Mulai Bandara Incheon hingga Busan, Infrastruktur Kota Nyaman dan Terintegrasi

Transportasi di Bandara Incheon tertata apik, terintegrasi dengan moda transportasi lain mulai kereta, bus dan taksi dalam satu tempat. Hal yang sama juga dapat dilihat di Kota Busan, kota metropolitan kedua Korea Selatan setelah Seoul.

Transportasi di Bandara Incheon tertata apik, terintegrasi dengan moda transportasi lain mulai kereta, bus dan taksi dalam satu tempat. Hal yang sama juga dapat dilihat di Kota Busan, kota metropolitan kedua Korea Selatan setelah Seoul.

Melihat dari Dekat Busan, Sister City Surabaya di Korea Selatan (1-Bersambung)
Surabaya, Bhirawa
Sama-sama menjadi kota terbesar kedua , namun kondisi Surabaya dan Busan di Korea Selatan sangat jauh berbeda. Transportasi dan infrastruktur di kota ini sangat nyaman, terintegrasi dengan moda transportasi lain.  Dengan kelengkapan fasilitas ini, tak heran Busan menjadi kota tujuan wisata warga dari berbagai negara ke Korea Selatan selain Seoul.
Penat selama penerbangan Denpasar-Seoul yang memakan waktu sekitar 6,5 jam akhirnya terbayar begitu melihat  kemegahan Bandara Incheon , bandara internasional di Seoul yang menjadi etalase negara Korea Selatan.
Rombongan Pemkot Surabaya yang berkunjung ke Seoul dan Busan sejak 20-23 September dapat melihat  infrastruktur di lingkungan bandara begitu terintegrasi. Akses publik bisa dijangkau dengan mudah dalam satu lokasi, baik kereta,  bus, taksi.  Seluruh sudut bandara tampak bersih, rapi dan terorganisir dengan baik.  Didukung SDM yang cekatan dan ramah.
Tak salah jika  Bandara Incheon  dinobatkan sebagai bandara terbaik di dunia menurut Skytrax, lembaga riset maskapai penerbangan yang menobatkan Incheon Airport sebagai bandara terbaik sejagat pada 2012. Predikat itu diraih setelah pada 2009 mendapat gelar serupa, juga dari Skytrax yang berbasis di Britania Raya.
Chun Hyun Bun, Local Guide rombongan Pemkot Surabaya menjelaskan pembangunan Bandara Incheon tak lepas dari melonjaknya animo warga berbagai negara  untuk berkunjung ke Korea Selatan. Tepatnya  setelah Olimpiade Seoul pada 1988. Pada 1990, bandara yang ada saat itu yaitu Bandara Gimpo  yang ada di Seoul tidak bisa menampung arus keluar masuk turis di Korea Selatan. “Muncullah ide untuk membuat bandara internasional yang lebih luas, modern dan terintegrasi. Mega proyek Bandara Incheon  akhirnya dimulai pada 1992,” kata Glenn, panggilan karibnya.
Bandara yang dibangun di atas tanah reklamasi antara Pulau Yeongjong dan Pulau Youngyu tersebut resmi dibuka pada Maret 2001.  Pada 2002, pembangunan fase kedua dimulai dan selesai pada 2008. Dalam kurun waktu itu, fasilitas bandara terus dilengkapi untuk memberikan kenyamanan dan kemudahan bagi mereka yang memanfaatkan bandara ini.
Tempatnya yang luas memungkinkan penumpang untuk tidak berdesakan saat memproses penerbangan. Selain itu, pusat-pusat pertokoan tersebar di terminal yang terdiri dari empat lantai itu.
Selain itu, akses transportasi publik yang mumpuni juga mendukung Incheon yang menjadi bandara paling bagus sejagat ini. Akses ke Seoul yang berjarak sekitar 70 kilometer dari Incheon bisa ditempuh hanya dengan kurang dari satu jam perjalanan menggunakan kereta khusus bandara.
Bandara Incheon yang saat ini mampu menampung lebih dari 40 juta pelancong setiap tahun ini  menyediakan hal-hal yang membuat penumpang nyaman. Antara lain adalah tempat tunggu yang nyaman, ruangan khusus internet dengan kecepatan  tinggi, kasino, taman dalam ruangan.
Di samping itu, di kompleks bandara juga disediakan lapangan golf untuk penumpang yang ingin mengisi waktu luang dengan bermain olah raga elit itu hingga ice skating. Selain itu, ada juga zona khusus untuk anak-anak dan spa. Tak ketinggalan juga museum mini yang dihiasi oleh musik tradisional Korea. Semuanya gratis. “Dengan beragam faslilitas ini,  banyak turis yang ingin berlama-lama transit di Incheon karena ingin menikmati fasilitas bandara yang melimpah,” kata Glenn yang fasih berbahasa Indonesia.
Di bandara ini, penumpang tak perlu menunggu bus saat ditransfer dari pesawat menuju terminal lain. Cukup menggunakan kereta antar terminal yang datang setiap 10-15 menit sekali, penumpang sudah sampai ke pesawat atau terminal yang dituju.  Hal inilah yang membuat Incheon menang di atas Bandara Changi di Singapura. Predikat bandara terbaik juga tak lepas karena konsistensi manajemen Incheon untuk mempertahankan fasilitas-fasilitas tersebut.
Setelah transit di Bandara Incheon, rombongan Pemkot Surabaya melanjutkan penerbangan ke Bandara Gimpo di Seoul menggunakan bus untuk melanjutkan penerbangan ke Busan. Bandara Gimpo letaknya tidak terlalu jauh, di sebelah barat pusat kota Seoul. Selain bus, kedua bandara itu dapat dicapai dengan kereta bandara yang disebut Arex atau Airport Railroad. Arex adalah proyek investasi swasta terbesar di Korea Selatan dan merupakan proyek rel kereta api infrastruktur publik dengan investasi swasta yang pertama.
Bandara Gimpo juga melayani penerbangan internasional, tapi beda  ‘kelas’ dengan Bandara Incheon. Selain tidak seluas dan fasilitasnya semodern Bandara Incheon, Bandara Gimpo hanya digunakan terutama untuk penerbangan domestik dan penerbangan pendek ke Jepang dan Tiongkok. Tetapi infrastruktur dan transpotrasi  di bandara juga sudah terintegrasi dengan baik.

Busan Tertata Rapi
Sesampai di Busan, rombongan Pemkot Surabaya bisa melihat infrastruktur kota yang begitu rapi. Dan lagi-lagi terintegrasi dengan baik. Ini pula yang mendasari Busan memiliki kerjasama Sister City dengan 26 kota dari 23 negara. Karena banyak yang bisa diadopsi dari kota metropolitan kedua Korea Selatan setelah Seoul dan sekaligus kota pelabuhan ini. Mulai tata ruang, sistem pendidikan hingga transportasi massal.
Luas Busan mencapai 765 m2 dengan 15 distrik di dalamnya yang dihuni hampir 4 juta warga  dengan struktur industri penyokong terdiri dari jasa sebesar 72%. Industri manufakturing 20%, konstruksi 5,3%, pertanian mencapai 6,9% dan lainnya mencapai 4,3%.
Tidak hanya terkenal dengan keteraturan kota, Busan juga menjadi kota pelabuhan dan logistik utama dunia internasional kelima dengan jumlah transaksi kontainer mencapai 17,5 juta per tahun.  Atau setengah ekspor Korea dikapalkan dari Busan. Keteraturan Kota Busan dapat dilihat dari sisi integrasi antara jaringan transportasi yang menghubungkan sejumlah infrastruktur dengan tata ruang berbasis industri.
Adapun salah satu infrastruktur transportasi massal Busan terdiri dari bus dan kereta bawah tanah. Untuk mobilisasi warga Busan dari permukiman menuju kawasan industri  ditarif dengan kisaran 1.300 won hingga 1.500 won atau setara dengan Rp 150.000 hingga Rp 200.000 per bulannya. Sekitar 10.000 jaringan jalan  terintegrasi dengan empat jalur utama yakni jalur industri dan jalur mobilisasi sipil dalam sistem transportasi massal di Kota Busan. “Transportasi di Busan sangat baik, nyaman dan terintegrasi. Itu yang membuat warga di sini lebih suka menggunakan angkutan publik dibandingkan bawa mobil pribadi.  Beda dengan di Indonesia,” kata Caroline, warga Indonesia yang telah empat tahun tinggal di Busan.
Tidak hanya itu Busan sendiri menerapkan transportasi ramah lingkungan. Setidaknya 3.000.000 unit kendaran bermotor di Busan diwajibkan menggunakan bahan dasar gas atau bahan bakar tenaga surya. Hal ini mewujudkan indeks pencemaran atau polusi udara yang sangat rendah menjadikan Busan sebagai kota ramah lingkungan.
Untuk pengelolaan tata ruang daerah milik jalan, Pemkot Busan mengonsep setiap jalur kendaraan terbagi menjadi tiga lajur seperti satu lajur cepat, sisi lainnya lajur lambat hingga lajur sepeda. Sementara jalur pejalan kaki diberi persentase mencapai 40% dari ruang jalan untuk lalu lintas kendaraan bermotor. Rata-rata pedestrian Kota Busan memiliki lebar mencapai dua hingga tiga meter.
Pengelolaan kebersihan dan keamanan baik meliputi keamanan lalu lintas dan kriminal kota ini berjalan sangat baik. Pemasangan CCTV mencapai 500.000 titik yang terpasang di setiap sudut ruang publik dan secara konsisten dikelola secara ketat sehingga Busan dikenal kota dengan angka kriminalitas sangat rendah. [Titis Tri Wahyanti]

Tags: