MPR RI Tak Pernah Bahas Masa Jabatan Presiden Menjadi Tiga Periode

Jakarta, Bhirawa.
Urgen atau tidaknya menghidupkan kembali Pokok-Pokok Haluan Negara  (PPHN) dulu disebut GBHN, hanya bisa dilakukan melalui jalur amandemen. Dimana, kata filosuf, dunia ini tidak kekal, itu hanya perubahan. Jadi perubahan di dunia itu, pasti ada.

“Konstitusi itu, dibuat oleh rakyat, dari cerminan anggota DPR dan MPR. Jadi kalau rakyat yang berkehendak, konstitusi bisa saja dirubah. Buktinya, konstitusi kita sudah 4 kali dirubah atau amandemen,” ujar Wakil Ketua MPR RI Dr Jazilul Fawaid (PKB) dalam diskusi 4 Pilar MPR RI dengan tema “Urgensi Pembentukan Pokok-Pokok Haluan Negara”, di media Center, Jumat (19/3). Nara sumber satunya adalah pakar Hukum Tata Negara Prof Dr Juanda.

Menurut Jazilul, soal perubahan itu, baik MPR, DPD dan DPR, kalau mengusulkan amandemen harus pada pasal, yang secara terbatas memiliki pertimbangan argumentasi yang kuat. Kemudian diusulkan oleh sepertiga suara anggota dari kehadiran dua pertiga suara anggota. Tentang isue perpanjangan masa jabatan Presiden menjadi 3 periode, Gus Jazil mengatakan:

” Sampai hari ini, nggak ada usulan tentang perpanjangan masa jabatan Presiden jadi 3 periode. Yang ada, adalah, MPR bersepakat untuk melakukan amandemen terbatas. Hal itu ada pada hasil rekomendasi 2014-2019, waktu saya di pimpinan MPR. Bahkan MPR sudah menuntaskan kajian terhaap PPHN,” papar Gus Jazil.

Dikatakan, untuk menghidupkan kembali atau tidak, hal itu dikembalikan kepada masing masing fraksi di MPR. Untuk mengambil sikap, apakah hal ini diusulkan atau tidak. Kalau nanti sudah ada usulan, maka pimpinan MPR akan membentuk panitia dalam Paripurna. Dibentuk panitia perubahan atau amandemen terbatas PPHN.

”Setelah itu, baru jalan prosesnya, sampai pada sepertiga usulan, dari dua pertiga yang hadir, setuju. Begitu prosesnya. Urgen atau tidaknya, tergantung masing-masing. Secara pribadi, menurut saya, PPHN ini menjadi penting, jika semua fraksi fraksi  dan kelompok DPD bersepakat untuk menempatkan GBHN ini dalam konstitusi yang kemudianbisa dipertanggung jawabkan,” jelas Gus Jazil.

Ditegaskan, menrut NU, NKRI itu harga mati. Tetapi, kalau UUD 45 gak harga mati.Karena UUD 45 sendiri menyebutkan bukan harga mati. Artinya bisa dirubah. Buktinya UUD 45, selaa ini sudah dirubah atau diamandemen sebanyak 4 kali.

Sementara Prof Juanda mengatakan: Wacana menghidupkan kembali Pokok-Pokok Haluan Negara ( dulu GBHN), secara hukum tata negara adalah wewenang MPR. Untuk mengeksekusi, apakah bahan ini urgen dan lak untuk dihidupkan kembali. Apabila dikatakan layak, maka pertanyaan nya adalah, apa dasar hukum maupun basisnya.

“Ketika dikatakan layak, maka pertanyaan selanjutnya adalah apa dasar atau produk hukum maupun basisnya. Apakah konstitusi yaitu UUD 45 untuk mewadahi GBHN atau UU,’ ujar Prof Juanda. [ira]

Tags: