Mulai Pembangunan Trem, Pemkot Akan Relokasi 300 Warga

Surabaya, Bhirawa
Untuk memulai pembangunan trem, Pemkot  Surabaya bersama PT Kereta Api Indonesia (KAI) tengah mematangkan rencana relokasi sekitar 300 KK (Kepala Keluarga) yang tinggal di kawasan Bumiharjo sekitar Terminal Joyoboyo.
Hal ini diungkapkan oleh Sekretaris Dinas Perhubungan Kota Surabaya Gede Dwijaya Wardhana, Senin (30/10). Menurutnya setelah ada kepastian untuk melanjutkan kerjasama pembangunan moda transportasi cepat trem antara Pemkot Surabaya, PT KAI, dan Kementerian Perhubungan, ada pembahasan lanjutan untuk merelokasi warga, karena tempat tersebut akan digunakan sebagai depo. ”Untuk Bumiharjo, Bappeko sedang membahasnya dengan PT KAI,” ungkapnya.
Mantan Kabid Sarana dan praasarana Bappeko ini mengatakan luas lahan yang digunakan sebagai depo trem sekitar 4- 5 hektare dari 13 hektare tanah milik PT KAI yang ada di kawasan itu.
Namun, karena berstatus tanah milik negara, maka menurutnya pembebasan lahan menjadi inisiatif PT KAI, meski  pemerintah kota tetap akan mendukungnya sesuai perjanjian yang disepakati.
Dwija memastikan, pemerintah kota dan PT KAI tetap akan memperhatikan warga yang direlokasi dengan menyiapkan beberapa alternatif solusinya. ”Solusinya bisa resetlement yakni penempatan di rusun atau lainnya,” paparnya.
Dwijaya Wardhana menegaskan ganti rugi terhadap warga yang bakal direlokasi sulit direalisasikan, karena merupakan tanah milik negara, dan selama ini mereka menempati lahan itu tanpa izin.
Ia mengaku, pemerintah kota melalui camat dan lurah sudah melakukan sosialisasi ke warga. ”Pendataan dan sosialisasi sudah dilakukan,” terangnya
Dwijaya memperkirakan, pemanfaatan lahan milik PT KAI memungkinkan perluasannya. Pasalnya, di kawasan Bumiharjo akan digunakan sebagai kawasan terpadu. Hanya saja ia mengaku bahwa hal itu masih melihat kondisi yang ada nantinya.
”Semuanya akan kita lihat perkembangannya bagaimana,” tuturnya. Dwijaya menambahkan penggunaan lahan PT KAI sebagai depo trem sesuai dengan perjanjian  sebelumnya.  Namun, ia tak bisa menyampaikan, apakah dengan adanya kerjasama itu praktis tak ada sewa lahan ke PT KAI, atau menggunakan mekanisme lain. “Seperti pinjam pakai, join operation atau sewa tapi nol,” tegasnya.
Sebelumnya Pemkot Surabaya bersama tim dari Kementerian Perhubungan dan PT KAI telah melakukan marking (penandaan) titik awal pengerjaan trem di Jalan Tunjungan.
Penandaan ini dilakukan oleh personel yang terdiri dari Bappeko serta dinas terkait seperti Dinas Perhubungan, Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan serta Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang.
”Marking ini dikasih tanda start di Jalan Tunjungan. Untuk pengukuran, sebelumnya dilakukan konsultan mereka, kami melakukan cek ulang saja titik KM 11 + 450. Itu ada di bawah JPO. Nanti ada haltenya trem. Jadi marking ini kami tandai dulu, ini pesan psikologis bahwa pengerjaan trem akan dimulai,” ujar Kepala Bappeko Surabaya Agus Imam Sonhaji belum lama ini.
Perihal titik start pengerjaan trem di KM 11+450 tersebut, itu merupakan jarak yang ditarik dari titik nol di kawasan Joyoboyo. Agus menyebut angka-angka tersebut ternyata memiliki pesan filosofis yang sarat historis bagi Surabaya. Angka 11 bisa merujuk pada bulan November. Sementara angka 45 merupakan tahun 1945. November 1945 merupakan momentum perjuangan dan keberanian arek-arek Suroboyo dalam melawan penjajah yang telah tercatat sejarah.  ”Jadi semangatnya itu dimulai di sini (titik 11 +450) di bawah JPO taman gantung Siola,” sambung pejabat asal Kediri ini. [dre]

Tags: