
Ketua MPR RI, Dr Bambang Soesatyo dalam Sosialisasi 4 Pilar MPR RI dan peluncuran buku “PPHN Tanpa Amandemen”, di Universitas Terbuka Convention Center di Jakarta, Selasa (21/3).
Ketua MPR RI, Dr Bambang Soesatyo tidak yakin, ada kesinambungan pembangunan dimasa mendatang, bila Indonesia tidak segera menetapkan Pokok Pokok Haluan Negara (PPHN). Seperti halnya tempo dulu sebelum reformasi, pembangunan Indonesia dilandasi dengan GBHN (Garis Besar Haluan Negara).
“Pembangunan membutuhkan rangkaian proses kesinambungan yang memerlukan rujukan pedoman dan strategi perencanaan yang matang. Itulah perlu dan pentingnya menghadirkn kembali PPHN,” ungkap Bambang Soesatyo dalam Sosialisasi 4 Pilar MPR RI dan peluncuran buku “PPHN Tanpa Amandemen”, di Universitas Terbuka Convention Center (UTCC) di Jakarta, Selasa (21/3).
Bambang Soesatyo lebih jauh bilang; Pertanyaannya adalah “Bagaimana cara kita menghadirkan PPHN”. Sementara MPR tidak lagi memiliki kewenangan mengeluarkan TAP MPR dan tidak lagi diberi wewenang untuk menyusun GBHN hasil amandemen yang ke-4.
“Dari penelitian saya, ternyata ada peluang yang paling memungkinkan, disamping bikin konvensi nasional berdasarkan konsensus seluruh Lembaga Tinggi Negara. Ada peluang untuk yudisial review atau merubah UU nomor 12, khususnya di pasal yang mengatur hirarki (susunan) perUndang Undangan. Kemudian ada penjelasannya di pasal 17 ayat 1,” tutur Ketua MPR RI.
Disebutkan, kalau kemudian atas penjelasan pasal 17 dihapus, sehingga hirarki peraturan perUndang-Undangan tertinggi adalah UUD. Yang kedua adalah TAP MPR UU/Perpu lalu turunan berikut kebawah.
“Diurutan yang kedua TAP MPR ada pasal penjelasan dibawahnya TAP MPR, yng dimaksud adalah TAP TAP yang sudah ada. Jadi penjelasan ini yang membatasi norma atau pasal 17 UU nomor 12, itu dihapus. Maka TAP TAP itu akan hidup lagi,” ungkap Bamsoet.
Ditandaskan, jadi MPR kembali memiliki kewenangan untuk melakukan Penetapan MPR, yang sifatnya regeling (pengaturan). MPR hari ini masih memiliki kewenangan menggunakan TAP MPR. Namun sifatnya beschikking atau penetapan bukan pengaturan (regeling).
“Yang kita inginkan adalah mengembalikan kewenangan MPR untuk mengeluarkan TAP MPR yang sifatnya regeling. MPR bisa kembali membuat PPHN dalam payung hukum yang lebih tinggi dari UU. Jadi tidak melalui amandemen yang rumit dan pasti ribut. Karena ada berbagai kepentingan akan masuk kesana.” tandas Ketua MPR dengan penuh keyakinan. (ira.hel).