Monumen Hari Santri Ponpes Shiddiqiyyah di Jombang Diresmikan

Monumen Hari Santri di Pondok Pesantren Majmaal Bahrain Hubbul Wathon Minal Iman Shiddiqiyyah, Ploso, Jombang yang diresmikan pada Selasa malam (29/10). [Arif Yulianto/ Bhirawa].

Jombang, Bhirawa
Monumen Hari Santri di Kompleks Pondok Pesantren (Ponpes) Majmaal Bahrain Hubbul Wathon Minal Iman Shiddiqiyyah, Rejoagung, Ploso, Jombang diresmikan, Selasa malam (29/10) pada acara Tasyakuran dan Peresmian Monumen Hari Santri serta Gedung Kaseban Jati Kasampurnan di Ponpes setempat. Acara tersebut dilaksanakan juga dalam rangka peringatan Hari Sumpah Pemuda tahun 2019.
Monumen Hari Santri ini memiliki tinggi 22 meter dengan lebar tanah 22 meter dan lebar monumen 17 meter. Memiliki motif relief perpaduan Majapahit, Pajajaran, Persi dan Turki. Di kanan dan kiri terdapat tiga bulatan, sementara di bagian tengah terdapat gambar jantung. Pembangunan monumen ini memakan waktu selama empat tahun, yang penggalian pondasinya dimulai pada tanggal 20 Oktober tahun 2015. Monumen ini dibangun oleh santri-santri Pesantren Majmaal Bahrain Hubbul Wathon Minal Iman Shiddiqiyyah, Ploso, Jombang.
Dalam pitutur luhurnya pada acara tersebut, Mursyid Thariqat Shiddiqiyyah, Kiai Muchammad Muchtar Mu’thi mengatakan, Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo telah mendeklarasikan Hari Santri Nasional (HSN) pada tanggal 22 Oktober, tapi masih banyak yang belum mengetahui apa ‘Sangkan Paraning Dumadine’ tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional.
Kiai Muchtar Mu’thi mengaku dirinya melakukan Ijtihad selama beberapa bulan yang merupakan usaha sungguh-sungguh untuk mengetahui ‘Asbabun Nuzulnya’.
“Berijtihad mungkin salah mungkin benar. Kalau benar dapat dua pahala. Kalau salah masih dapat satu pahala. Pahala kesulitannya, dan kesalahannya tetap dimaafkan karena tidak disengaja. Untuk itu apabila benar semata mata hidayah Alloh, Kalau salah kelemahan saya. Untuk itu saya mohon maaf,” tutur Kiai Muchtar Mu’thi.
Kyai Muchtar Mu’thi pada kesempatan itu juga menegaskan bahwasannya pada tanggal 17 Agustus 1945 peristiwa bersejarah yang terjadi yakni, Kemerdekaan Bangsa Indonesia dan bukan Kemerdekaan Republik Indonesia.
“Kemudian pada tangal 18 Agustus 1945 berdirilah NKRI,” tandas Kyai Muchtar Mu’thi.
Dibeberkaannya, saat negara Indonesia masih berusia satu bulan, tanggal 18 September 1945 timbul penghinaan terbesar terhadap NKRI. Penghinaan terbesar itu yakni dipasangnya bendera tiga warna, Merah Putih, Biru di Hotel Sakura dan Hotel Mojopahit.
“Siapakah yng memasang bendera itu. Adalah orang Belanda dan diberi fasilitas oleh Jepang yg sudah kalah. Pemuda-pemuda marah. Karena di lambang bendera itukan negara. Seperti batang tubuh, Bendera Negara Indonesia adalah Sang Merah Putih,” tutur Kyai Muchtar Mu’thi.
Oleh para pemuda, bendera Merah, Putih, Biru diturunkan kemudian dirobek dan yang Merah Putih dinaikan lagi. Selang lima hari datanglah Tentara Inggris yg dipimpin oleh Jenderal Malaby yang merupakan tanda bahaya besar bakal meletus.
“Karena itu alhamdulillah para ulama Jawa dan Madura bertemulah dan bermusyawarah di Surabaya di Jalan Bubutan nomor 06, di Kantor PBNU tanggal 22 Oktober 1945,”
Dari peristiwa tersebut lanjut Kyai Muchtar Mu’thi menuturkan, dirinya menyampaikan kekagumamannya terhadap keluarnya Fatwa Jihad atau Resolusi Jihad yang dikeluarkan oleh Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari (Mbah Hasyim) yang menggelorakan semangat perlawanan para santri dan rakyat sehingga terjadi peristiwa bersejarah tanggal 10 November 1945 di Surabaya.
“Jadi bukan hanya soal Hari Santri saja. Tetapi kekaguman saya terhadap Fatwa Jihad. Itu musyawarah yang dituntun oleh hidayah Alloh ta’ala,” imbuh Kyai Muchtar Mu’thi.
Sementara itu, Ketua Panitia acara, Qoirum Mudzakkir menjelaskan, alasan peresmian monumen tersebut dibarengkan dengan Peringatan Hari Sumpah Pemuda, karena hampir di pelaku-pelaku Sumpah Pemuda juga banyak yang merupakan seorang santri.
“Hubungan perjuangan para santri dalam hal kemerdekaan juga kontribusinya sangat besar, kita akui bersama,” pungkasnya.(rif)

Tags: