Momentum Ramadan dan Pendidikan Multikultural

Oleh :
Ani Sri Rahayu
Pengajar Civic Hukum (PPKn) Universitas Muhammadiyah Malang

Indonesia yang mayoritas masyarakat muslim, Islam sangat menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan (QS 3: 103). Namun karena yang melakukan praktik beragama itu manusia sendiri, agama sering kali merupakan bagian yang paling sensitif bagi setiap pemeluknya, yang jika merasa terganggu akan dengan mudah tersulut oleh konflik sosial.
Karena itu, salah satu ibadah yang diharapkan dapat menempatkan hati dan pikiran manusia menjadi netral dari sensitivitas negatif, puasa Ramadan diharapkan dapat menjadi titik tolak pengembangan pendidikan multi kultural di Indonesia. Selain itu, melalui klasifikasi sebagai ibadah makhdhah, puasa secara sengaja diperintahkan Allah SWT kepada manusia agar kita dapat meyakini betapa besarnya dimensi sosial dari puasa.
Dimensi sosial harus dimaknai sebagai bentuk keterkaitan antara satu makhluk dan lainnya agar di antara sesama manusia dapat saling menghargai satu sama lain. Beberapa lesson learn dari puasa dalam konteks dimensi sosial dapat dilihat dari perintah Tuhan agar manusia dapat menjaga lidahnya dari berkata yang membuat orang lain sakit hati, atau kata-kata yang akan menimbulkan permusuhan dan provokasi.
Begitu pun larangan Tuhan untuk berkata yang menyakitkan orang lain atau berkata provokatif yang mengajak orang lain membenci seseorang atau satu golongan, kendati secara syar’i tidak membatalkan puasa, dimensi sosial puasa menjadi tidak jalan dan dapat mengurangi kualitas ibadah puasa.
Itu merupakan sebuah proses pendidikan multi kultural yang sangat fundamental karena perintah ritual tersebut benar-benar berdimensi sosial yang sangat esensial, terutama dalam meningkatkan penghargaan dan respek terhadap hak-hak individual dan komunal.
Melalui pendidikan multi kultural, seperti dikatakan Callary Sada (2004), merupakan sebuah re?eksi proses pendidikan keragaman dalam rangka meningkatkan pluralisme untuk membangun kebersamaan. Senada dengan itu, HAR Tilaar (2004) menyebut pendidikan multi kultural sebagai sebuah upaya membina sikap untuk menghargai keragaman etnik, budaya dan agama.
Fokus pendidikan multi kultural bukan pada pengajaran ragam budaya, tapi justru mendidik, membina, membiasakan, dan terus melakukan kontrol dan perbaikan agar anak-anak bangsa ini bisa hidup dengan saling menghargai dan menghormati keragaman demi tetap menjaga dan memperkuat serta mempererat persatuan dan kesatuan bangsa dalam meretas jalan menuju masyarakat maju, mandiri, dan sejahtera ke depan. Kita berharap, momentum Ramadan bisa kita jalani dengan penuh kedewasaan dan penghargaan terhadap perbedaan. Oleh sebab itu, nilai-nilai persaudaraan bisa kita perkuat melalui momen Ramadan 1438 H kali ini.
Selama kalau sesama muslim tampak jelas jika berada di bulan Ramadan, orang memberikan takjil untuk berbuka puasa secara gratis, salat berjamaah di masjid, maupun berbagi ilmu Islam di setiap ceramah dan diskusi keagamaan yang dilaksanakan di masjid. Semuanya didapat gratis tanpa bayaran. Sesama muslim saling bersalaman, bercengkerama saling menanyakan kabar.
Umat Islam sama-sama salat tarawih tadarus dengan saling mengajarkan Alquran, dan banyak makanan sedekah di masjid. Inilah yang dilakukan umat Muslim di berbagai penjuru Tanah Air. Tetapi rupanya berbagai anjuran dan ajaran mengenai pentingnya persaudaraan itu jarang diperhatikan oleh banyak dari kita. Tetapi di bulan Ramadan ini persaudaraan itu akan tampak dengan sendirinya. **

Tags: