Mungkinkah Nasionalisasi Freeport Terjadi ?

zahidinOleh :
M. Syaprin Zahidi, M.A.
Dosen Pada Prodi  Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Malang

Tak terasa beberapa pekan terakhir ini publik dicecoki oleh media dengan berita-berita seputar Sudirman Said, Freeport dan Setya Novanto. Ini menjadi menarik untuk dianalisis karena media-media mainstream di Indonesia tak henti-hentinya memberitakan perkembangan dari kasus pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden oleh Ketua DPR RI Setya Novanto tersebut. Apakah kasus ini pada akhirnya akan berakhir dengan pencopotan Setya Novanto sebagai ketua DPR atau tidak itu kita serahkan saja kepada Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) yang mudah-mudahan bisa tetap objektif dalam memutuskan kasus ini.
Kaitannya dengan kasus ini penulis menjadi tertarik untuk menyoroti posisi Freeport karena sepertinya pemberitaan media lebih fokus kepada pemberitaan pencatutan nama tersebut lalu bagaimana dengan Freeport?. Freeport yang sudah lama bercokol di Indonesia ini menurut penulis seperti memiliki cengkraman yang kuat di negara kita sehingga menyebabkan gaduhnya politik dalam negeri kita. Sebagaimana kita ketahui bersama awal mula dari kasus ini adalah adanya rekaman pembicaraan dari Setya Novanto (SN) dan petinggi Freeport yang didalamnya terdapat pernyataan yang mengarah kepada pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden berkaitan dengan perpanjangan kontrak karya Freeport di Indonesia sehingga dilaporkanlah kasus ini ke  MKD oleh Menteri ESDM Sudirman Said. Lalu pertanyaannya dari mana Sudirman Said mendapatkan rekaman tersebut?. Jelas ternyata rekaman tersebut berasal dari petinggi Freeport.
Lalu apa kepentingan Freeport merekam pembicaraannya dengan petinggi DPR tersebut?. Alibi dari para petinggi Freeport tersebut adalah untuk menunjukkan kepada pemerintah bahwa ada tekanan kepada mereka dari petinggi DPR dalam rangka perpanjangan kontrak karya tersebut. Tapi dalam tulisan ini penulis tidak akan terlalu banyak membahas tentang hal tersebut. Namun, hal yang menarik menurut penulis adalah kenapa pemerintah tidak menasionalisasi Freeport saja agar keuntungan yang didapat lebih besar dari yang didapat saat ini. Walaupun pernyataan dari SN mengatakan bahwa Freeport akan membawa masalah ini ke arbitrase internasional kalau tidak ada kejelasan mengenai kontrak karya Freeport di Indonesia pada bulan Juli 2016. Lalu pertanyaannya apa pemerintah kita takut pada Freeport?.
Apabila kita merujuk kepada statement dari Menko Kemaritiman Rizal Ramli jelas sekali posisi pemerintah adalah tidak takut dengan psy war dari Freeport tersebut. Beliau mengatakan  “Hati-hati loh, kalau Pemerintah Indonesia mau, bisa dibuka semua perkara Freeport (CNN News, 2015). Beliau juga mengingatkan kepada Freeport bahwa ada Undang-undang Anti Korupsi di Amerika Serikat (AS) yang bisa mempidanakan perusahaan asal AS yang berupaya untuk mencoba menyuap pejabat di negara-negara tempatnya beroperasi ke Penjara. Inilah menurut penulis yang bisa menjadi senjata penting bagi pemerintah untuk menekan Freeport agar mematuhi persyaratan yang diinginkan oleh pemerintah Indonesia yang berkaitan dengan divestasi dan empat syarat lainnya yang di ajukan oleh Presiden Jokowi agar dipatuhi Freeport.
Kalau pemerintah tidak takut kepada Freeport kenapa tidak lebih baik jika Freeport di nasionalisasi saja?. Karena kalau kita lihat dari survey yang dilakukan oleh CNN Indonesia mengenai respon masyarakat Indonesia atas kelanjutan Kontrak Karya (KK) Freeport yang telah beroperasi di Papua selama kurang lebih 48 tahun. Dengan pertanyaannya yaitu Kontrak Freeport Indonesia akan habis pada tahun 2021. Baiknya diperpanjang atau dinasionalisasi?. Ternyata dari 267 votes yang masuk 10% menyatakan perpanjang kontrak dan 90% menyatakan nasionalisasi (CNN Indonesia, 2015).
Menurut penulis sebagai representasi dari suara rakyat harusnya pemerintah melakukan nasionalisasi tersebut. Kita bisa meniru tindakan-tindakan yang dilakukan oleh negara-negara di Amerika Latin yang melakukan nasionalisasi kepada perusahaan-perusahaan asingnya untuk digunakan keuntungannya bagi kesejahteraan rakyat mereka. Negara seperti Venezuela, Bolivia ataupun Kuba bisa menjadi percontohan bagi Indonesia apalagi kita memiliki forum resmi dengan negara-negara Amerika Latin tersebut dalam Forum of East Asia and Latin America (FEALAC) Sehingga tentunya kita bisa bekerjasama kedepannya untuk melakukan tindakan-tindakan nasionalisasi yang dianggap penting untuk kepentingan nasional Indonesia.
Karena sudah bukan menjadi rahasia lagi jika Freeport banyak menyebabkan kerusakan lingkungan di Papua dan tidak terlalu berkontribusi positif bagi perkembangan Papua secara keseluruhan. Dan ketika ada demo terhadap Freeport selalu penyelesaiannya adalah kekerasan yang dilakukan oleh jasa pengamanan Freeport yang celakanya adalah TNI dan POLRI. Menurut penulis sudah terlalu lama Freeport merampas kekayaan alam kita. Akan lebih baik tentunya jika kita sendiri yang mengelolanya.
Walaupun mungkin pendapat penulis ini akan dibantah oleh Menteri ESDM Sudirman Said sebagai pemikiran yang sempit dan picik serta ketinggalan zaman namun menurut penulis ini menjadi suatu hal yang urgent dan penting dilakukan oleh pemerintah kita sesegera mungkin. Ada banyak keuntungan yang bisa kita dapatkan dengan nasionalisasi tersebut diantaranya adalah pengelolaannya menjadi murni oleh anak bangsa dan hasilnyapun murni digunakan untuk kepentingan nasional kita serta tentunya dengan tetap menjaga kelestarian alam Papua yang sudah semakin hancur karena ulah Freeport.
Kaitannya dengan pandangan hukum internasional tentang tanggung jawab negara mengenai pengambil alihan hak milik asing (nasionalisasi) kita dapat meniru apa yang dilakukan oleh pemerintah Meksiko dan diakui dunia internasional melalui klausula Calvo yang intinya menunjukkan bahwa suatu negara tidak anti asing nanun jika pihak asing itu merugikan negara tersebut dalam kaitannya dengan kontrak karya atau kesejahteran masyarat apa salahnya jika di nasionalisasi?.
Adapun isi dari klausula Calvo tersebut adalah: “Kontraktor dan semua orang yang sebagai pegawai atau dalam kapasitas lain, dapat disertakan dalam pelaksanaan pekerjaan menurut kontrak ini baik secara langsung maupun tidak langsung, akan dianggap sebagai warga negara meksiko didalam republik meksiko, berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan tersebut dan pemenuhan kontrak ini. Mereka tidak dapat mengajukan klaim-klaim, juga berkenaan dengan kepentingan dan bisnis-bisnis yang berkaitan dengan kontrak ini, berkaitan dengan hak-hak atau cara melaksanakannya selain dari yang diberikan oleh perundang-undangan republik meksiko, juga mereka tidak akan menikmati hak-hak lain selain dari pada yang ditetapkan untuk keuntungan warga-warga meksiko. Konsekuensinya mereka dilepaskan dari hak-haknya sebagai orang-orang asing dan dalam keadaan bagaimanapun tidak diperbolehkan ada campur tangan perwakilan-perwakilan diplomatik asing, dalam setiap hal yang berkaitan dengan kontrak ini”.
Semoga saja pemerintah kita memiliki keberanian untuk melakukan nasionalisasi. Semoga

                                                                                                                ————- *** ————–

Tags: