Monitoring BPM Lemah, Ratusan Investasi di Jatim Terancam Mangkrak

Pabrik pengolahan ikan di Banyuwangi.

Pabrik pengolahan ikan di Banyuwangi.

DPRD Jatim, Bhirawa
Rencana investasi Jatim pada 2015 ini terancam mangkrak. Menyusul dari total 303 investasi di Jatim, hanya sedikit yang berjalan hingga beroperasi. Berdasarkan catatan Komisi C DPRD Jatim, dari 303 industri, hanya 10 persen yang beroperasi.
Wakil Ketua Komisi C (Bidang keuangan) DPRD Jatim Renville Antonio mengungkapkan, catatan investasi pada 2014 di Jatim terbesar se-Indonesia dengan peningkatan 300% dibandingkan pada 2013. Padahal pada 2013 itu, Jatim untuk kategori Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) tercatat menempati urutan  ketiga dengan nilai investasi sebesar Rp 7,7 triliun. Bahkan hasil laporan BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) pusat, hingga 2014, investasi PMDN di Jatim menyentuh angka Rp 31,3 triliun. “Sayangnya,  dari angka tersebut hanya 10 persen yang terealisasi, sisanya mangkrak,” ungkap Renville, Senin (16/3).
Diakui Renville, para investor yang menunda investasi tersebut, awalnya sudah mendapat izin prinsip dari Pemprov Jatim untuk membangun perusahaan besar. Namun, realitanya di lapangan, pengusaha kesulitan membangun perusahaan di daerah yang sudah dipilih. “Meski sudah punya lahan,  tapi investor itu tidak bisa membangun, karena kabupaten tidak mengizinkan,” kata Renville.
Ia melihat, peran BPM (Badan Penanaman Modal) Jatim tidak aktif dalam menjalankan tugas suksesnya terkait investasi di Jatim. Karena saat investor itu kesulitan, tidak ada upaya bantuan apapun dari BPM Jatim. “BPM setelah mengeluarkan izin prinsip, tidak melakukan apa-apa, ini kan kurang bagus. Padahal Pemprov Jatim terutama Gubernur Jatim sudah susah-susah melakukan promosi investasi di Jatim itu menguntungkan,” papar politisi Partai Demokrat ini.  Karena itu pihaknya mendesak BPM Jatim lebih optimal lagi dalam bekerja, karena banyak  investasi yang sudah diberikan izin prinsip di lapangan mangkrak.
Dijelaskan Renville, dari 303 industri PMDN  (Penanaman Modal Dalam Negeri) yang jalan baru 94 industri. Namun dari 94 ini,  ada 38 industri yang mangkrak. Mereka yang mangkrak ini dipersulit bahkan dilarang oleh pemerintah kabupaten karena dianggap tidak sesuai dengan tata ruang daerah dan lain sebagainya. Fakta ini terjadi di Nganjuk dan Banyuwangi. Seharusnya, hal demikian ini menjadi perhatian BPM Jatim. Karena peran fungsi BPM ini bukan hanya membantu perizinan, tapi juga monitoring investasi sampai perusahaan benar-benar beroperasi dan bermanfaat untuk menyerap tenaga kerja di Jatim. “Seharusnya BPM Jatim mencari tahu, perusahaan yang mangkrak-mangkrak itu masalahnya apa? Apalagi anggaran monitoring juga sudah disiapkan di APBD,” terangnya.
Untuk itu, dalam waktu dekat ini BPM Jatim akan dipanggil Komisi C untuk menjelaskan kinerja BPM selama ini. Termasuk urusan promosi keluar negeri sudah seperti apa hasilnya. Terlebih faktanya, Penanaman modal asing (PMA) pada 2014 ini menurun drastis. “Fungsi BPM dalam monitoring harus diperkuat, jangan cuma gencar promosi saja tapi tidak ada hasilnya,” kritik Renville. [cty]

Tags: