Muktamar Rahmatan Lil ‘Alamin

Muktamar NU ke 33Memasuki hari ketiga muktamar ke-33 (di Jombang, Jawa Timur), NU kembali didesak untuk mengukuhkan khitthah-nya, statuta tahun 1926. Yakni sebagai jam’iyah diniyah (perkumpulan keagamaan). Walau sebagai organisasi masyarakat,  NU niscaya memiliki hak politik dan berpolitik. Namun seyogianya (dengan kontrol ulama jajaran syuriyah), NU dapat penjamin kedamaian negara kesatuan RI melalui prinsip ukhuwah wathaniyah (kerukunan nasional).
Sebagai penjamin ukhuwah wathaniyah, niscaya diperlukan kukuhnya sikap rahmatan lil ‘alamin, yang nyata, bukan sekadar lips service. NU mesti menjadi garda terdepan egalitarian. Bukan hanya melindungi keamanan kalangan minoritas. Melainkan juga menjaga martabat (dan ke-rela-an) kalangan mayoritas. Equi-distance yang digagas pada muktamar ke-27 (tahun 1984) di Situbondo, mesti dilaksanakan istiqomah pada serbagai sendi kehidupan (sosial, politik, ekonomi dan budaya).
Sepanjang sebagai penjamin, NU telah memiliki bekal dogma sosial bersendi teologis. Yakni bekal kebiasaan bahtsul masail (menimbang bahas permasalahan) melalui prinsip al-kulliyatul khams, melalui lima prinsip universal (hak asasi). Inilah yang meng-konstruksi NU menjadi moderat, toleran dan terbuka (terhadap pembaruan). Lima prinsip itu adalah, jaminan kebebasan beragama (hifdzil din), serta jaminan keselamatan jiwa (hifdzil nafs).
Selain itu juga menjamin keamanan generasi penerus dan profesi (hifdzil nasl wal irdl), kebebasan berpendapat dan berserikat (hifdzil aql), serta keamanan terhadap aset rakyat (hifdzil mal). Kelima prinsip universal itu, memang bukan domain NU, melainkan domain negara. Tetapi dalam gerakan dakwah sosial, NU wajib mendorong penyelenggara negara. Serta mempersiapkan kondisi sosial untuk bersama-sama melaksanakan kulliyatul khams.
Tidak penting benar, apakah bentuk negara berlabel Islam atau negara plural. Berdasar telaah sejarah ke-negara-an Islam zaman Rasulullah SAW dan empat khalifah penerusnya, tidak pernah menggunakan kata “Islam” maupun “AlQuran.”  Misalnya dalam Piagam Madinah (yang memuat 47 pasal), walau Islam mayoritas dengan kepemimpinan Rasulullah SAW pula, yang digunakan adalah istilah “Shahifah Madinah.” Bukan dengan istilah shahifah daulah Islamiyah.
Shahifah Madinah, diakui atau tidak, telah diadopsi sebagai konsep HAM (Hak Asasi Manusia) yang baru dicetuskan pada abad ke-13. Dimulai dari Inggris, lalu merembet ke Perancis, serta Italia. Berdasar sejarah, ketiga bangsa Eropa ini meng-kolonisasi negara-negara muslim di Timur Tengah dan Afrika serta Asia. Hukum di negara-negara muslim telah berjalan baik, sebagaimana di-ilhami oleh Shahifah Madinah. Karena itu tepat manakala NU (melalui Munas Alim Ulama di Lombok, 1997) meratifikasi HAM sesuai dengan syariat.
Masyarakat sipil madani yang egalitarian, telah menjadi kebiasaan NU. Itu pula yang dijadikan tema muktamar ke-33: “Meneguhkan Islam Nusantara untuk Peradaban Indonesia dan Dunia.” Menilik frasa kata Islam Nusantara, nampaknya, ingin menetapkan Islam era walisongo, sebagai kepribadian. Sedangkan frasa Peradaban Indonesia, merupakan cita-cita. Sehingga misi NU adalah, memajukan Indonesia sesuai adat lokal. Bukan adat Timur Tengah, bukan berdasar adat Eropa,  maupun Amerika.
Tetapi yang mesti diwaspadai oleh ulama NU, adalah menguatnya “syahwat politik” kader nahdliyin yang tidak ingin disapih. Ini bisa membawa jam’iah NU masuk dalam kubangan politik partisan. Bukan pelaku politik rahmatan lil ‘alamin, yang mengayomi semua golongan. Siapapun nahdliyin (potensial), boleh menjadi anggota DPR, maupun DPRD. Juga boleh didorong menjadi Presiden, maupun Kepala Daerah, atau menteri. Tetapi tidak membawa jam’iyah NU.
Hanya kader nahdliyin lemah (in-kompeten dan im-potent) yang selalu minta disusui dan dilindungi. Padahal lebih banyak kader kompeten dan potensial, di berbagai bidang, malah memberikan kontribusi untuk kemajuan NU. Kader nahdliyin yang memberi, lebih mulia disisi Allah dibanding kader yang selalu meminta.

                                                                                                                     ———   000   ———

Rate this article!
Tags: