Munasik, Penjaga Palang Pintu Rel Kereta di Sidoarjo Naik Haji

Munasik ( kiri) bersama tetangganya, Samawi yang juga pergi haji ke Tanah Suci saat akan diberangkatkan dari Pendopo Delta Wibawa  Kab Sidoarjo belum lama ini.  [ali kusyanto]

Munasik ( kiri) bersama tetangganya, Samawi yang juga pergi haji ke Tanah Suci saat akan diberangkatkan dari Pendopo Delta Wibawa Kab Sidoarjo belum lama ini. [ali kusyanto]

Jaga 6 Tahun, Mampu Kumpulkan Uang Rp 600 Juta Lebih
Kabupaten Sidoarjo, Bhirawa
Bila di sinetron televisi ada sinetron Tukang Bubur Naik Haji, di Kab Sidoarjo ada seorang kakek  yang menjadi sukarelawan penjaga palang pintu rel kereta api, pada tahun ini juga dipanggil oleh Allah SWT untuk bisa naik haji.
Dialah Munasik (78), warga Kelurahan Kemasan Pedukuhan Semaji Kec Krian yang dijumpai Bhirawa saat akan diberangkatkan dari  Pendopo Delta Wibawa belum lama ini.
Tidak banyak yang tahu, kalau warga yang tinggal di RT 15 RW 4 itu bisa pergi haji karena keuletannya dalam menyisihkan uang hasil pemberian orang yang lewat di lintasan rel kereta api selama bertahun-tahun. Karena saat mendaftar di  Kemenag Sidoarjo pun, statusnya terdaftar sebagai seorang petani.
Saat ngobrol dengan Bhirawa, kakek yang masuk kloter 30 itu awalnya mengaku hanyalah seorang petani.  Namun lama-lama ia menceritakan kalau biaya pergi haji yang ia dapatkan, merupakan hasil dari keuletannya mengumpulkan uang cepekan yang ia dapat sebagai penjaga sukarela palang pintu rel kereta api di desanya sejak 2010 lalu.
“Uang biaya haji ini saya kumpulkan sedikit demi sedikit selama hampir 6 tahunan sebagai penjaga palang pintu rel kereta dengan sukarela mulai malam sampai pagi. Uang recehan itu saya dapat dari orang-orang yang lewat di lintasan rel itu,” kata  kakek yang juga mengaku tiap hari masih pergi kerja mengerjakan sawah miliknya, mulai pagi sampai siang.
Ia yakin rezeki itu yang mengatur Allah. Meski di tempat ia menjadi penjaga palang pintu rel kereta api sukarela juga ada 12 orang lainnya yang ikut berjaga, tetapi rezeki mereka tidak sama.
Menurutnya ada yang sehari hanya dapat  Rp 15 ribu sampai Rp 25 ribu, tetapi ia mengaku sehari berjaga bisa dapat rata-rata Rp 200 ribu, paling banyak  Rp 400 ribu.
“Rezeki ini dari Allah tapi diberikan lewat orang yang lewat melintasi rel kereta sehingga bisa membantu saya pergi haji. Kalau hasil kerja di sawah, saya pakai buat makan sehari-hari di rumah,” kata kakek yang mengaku masih kuat mencangkul di sawahnya itu.
Selama hampir 6 tahunan rajin mengumpulkan uang dari hasil kerja menjadi penjaga palang pintu rel kereta api secara sukarela itu, ia mengaku bisa mengumpulkan uang hingga Rp 600 juta.
Selain ia pakai untuk pergi haji yang memang sudah diimpikan sejak 2005, uang itu ia pakai juga untuk mendirikan rumah keduanya.  Juga ia pakai untuk membelikan motor untuk lima orang anaknya. Bahkan sepulang pergi haji nanti juga akan dipakai untuk menikahkan anak terakhirnya.
“Juga saya pakai untuk zakat, sebesar Rp 10 juta agar bersih dan barokah, saya berikan pada orang-orang miskin di desa,” kata kakek yang mulai menjaga palang pintu rel kereta mulai pukul 01.00 dini hari sampai pukul 06.00.
Kakek lima cucu ini mengaku kesehatannya tidak ada masalah saat akan pergi haji tahun ini. Tentang cuaca panas di  Arab Saudi, menurut ia tidak ada masalah. Karena ia sendiri tiap hari sudah terbiasa kepanasan saat kerja di sawahnya.
“Saya tiap hari sudah biasa kerja keras dan kepanasan di sawah, karena itu anak-anak saya tidak sampai melarang pergi haji, meski usia saya sudah tua seperti ini,” kata kakek yang mengaku istrinya, Fatimah (66) malah sudah pergi haji lebih dulu pada 2010 lalu. [Ali Kusyanto]

Tags: