK juga telah mempersiapkan strategi pengembangan keuangan syariah guna memitigasi risiko dan tantangan industri keuangan syariah.
Melihat  tren perekonomian yang melambat seperti sekarang dan daya beli masyarakat menurun, diharapkan industri keuangan syariah dapat mempersiapkan diri dan beradaptasi. Keuangan syariah dituntut memiliki produk keuangan syariah yang invoatif dan memperdalam pasar. Selain itu, keuangan syariah juga dituntut untuk meningkatkan akses ke lembaga keuangan syariah dan memperbesar konsumen keuangan syariah.
Oleh karena itu, OJK meminta sejumlah perbankan syariah untuk giat menyosialisasikan kepada masyarakat mengenai manfaat dari ekonomi syariah. Perlu ditingkatkan edukasi, promosi dan kampanye kepada masyarakat secara luas untuk mendongkrak share perbankan syariah. Jika sudah dilakukan, pihaknya optimis dapat meningkatkan market share dan pertumbuhan perbankan syariah. Sebab potensi pasar perbankan syariah masih cukup besar. Selain itu, jumlah masyarakat yang belum bankabel juga masih banyak dan itu bisa digarap perbankan syariah.
“Dengan terus dilakukan pengembangan di berbagai sisi, diharapkan perbankan syariah juga menjadi pilihan untuk bertransaksi,” terangnya.
Prinsipnya, tegas Muliaman, OJK memiliki komitmen kuat dalam mengembangkan industri keuangan syariah di Indonesia. Apalagi, OJK mempunyai privilege untuk mengetahui dan mengawasi seluruh industri keuangan syariah, tidak hanya perbankan syariah, tetapi juga asuransi syariah, pegadaian syariah, pasar modal syariah, dan lembaga keuangan syariah lainnya. ***

Tags: