Selalu berhati-hati saat bepergian menjelang lebaran, tampaknya telah menjadi wejangan orangtua kuno sejak lama. “Sing ati-ati nok dalan, supoyo biso riayan,” (hendaklah waspada di jalanan, agar bisa merayakan hari raya, Idul Fitri) begitu bunyi nasihat orangtua. Nasihat ini terasa diulang-ulang selama bulan puasa Ramadhan pada saat sanak-keluarga bepergian dengan berkendaraan. Terutama pada H-7 (hari ini) hingga persis pada saat 1 Syawal, hari raya Idul Fitri.
Ternyata nasihat itu benar, dan sangat logis. Menjelang lebaran banyak pengemudi terkesan tergesa-gesa, terutama angkutan umum penumpang maupun barang. Tujuannya tak lain ingin cepat sampai di tujuan, lalu berangkat lagi untuk memperoleh banyak uang. Demi merayakan lebaran juga! Namun tergesa-gesa, seringkali menyebabkan kecelakaan. Sering terjadi, dan sudah banyak jiwa melayang.
Syukur selama 4 tahun terakhir Pemprop memberikan bantuan angkutan mudik dan balik secarfa gratis. Bahkan sejak tahun lalu, pelaksanaan mudik dan balik gratis ditambah dengan bantuan angkutan kargo. Yakni, bantuan pengangkutan sepedamotor sampai ke tempat tujuan. Dengan fasilitasi angkutan orang dan kendaraan tersebut masyarakat pemudik bisa menggunakan sepedamotornya untuk keliling bersilaturahim.
Seluruh bantuan fasilitasi tersebut dapat menghemat biaya mudik dan arus balik. Yang masih patut dijaga adalah faktor keselamatan di jalan raya, menekan angka kecelakaan se-minimal mungkin. Secara umum, Indonesia merupakan negara dengan tingkat kecelakaan paling tinggi di dunia. Dari data yang ada, 91 persen kecelakaan di Indonesia diakibatkan karena kesalahan manusia. Disusul dengan segi kendaraan tidak laik yang sebesar 5 persen. Sedangkan kondisi jalanan yang rusak menjadi penyebab 3 persen dari total kecelakaan.
Meskipun jalan yang rusak ini hanya menyumbang porsi 3 persen kecelakaan, namun jalan yang memenuhi kriteria laik fungsi jalan akan juga mampu menekan faktor kesalahan manusia. Begitu pula angka kecelakaan di Jawa Timur masih tergolong sangat tinggi, bahkan terus meningkat. Pada tahun 2012, angkanya naik tajam, bertambah 9.956 kasus atau 88,1%. Jumlah kecelakaan meningkat dari 11.295 kasus pada tahun 2011 menjadi 21.251 kasus pada tahun 2012.
Tetapi syukur, jumlah korban meninggal dunia menunjukkan tren turun (walau hanya 0,5%). Pada tahun 2011, terdapat 5.422 korban meninggal dunia, sedangkan pada tahun 2012 turun sedikit menjadi 5.395 korban. Ini berarti setiap hari ada lima belas orang korban kecelakaan lalu lintas yang meninggal dunia di Jawa Timur. Yang cukup menyedihkan adalah, 79% yang mengalami kecelakaan adalah usia produktif yaitu antara 17 hingga 50 tahun.
Dari segi lokasi kejadian (TKP), 13% peristiwa di jalan nasional, 33% di jalan provinsi, serta 47% di jalan kabupaten/kota dan sisa 1% terjadi di jalan desa atau lingkungan. Sedangkan ditinjau dari jenis kendaraan yang terlibat, 76 persennya melibatkan sepeda motor, sebesar 11% mobil penumpang pribadi, 9% mobil barang, serta 3% bus, dan sisanya adalah kendaraan lainnya.
Uji kir, harus diakui telah terkontaminasi oleh suap di tingkat UPTD. Buktinya, kendaraan yang tidak layak jalan tetap bebas berkeliaran di jalan. Padahal UU Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalulintas telah mengatur persyaratan teknis dan laik jalan. Dalam pasal 48 ayat (3), kelaikan jalan kendaraan bermotor disyaratkan sebanyak 11 kriteria, terutama emisi gas buang, effisiensi rem utama, kincup roda depan serta lampu. Persyaratan ini diulang pada pasal 54 ayat (3).
Tetapi pada setiap kecelakaan, faktor ke-tidak layakan itu-itu juga menjadi penyebabnya. Pemerintah Daerah mestilah lebih “berani” menghentikan kendaraan yang tidak laik jalan, milik konglomerat maupun milik rakyat. Korban jiwa sia-sia di jalan raya harus dicegah.
——— 000 ———