Museum Etnografi Unair, Raih Anugerah “Museum Terunik”

Setelah mendapat Anugerah Purwakalagrha Indonesua Museun Awards 2018, Museum Etnografi dan Pusat Kajian Kematian menarik antusiasme para pengunjung untuk mengetahui proses keilmuan kematian, Rabu (17/10)

Usung Konsep Kematian dari Sisi Biologis
Surabaya, Bhirawa
Sebagai sumber informasi, museum menjadi tempat yang menarik untuk mengetahui berbagai sejarah atau hasil produk penelitian. Konsep yang diusung setiap museum pun berbeda-beda. Tergantung pada sajian informasi yang akan disampaikan. Seperti halnya museum Etnografi Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (Unair) yang memilih menyajikan konsep tematik “Kematian”. Diungkapkan Kepala Museum Etonografi dan Pusat Kajian Kematian FISIP UNAIR, Toetik Koesbardiati, Ph.D bahwa kematian merupakan siklus hidup yang dekat dengan manusia. Kendati kebanyakan anggapan masyarakat kematian cukup ditakuti dan jarang dibicarakan, namun kematian merupaka hal yang paling penting dipikirkan manusia.
“Bagi saya, kematian memiliki keterkaitan erat dengan beragam budaya yang menyangkut pada banyak aspek. Hal itulah yang menjadikan kematian merupakan sebuah objek yang sangat layak untuk diteliti guna memberikan edukasi kepada publik,” ungkap Toetik.
Lebih lanjut, dalam kematian akan banyak hal yang berpengaruh. Baik pada sektor ekonomi, sosial maupun budaya. Di Indonesia misalnya, Toetik menjelaskan unsur budaya dalam proses kematian yang memiliki keunikan dan keberagaman yang luar biasa. “Sayangnya, ini masih belum banyak dikaji dan didalami. Padahal di beberapa daerah di Indonesia kaitan kematian dengan aspek ekonomi, sosial dan budaya sangat kental,” lanjut Toetik.
Seperti, upacara kematian di Toraja yang menjadi suatu hal untuk mengukur tinggi rendahnya seseorang di masyarakat. Hal yang sama juga terjadi pada upacara Ngaben yang dilalukan masyarakat Bali.
Karena dibuka untuk umum, museum etnografi juga menawarkan program boneclass bagi para pelajar yang berisi terkait pengenalan dasar-dasar forensik antropologi. “Kami ingin menyampaikan pada para siswa jika kematian itu tidak horor dan tidak perlu takut pada tang belulang. Kita berusaba membangun pola pikir dari sejarah kematian dengan mengambil sisi biologisnya,” jelas Toetik.
Atas inovasinya dalam mengusung konsep kematian ini, museum etnografi FISIP Unair meraih penghargaan Anugerah Purwakalagrha Indonesia Museum Awards 2018. Bersama 435 museum yang lain, Museum Etnografi dan Pusat Kajian Kematian Universitas Airlangga menjadi satu-satunya museum terunik di Indonesia. Hingga saat pihak museum mempunyai 20 koleksi tengkorak yang terpajang dalam laboratorium museum.
Salah satu pengunjung museum etnografi yang juga guru SMAN 11 Surabaya, Devi Nur Hidyati mengungkapkan kesan pertamanya ketika berkunjung ke museum “Kematian” etnografi Unair. Pihaknya mengatakan ada banyak informaai yang didapat setelah berjunkung ke museum. Kesan menyeramkan soal “Kematian” justru menjadi sebuah informasi baru bagi pihaknya dari sisi keilmuan.
“Museum ini menarik. Dari museum ini saya bisa mengetahui secara detail adat atau budaya kematian masyarakat Indonesia juga dunia. Saya juga mengajak beberapa siswa saya untuk melihat berbagai koleksi yang dipunya,” tutur dia.

Persilakan Buat Program Unik dan Khas
Tidak hanya membuat museum menjadi tempat untuk rekreasi dan edukasi, lebih dari itu menjadikan museum untuk pengembangan penelitian seperti yang dilakukan FISIP Unair, justru akan mendorong berbagai fakultas maupun Universitas lain untuk berinovasi. Hal tersebut juga diungkapkan Rektor Unair, Prof Nasih. Pihaknya menegaskan jika sudah seharusnya museum menjadi pusat pengembangan dan kajian ilmu bukan lagi hanya sekedar sebagai tontonan dokumen.
“Ini yang tema yang diusung terkait kematian. Dari segi keilmuan dan aspek-aspek yang berpengaruh bisa dikembangkan lagi. Sehingga masyarakat juga bisa memahami kematian dari sisi keilmuan,” ungkap Prof Nasih.
Lebih lanjut, ada beberapa museum yang dimiliki Unair saat ini. Hanya saja, Prof Nasih berpendapat jika optimalisasi museum sebagai sumber ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi masyarakat juga harus diperhitungkan.
“Saya berharap agar semua program studi yang ada di lingkungan UNAIR memiliki berbagai keunikan dan program yang khas seperti yang dimiliki oleh Program Studi Antropologi dengan mengelola Museum Etnografi dan Pusat Kajian Kematian FISIP UNAIR,” ujar dia. Sementara itu, Kepala Humas Unair, Suko Widodo menambahkan agar pemerintah bisa memberikan atensi lebih terhadal keberadaan museum etnografi. Misalnya ditempatkan pada tempat khusus yang memadai. Sehingga masyarakat luas bisa menikmati dengan layak dan bagus.
“Saya berharap pemerintah memberikan fasilitas untuk mengembangkan museum etnografi dan pusat kajian kematian ini.
Karena ini bagian dari upaya kita dalam menjalin kerjasama dari berbagai pihak agar memberikan bantuan untuk mewujudkan museum yang ideal bagi masyarakay,” kata Suko. [ina]

Tags: