Mudik, Sebuah Fenomena Sosiokultural

Oryz-SetiawanOleh :
Oryz Setiawan
Alumnus Fakultas Kesehatan Masyarakat (Public Health) Unair Surabaya

Memasuki akhir-akhir Bulan Ramadhan, setiap tahun terjadi sebuah gerakan sosialkultural berbalut religiusitas yakni fenomena mudik. Berdasarkan Kementerian Perhubungan, tahun ini diprediksi jumlah pemudik mencapai 20 juta orang. Jumlah tersebut meningkat 1,96 persen jika dibandingkan dengan tahun lalu yakni sebesar 19,6 juta orang. Dari jumlah tersebut pemudik yang menggunakan mobil diperkirakan 1,68 juta orang atau naik 5,8 persen. Sedangkan jumlah pemudik yang menggunakan kendaraan sepeda motor diperkirakan mencapai 2,02 juta orang atau naik 7,7 persen. Kondisi tersebut dapat dikatakan bahwa mudik merupakan transformasi atau mobilitas “super massal” sehingga tak salah setiap tahun aktivitas mudik menjadi tantangan sekaligus ujian pemerintah dalam mengelola gerakan massal sosial dimana tentu melibatkan berbagai sektor dan pemangku kepentingan (stakeholder). Sukses tidaknya pemerintah dalam mengelola negara, salah satunya ditentukan oleh berhsasil tidaknya upaya mengelola mudik, sekaligus menjadi salah satu barometer pelayanan publik.
Secara ekonomi, dampak dari mudik kultural ini dapat dilihat dari melonjaknya permintaan jasa transportasi. Hampir semua perusahaan transportasi harus menambah jumlah armadanya dalam menghadapi Lebaran Idul Fitri, mulai dari perusahaan bus, kereta api, kapal laut, pesawat, dan travel. Dari aspek ini peredaran uang di masyarakat sangat tinggi dalam waktu yang bersamaan. Belum lagi kalau ditambah dengan kebutuhan lain yang berkaitan dengan mudik, seperti kebutuhan bensin, solar, makanan, komunikasi, dan peralatan lain, jumlahnya pasti bertambah. Dari sisi kesehatan dapat diketahui sejauhmana pemerintah menjamin keselamatan dan kesehatan pemudik terutama dari sisi jumlah kecelakaan baik lalu lintas, keamanan pangan (peredaran makanan minuman) hingga kesiapsiagaan dan kesigapan petugas kesehatan baik di posko-posko kesehatan, sarana kesehatan hingga rumah sakit sebagai terminal layanan kesehatan. Sepakat atau tidak, nyawa merupakan suatu pengorbanan dan resiko besar yang harus dipertaruhkan saat mudik. Bagaimana tidak, hampir setiap musim mudik tiba, media diramaikan dengan begitu banyaknya berita yang mengabarkan fenomena kematian masal akibat banyaknya kecelakan saat mudik.
Selain itu maraknya peredaran makanan dan minuman yang tidak layak dan berbahaya tentu menjadi masalah yang tidak dapat dipandang remeh sebab jika tidak selektif dalam memilih hidangan maka potensi keracunan atau makanan yang mengandung tinggi lemak, gula dan minim serat bukan tidak mungkin menjadi ancaman serius bagi seseorang yang memiliki resiko penyakit tersebut. Tradisi mudik sebenarnya memiliki spirit religiusitas yang mendorong orang untuk melakukannya. Tradisi ini bisa bermakna silaturahim dengan keluarga dan tetangga setelah sekian lama tidak bertemu. Pertemuan mereka biasanya mengingatkan masa lalu (romantisme) yang penuh canda dan tawa. Mudik juga bisa menjadi jembatan sosial yang menghubungkan masyarakat dengan keluarganya, di mana sebelum dan sesudah Hari Raya selalu sibuk dengan urusan masing-masing yang bisa saling melupakan silaturahim antar sesama. Spirit inilah yang paling dominan dalam menghiasi seseorang untuk menjalankan aktivitas mudik, meski harus berkorban waktu, tenaga, uang hingga dapat dikatakan bekerja selama sebelas bulan demi satu bulan untuk lebaran dan mudik.
Kesiapan Mudik
Fenomena mudik tak bisa lepas dari perjalanan, transportasi dan kondisi atau kualitas jalan yang dilalui. Demi bertemu dengan keluarga asal pada umumnya para calon pemudik perlu mempersiapkan secara matang termasuk aspek kesehatan dan keselamatan. Bagi calon pemudik yang menggunakan mobil tentu juga dipersiapkan kondisi mobil, kelengkapan pendukung termasuk perbekalan selama di perjalanan. Rute perjalanan dan alternatif akses jalan harus mendapatkan perhatian. Selain itu potensi kemacetan dan simpul-simpul daerah rawan kecelakaan yang sangat mempengaruhi kelancaran perjalanan.
Bagi mereka yang menggunakan angkutan umum massal perlu sedini mungkin dipastikan dapat memperoleh tiket pesawat, kapal, bus maupun kereta api. Kelompok pemudik yang menggunakan kendaraan roda dua sebagai pengguna transportasi terbesar paling rawan mengalami gangguan di sepanjang perjalanan dinilai paling banyak menyita perhatian. Dengan jumlah pengguna kendaraan yang sangat tinggi maka disinilah ujian bagi pemerintah termasuk aparat kepolisian untuk menekan angka kecelakaan.
Aspek keselamatan ini lebih banyak dipengaruhi oleh kondisi jalan, faktor kenyamanan, kebugaran fisik, kedisplinan berlalu lintas dan konsentrasi penuh selama perjalanan. Tak kalah penting adalah mengantisipasi rumah yang ditinggal selama mudik dari ancaman keamanan dan resiko kebakaran juga termasuk menjaga tanaman kesayangan maupun hewan peliharaan. Selamat melakukan perjalanan mudik.

                                                                                                             —————— *** ——————-

Rate this article!
Tags: